1. PENJEMPUTAN CALON ANGGOTA INTI

Beginne am Anfang
                                    

"Emang lo tau mereka yang mana?" tanya Barja.

Jenaro menepuk bahu Barja dan sedikit meremasnya, "Zaman udah canggih, Bro. Lo bisa kirim foto mereka ke gue. Urusan beres."

Barja menepuk keningnya sambil memasang cengiran lebar, "Ah, gak kepikiran sampe sana gue. Oke lah ini gue kirimin langsung. Lokasi pertama di perempatan jalan depan ya."

"Siap, gue cabut dulu." Jenaro berlalu menuju motor ninja hitamnya tak lupa memakai helm full face lalu pergi dari area markas utama Rebellion.

Seperti apa kata Barja tadi, Naro memberhentikan motornya di pinggir jalan. Naro menepi untuk menyandarkan punggungnya di badan pohon yang menjulang teduh. Mata elangnya membaca sederet kalimat pada kertas yang Barja berikan. Ternyata bukan hanya calon nama anggota dan tempat yang tercantum di sana. Tapi juga ciri-cirinya.

1. Saguna Baureksa.

Ciri-cirinya: Lumayan tinggi, rambutnya selalu berantakan dan emang sengaja diberantakin. Saguna sering nonggok di perempatan menunggu mangsanya muncul sebelum dan sesudah pulang sekolah.

Jenaro menarik sudut bibirnya membentuk senyuman geli, "Udah kayak banci aja nih cowok pake mampir ke sini."

Pandangannya beralih ke sekitar. Mencari-cari cowok bernama Saguna ini. Cukup lah menggambarkan bagaimana sosoknya. Mata Jenaro berhenti di satu titik di mana dia mendapati anak cowok berseragam putih abu-abu yang mana dia menggunakan masker hitam dan jaket kulit hitam tengah berdiri sembari memainkan baru krikil dengan kakinya. Tak lama muncul segerombolan pria bertato bersama anak-anak kecil yang mereka giring layaknya anak kambing.

Naro bersiap menghidupkan pemantik dan dia mulai menghisap sebatang rokoknya sambil melihat pertunjukan tak jauh dari posisinya. Naro tahu akan berakhir seperti apa karena instingnya begitu kuat.

Benar saja dugaannya, segerombolan pria itu sudah dihajar habis-habisan oleh Saguna.

"UDAH GUE BILANG JANGAN NYURUH ANAK-ANAK KECIL INI BUAT NGAMEN, BANGSAT! MEREKA BUKAN BUDAK LO SEMUA!" Saguna menghantamkan pukulan telak di wajah masing-masing dari mereka. Sementara anak-anak itu berdiri ketakutan tepat beberapa meter di belakangnya.

"KALO KALIAN BUTUH UANG, KALIAN AJA SANA YANG NGAMEN! KERJAAN DI KOTA INI BEJIBUN! KALO KALIAN MAU KALIAN BISA JADI TUKANG SEMIR SEPATU! ITU JUGA MENGHASILKAN UANG!" Saguna berteriak lantang disela aksinya. Membuat Jenaro menatapnya takjub.

Terkapar sudah mangsa-mangsanya, Saguna meludahi mereka sebelum menghampiri anak-anak kecil itu. Berjongkok di hadapan mereka lalu mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu dan memberikannya pada mereka.

"Ini uang buat kalian makan sama beli vitamin ya. Kalo ada yang malakin sebut aja nama Abang. Biar besoknya bang Agun hajar sampe mereka babak belur. Paham?" Anak-anak itu mengangguk cepat dan mengucapkan terima kasih pada Saguna.

"Yauda kalian langsung pulang ya. Jangan keluyuran lagi." Saguna berbalik setelah mereka menghilang di belokan gang. Tatapan Saguna terfokus ke arah Jenaro. Saguna mendekat.

"Gue pantas apa enggak?" tanya Saguna to the point. Seakan tahu maksud pertanyaannya, Jenaro pun mengangguk singkat.

"Yakali gak pantas. Dah lah cabut ke lokasi selanjutnya." Jenaro membuang rokoknya yang tinggal setengah, "Motor lo mana?"

JENARO Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt