#56 sepatu

8.5K 1K 61
                                    

Ayana duduk termenung sembari memandangi sepuluh kuku tangannya. Ednan masih duduk di sampingnya dengan memangku helm yang kini sudah terlepas dari kepala Ayana. Suasana halte pun kini sudah tak seramai tadi.

"Kenapa lo baik sama gue?"

Ednan menoleh, "Apanya?"

"Kenapa lo perhatian sama gue?"

"Gue—"

"Lo suka sama gue, ya?"

"Apa?!" Ednan tercengang. Tak habis pikir. Blak-blakan sekali, permisa. Ednan sampai terkejut sampai DNA. Setelahnya ia tertawa.

"Lo kan temen gue. Udah sepatutnya sesama teman harus saling baik, membantu, dan perhatian dengan temannya yang lain."

"Gitu, ya?"

Ednan mengangguk yakin. "Iya gitu."

"Jadi, apa Bagas selama ini baik sama gue, perhatian, itu karena dia cuma menganggap gue teman?"

Ednan mematung. Salah ngomong nih, gue.

"Ya, nggak gitu. Kalo Bagas itu beda. Dia kan udah bilang kalo dia suka sama lo. Ya, itu berarti dia nggak cuma menganggap lo sebagai teman doang."

"Sebentar." Ayana melirik curiga. "Tau dari mana lo kalo Bagas bilang suka sama gue?!"

"Wina."

Ayana mengumpat dalam hati. Bedebah.

"Wina cerita sama siapa aja selain lo?"

Ednan terlihat mengusap dagu, sambil berpikir. "Pas Wina cerita sih ada gue, ada Yura, Fadia, Kania, Sultan, Dhanis....,"

Sungguh amat sangat bedebah!

"Ada Ucup juga, Wati, Joni, Agus—"

"Stop!" Ayana menghela napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. "Kayaknya sepulangnya dari sini, gue bakal menyusun rencana buat menculik Wina dengan cara memasukannya ke dalam karung, kemudian dibuang ke sungai."

"Jangan kayak gitu. Wina kan temen lo."

"Lo juga temen gue. Mau gue culik juga?"

Ednan meringis. Ia memeriksa helm yang sedang berada di tangannya. Siapa tahu otak Ayana tadi masih menempel di sana. Tapi, nyatanya tidak ada. Apa jatuh dan tertinggal di rumah sakit, ya?

"Gue pulang aja, deh."

Ayana mencubit lengan jaket Ednan saat cowok itu hendak berdiri. "Lo nggak mau nganterin gue pulang dulu?"

"Katanya tadi mau pulang sendiri."

"Itu tadi." Ayana berdeham, "Sekarang berubah pikiran."

*

Keesokan harinya, Ayana berangkat ke sekolah dengan tampang malas. Ia malas banget bertemu Bagas nantinya. Sejak semalam, Bagas tak henti-hentinya menelepon dan mengirim rentetan pesan. Tapi, untungnya Ayana bisa sampai di kelas dengan selamat. Dalam artian, tidak bertemu Bagas. Tapi sialnya, ia bertemu Wina. Dan sudah Ayana tebak, Wina pasti bakal menembakinya dengan berbagai pertanyaan seperti; Gimana kesan kencan ke pantai sama gebetan?! Udah official, kan?! (misal).

"Na!"

Namun, Ayana malah terkejut. Wina mendadak memeluknya tanpa mengatakan apapun. Seolah sebelum Ayana cerita pun, Wina sepertinya sudah paham.

Bima memang sudah bercerita pada Wina dengan versinya sendiri tentunya. Tapi, versi Bima dan Ayana tentu jelas berbeda. Namun, tak apa. Wina takkan memaksa Ayana untuk bercerita kalau dia memang tidak mau bercerita.

Hello, Bagas! ✔Where stories live. Discover now