#11 hal bodoh

12K 1.5K 38
                                    

Dari sekian juta makhluk di dunia, kenapa harus Bagas yang menarik perhatian Ayana? Ah, bukan. Kita ganti pertanyaannnya. Dari sekian juta makhluk di dunia, kenapa Ayana harus menyukai cowok yang sudah punya pacar?

Dulu waktu Ayana naksir Bagas sebelum cowok itu jadian sama Yura saja sudah repot. Sekarang jadi makin malah repot lagi karena ada kehadiran Yura ditengah-tengah cerita mereka. Ayana jadi sering sakit hati. Tapi, Ayana mencoba tahu diri. Ibarat kisah novel roman picisan, Ayana hanya seonggok tokoh yang tak begitu penting keberadaannya. Ada atau tidaknya Ayana tidak akan jadi masalah untuk jalannya sebuah cerita. Ayana hanya tokoh tambahan. Yang dibutuhkan kala tokoh utama merasa kesepian maupun sedang membutuhkan teman berbagi cerita.

"Ayana, nggak ke kantin?"

Ayana menghentikan kegiatan coret-coretnya. Kemudian mendongak, dengan earphone yang masih menggantung di salah satu telinga. "Nggak. Lagi males."

Sejak kejadian kemarin, Ayana jadi malas ke kantin. Malas melihat meja kursi yang tertata rapi di sana. Malas melihat Yura juga sebenarnya. Ya, tapi mau bagaimana? Mereka sekelas. Dan tidak mungkin Ayana tidak bertemu Yura hampir setiap harinya.

"Oh," Yura mengangguk kemudian duduk di kursi di depan Ayana tanpa membaliknya. "Ayana... lo sibuk, nggak?"

"Kenapa?"

"Gue mau cerita."

Ayana malas mendengarkan. Dia masih berkutat dengan coretan-coretan abstrak di atas kertas yang dia buat, dengan menghiraukan Yura. Tapi, cewek itu malah mengoceh. Bercerita panjang lebar tentang hal yang tidak penting untuk didengar hingga Yura menyebut nama Bagas dalam ceritanya. Hingga mau tak mau Ayana otomatis tertarik untuk mendengarkan juga.

"Bentar lagi Bagas ulang tahun, Na. Dan gue pengin ngasih kado special buat dia. Tapi gue nggak tahu harus ngasih kado apa. Gue nggak tahu dia sukanya apa. Gue bingung—"

"Jadi?"

Yura mengedipkan mata sekali kemudian menghela napas. "Jadi... boleh gue minta bantuan lo?"

Ayana mengangkat satu alis. "Gue denger dari Wina katanya lo jago gambar. Ednan juga sering bilang kalo gambaran lo bagus. Ah, gue juga pernah lihat hasil gambaran lo sekali dan itu bagus banget—jadi, lo bisa bantuin gue, kan?!"

"Kenapa harus gue?"

Yura membuka mulut, namun belum ada suara yang keluar dari mulutnya. Ia menatap Ayana sejenak sambil berpikir. Kemudian tersenyum. "Karena gue pikir, lo pasti mau bantuin gue, Ayana."

"Woah?! Lo serius?!"

Ayana mengangkat kepala. Seperti biasa kalau Ayana sedang menceritakan sesuatu, Wina pasti menunjukkan reaksi yang harus sedikit berlebihan. Entahlah, mungkin sudah jadi kebiasaan. Wina memukul meja hiperbolis dengan kedua mata yang membola. "Nggak tahu malu, dasar. Emang dia siapanya elo nyuruh-nyuruh kayak gitu?"

"Dia nggak nyuruh tapi minta tolong," ralat Ayana.

"Eih, itu namanya nyuruh. Cuma kedoknya doang minta tolong." Wina mengibaskan tangan lalu bersedekap. "Jangan mau, Na. Bagas 'kan pacarnya Yura bukan pacar lo! Ngapain jadi lo yang ikut repot?" 

Ayana menipiskan bibir. Sebal. Nggak usah diperjelas juga kalo Bagas bukan pacar guenya!

"Lagian nih ya, dia pikir lo bego apa, bakal mau disuruh begituan?" Wina menyentuh bahu Ayana. Meremasnya pelan. "Gue tahu, sepolos-polosnya elo, lo nggak bakal melakukan hal bodoh kayak gitu, Na. Gue percaya sama lo."

Ayana mengangkat satu alisnya kemudian mengangguk pelan. "Hal bodoh, ya?"

"Yaiyalah, hal bodoh! Lo bego banget kalo sampai mau disuruh begitu!" Wina mendengus. Mencomot snack di pelukan Ayana lalu kembali berkutat pada ponselnya lagi. Melanjutkan chit-chat nya dengan Bima, hingga Wina merasakan ada yang aneh dengan Ayana. Wina melihat cewek itu terdiam. Tapi, sejurus kemudian ia menampakkan senyuman.

Hello, Bagas! ✔Where stories live. Discover now