#22 kenapa 75% ?

8.8K 1.1K 24
                                    

Ayana menghela napas panjang lalu membuangnya kasar. Ayana kehabisan tenaga. Kalang kabut ia mencari benda itu, tapi masih saja belum menemukan. Apalagi terakhir kali, Ayana melihat benda itu di meja perpustakaan waktu ia dengan Yura dan Ednan kerja kelompok tadi. Semakin membuat kepanikan Ayana menjadi-jadi. Ia takut benda itu ditemukan orang, dibaca dan—argh! Ayana pusing memikirkannya. Ia hanya berharap jika besok ia menemukan benda itu lagi di perpustakaan. Atau di manapun. Asal jangan sampai ada yang sempat melihat. Jangan ada yang sempat membacanya atau Ayana akan berada dalam masalah besar.

Keesokan harinya.

"Lagi nyari apa, Na? Grasak-grusuk banget, perasaan." Wina yang baru datang langsung menaruh tasnya di atas meja.

"Draf komik gue hilang," bisik Ayana. Dengan wajah penuh cemas.

"Apa?!" Wina melotot kaget. Suaranya bahkan sampai mengelegar karena kelepasan. Untung kelas masih sepi. Tak ada banyak orang di sana. Sebab Ayana memang sengaja datang pagi-pagi.

"Terakhir kali lo taruh di mana? Coba inget-inget," lanjut Wina ikutan panik.

Ayana mendesah panjang. "Di perpus. Tapi tadi gue habis ke sana tapi masih nggak ada, Win."

Ayana benar-benar stress sekarang. Gila. Ia tak pernah sefrustasi ini sebelumnya. "Gimana kalo ada yang baca? Gimana kalo Bagas yang baca? Gue harus gimana, Win?"

Wina menggaruk kepalanya kebingungan. Ia juga tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan Ayana. "Ya, kalo ditemu sama Bagas dan dibaca, lo ngeles aja. Apa kek, gitu. Bilang terinpirasi dari nama dia atau apa."

Ayana mendecak. "Ah, elo mah! Bukannya bantu malah bikin kesel."

Ayana pergi ke luar kelas. Ia ingin ke kamar mandi. Membasuh wajahnya biar fresh. Mungkin dengan begitu otaknya bisa ikutan fresh juga. Namun, baru sampai di depan pintu, ia melihat Yura. Ia berniat menyapa cewek itu dengan senyuman saja, lalu kembali melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi tanpa mau terlalu lama berbasa-basi. Tapi, saat Ayana tersenyum ke arah Yura, cewek itu tak membalasnya. Ayana heran. Tapi, tak mau ambil pusing juga. Ia mencoba acuh dan melanjutkan berjalan. Namun, seketika Ayana tertegun. Langkahnya terhenti. Bertepatan dengan sebuah pertanyaan singkat keluar dari mulut Yura.

"Ini punya lo?"

Bak tersambar petir di pagi buta, Ayana merasa seperti jantungnya lepas dari tempatnya. Ketika berbalik menghadap Yura, ia disuguhkan pemandangan yang mengejutkan. Yura dengan tangan yang memegang sebuah notes berwarna fushcia. Yang sialnya adalah draf komik yang tengah ia cari setengah mati.

"Gimana... bisa ada di lo?" tanya Ayana gugup. Bak tertangkap basah selepas melakukan suatu kesalahan yang fatal.

"Di perpus," singkat Yura. "Jatuh di lantai. Gue pikir itu punya lo, makanya gue bawa pulang."

Ayana mengambil benda itu dari tangan Yura. Cukup lega sebab benda itu akhirnya bisa kembali padanya. Tapi, Ayana tak bisa dikatakan benar-benar lega sebelum Yura mengatakan jika ia sama sekali tak membukanya.

"Maaf," kata Yura. "Gue buka buku lo dan baca."

Bahu Ayana merosot seketika. Melemas.

"Gue baru tahu selain lo jago gambar, ternyata lo bisa buat komik juga. Komik lo bagus. Gue suka." Yura tersenyum. Namun, senyumannya menghilang seiring dia berbicara, "Tapi, di antara ribuan karakter manusia di dunia ini, kenapa lo memakai karakter diri lo sendiri? Ayana dan... Bagas?

Yura menjeda sejenak. "Kenapa lo pakai nama Bagas?"

Memang benar kata orang. Sebaik-baiknya orang menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. Serapat-rapatnya orang menyimpan rahasia, lambat laun terbongkar juga.

Hello, Bagas! ✔Where stories live. Discover now