#29 senyuman misterius

8.4K 1.1K 43
                                    

"Gue bilang juga apa. Lo itu udah mulai suka sama si Ayana-Ayana itu," ujar Yudha santai sembari menyedot es jeruk.

Bagas mendengus. "Apa sih, lo. Itu mulu yang dibahas."

"Iya emang kenyataannya gitu," tambah Yudha. Sukses membuat Bagas semakin menatap kesal.

Bayu yang baru nongol dengan semangkuk bakso di tangannya ikut terkekeh. "Udah lah, Gas. Percaya aja ama si Yudha. Dia ini sesepuh kalo soal cewek dan percintaan."

"Noh, dengerin." Yudha mengangkat jempol ke arah Bayu. "Gue bilang gini juga biar lo nggak khilaf. Sebelum terlambat dan nanti akhirnya nasi menjadi bubur, mending cepet lo kecilin deh kompornya."

"Ngapain bawa kompor ke sekolah?" Bayu mengernyit menatap Bagas, "Emang lo bawa kompor, Gas?"

Yudha memutar bola mata. Baru aja dipuji udah balik ke tabiat asli aja. "He'em. Dia bawa kompor gas," timpal Yudha meladeni. Sementara Bagas masih asyik mengaduk-aduk es teh di hadapannya dengan tatapan kosong.

Bagas mulai suka sama Ayana?

Nggak masuk akal.

*

"Wah, kebetulan nih, lagi haus."

Ednan langsung berbinar sorot matanya ketika melihat Yura membawa sekantung makanan ringan dan beberapa minuman dingin. Cewek itu ikut duduk di sisi gazebo yang kosong sambil mengulurkan sekaleng soda dingin ke arah Ednan. Cowok itu tersenyum. "Masih inget aja kesukaan gue."

Yura berdehem singkat. "Ya jangan keseringan minum juga—"

"Nggak bagus buat kesehatan," lanjut Ednan. Samar, cowok itu menarik sudut bibir. "Lo selalu aja bilang gitu. Sampai gue hapal di luar kepala."

Membuat Yura terkejut. Ia bahkan tak sadar jika sudah mengatakan hal itu berulang kali.

Di sebelah kanan Ednan, Ayana duduk di sana. Mereka bertiga memang janjian di gazebo untuk lanjut mengerjakan tugas kelompok yang nggak selesai-selesai itu. Ayana terlihat sok-sok'an sibuk membaca buku, tapi langsung mendongak ketika Yura mengulurkan sekotak susu rasa cokelat. "Gue nggak tau lo sukanya apa. Jadi gue beliin itu," katanya. Membuat Ayana menggeleng.

"Gue nggak usah." Ayana kembali mengulurkan susu itu ke arah Yura.

"Gue udah terlanjur beli. Mubadzir. Kalo nggak mau kasih orang," jelas Yura tanpa memandang lawan bicaranya. Ayana mengerutkan dahi. Ikhlas nggak sih, ngasihnya?

Peka dengan suasana yang mendadak jadi agak panas, Ednan berdehem singkat. Memecah keheningan. "Ya udah sih, Na. Minum aja. Jarang-jarang Yura traktir kita ini."

Oke. Ayana terima kebaikan Yura. Walau agak menaruh curiga. Pasalnya kemarin 'kan dia habis melempar Ayana dengan sindiran-sindiran pedas. Tadi pagi juga masih terlihat sewot. Ah, sampai saat ini juga.

Ayana jadi heran kalau Yura mendadak baik begini. Ini susu nggak ada racunnya, kan?

"Eh, buku paket yang kemarin siapa yang bawa?" tanya Ednan memecah persepsi jahat Ayana.

"Kan pinjem di perpus. Ya gue balikin," sahut Yura santai. Cewek itu terlihat enak-enakan makan camilan sambil main ponsel sementara Ayana pusing-pusing baca buku sambil ngetik. Sialan, emang.

"Ya udah, sana pinjem lagi."

Yura melotot, "Masa gue? Lo lah. Kan ketua kelompok."

"Yaudah, kalo gitu ditemenin sama Ayana."

Mendengar itu, bukan Yura saja yang semakin melotot. Ayana pun ikut-ikutan melotot. "Nggak mau!" seru mereka bersamaan, membuat Ednan menatap heran mereka bergantian.

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang