#26 paper bag misterius

9K 1.1K 69
                                    

"Kamu nggak makan? Dari tadi maen hape mulu."

Bagas mengangkat kepala. Bergantian menatap Yura dan sepiring nasi goreng seafood di hadapannya. Ia baru sadar kalau makanan pesanannya sudah datang dan belum tersentuh sama sekali. "Iya, ini makan."

Sambil menyendok nasi dan memasukkannya ke dalam mulut, kepala Bagas masih penuh dengan pertanyaan mengenai Ayana. Perihal: kenapa dia mendadak tidak ada di sini? Kalaupun pulang, kenapa tidak pamit? Kenapa telepon dan pesan Bagas tidak direspon sama sekali? Apa Ayana sakit? Atau kenapa?

"Kamu mikirin apa, sih?" tanya Yura gemas. Bahkan sampai ikut mengundang perhatian Bima dan Wina yang lagi asyik suap-suapan cake. Membuat mereka menghentikan kegiatan sejenak dan menatap Bagas dan Yura dengan tatapan bingung.

Sama, Bagas juga bingung. Dia mikir apa, sih? Kenapa juga ia memikirkan Ayana sampai sebegitunya? Kalau memang Ayana pulang tanpa pamit juga kenapa? Toh, ada Yura. Harusnya ia senang Yura ada di sini. Ini yang Bagas tunggu-tunggu selama ini. Yura yang sangat jarang sekali mengiyakan ajakannya kini berubah menjadi Yura yang penuh kejutan.

Tapi, kenapa Bagas malah begini? Ia malah merasa galau dan tak enak hati karena Ayana tak jadi datang. Kenapa juga kepala Bagas penuh dengan segala macam bahasan mengenai Ayana sementara Yura yang dia sayang jelas-jelas ada di depan mata?

Sebenarnya Bagas ini kenapa?

"Gue ke toilet dulu," kata Bagas sambil berlalu meninggalkan mereka bertiga.

Ya, mungkin Bagas perlu membasuh wajah dan kepalanya agar lebih segar jadi ia bisa berpikir jernih. Mungkin dengan cara itu juga, ia bisa segera menghilangkan bayangan Ayana di kepalanya.

*

"Aku pulang."

"Lho, nggak mampir?" Yura mengangkat satu alisnya. "Tumben."

Bagas berdehem, "Udah malem."

Yura melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Masih jam setengah tujuh, batinnya. Biasanya juga Bagas bisa main ke rumahnya sampai jam sembilan.

Enggan pikir panjang, Yura mengangguk dan melambaikan tangan usai Bagas memasang helm di kepala. "Hati-hati."

Setelah itu, Bagas menghilang dari halaman rumah Yura. Cewek itu membuka pagar, menutupnya kembali dan mulai memasuki pintu. Agak terkejut melihat Mbak Rani duduk di lantai ruang tamu beralaskan karpet mahal dengan laptop di hadapannya lengkap berserta kacamata yang bertengger di hidung. Menyadari kehadiran Yura, Rani melirik sekilas lalu mengalihkan fokus ke arah buku di tangannya. "Baru pulang?"

Yura berdehem. Melempar tas ransel ke sembarang arah dan membaringkan tubuhnya di sofa panjang di samping Rani.

"Mbak, sibuk banget, nggak?" tanya Yura.

"Nggak, sih. Kenapa? Mau cerita?"

Yura menghela napas sebentar sebelum mengatakan, "Ternyata bener dugaan aku. Cewek itu suka sama Bagas."

Rani mengernyit, "Siapa?"

"Ayana."

Rani sempat bingung tadi, sebab fokusnya terbagi antara omongan Yura dan tugas kuliah yang menakjubkan ini. Tapi, usai ia menekan ctrl+s dan menekan oke, ia baru bisa mengangguk mengerti. Mulai ingat dengan cewek bernama Ayana yang Yura maksud tadi. "Kamu yakin?"

"Kelihatan banget, kok." Yura mendengus. "Kalo aja Yudha nggak ngasih tahu Bagas ngajak cewek itu ke kafe, aku nggak bakal seyakin ini."

Rani memutar kepalanya menghadap Yura. "Terus, Bagas?"

Hello, Bagas! ✔Место, где живут истории. Откройте их для себя