Another Meaning

25 5 0
                                    

"Hah? Sumpah, seriusan Lu, Kak?" pekik Fian yang sedetik kemudian membekap mulutnya sendiri. Lalu menoleh ke arah Helen—mantan kakak kelasnya yang jelas sedang kebingungan melihat kelakuannya.

"Lu nelepon siapa, sih? Rusuh amat," Helen bertanya sambil memberi tatapan menyelidik. Meski dasarnya Fian tipe orang yang heboh. Tapi ya, enggak segininya juga, batin Helen kemudian melihat ke sekeliling mereka.

Ya, mereka ada di tempat umum. Tepatnya di sebuah restoran Jepang yang ada di belakang kampus Helen. Tempat yang sama dengan yang biasa mereka kunjungi saat dulu SMA.

Kali ini, tiba-tiba Fian bilang minta ketemu dan menagih traktiran Helen yakin ia tak pernah menjanjikannya. Tapi ya, sudah lama juga mereka tidak bertemu. Lagipula, kuliahnya sudah selesai dan tinggal menunggu wisuda. Anggap saja sebagai perayaan kecilnya.

Sementara itu, Adit dan Bagas yang juga diajak malah belum datang padahal biasanya mereka yang paling cepat. Helen jadi ragu kalau mereka akan datang.

Kini, Fian hanya terkekeh sambil menutupi suara yang keluar dari ponselnya. Setelah kebanyakan mengangguk, ia melirik ke arah Helen seolah memastikan sesuatu. "Iya, sini aja cepet. Sisanya gue chat ke lu, ya, Kak?"

Suara Fian yang mengecil membuat Helen semakin curiga. "Siapa sih? Bagas apa Adit?" tanya Helen memastikan lagi—sementara itu ia sendiri mempertanyakan mengapa Fian pakai sebut panggilan 'Kak' segala.

"Bu—bukan, mereka bentar sampai, kok," balas Fian gugurp.

Sumpah, ini anak kenapa? Benar-benar bukan Fian banget. "Ya terus ngapain diajakin ke sini? Gue balik ya kalau nanti ada yang gak kenal, terus lu byar sendiri makannya," cerocos Helen seraya mengaancam.

"Bukan siapa-siapa sumpah, ini ... anu, yang jual nendo Miku ngajak COD-an sekarang." Fian memberi alasan yang langsung diangguki oleh Helen. Ya, kalau bawa-bawa Miku, Helen pasti tidak akan curiga karena Fian memang sangat suka dengannya.

"Terserah kalau itu," putus Helen kemudian menyeruput es the di hadapannya. Ah, ia ingin segera pesan makanan tapi harus menunggu yang lain dulu.

Sementara itu, Fian tengah fokus dengan ponselnya. Ya, mungkin masih bahas soal nendoroidnya. Setidaknya itu yang Helen pikirkan. Namun pada kenyatannya ...

Dia dah kelar sidang, kan? Bagusnya bawa apa ya? Dia doyan bunga gak sih? Kan biasanya habis lulus gitu pada ngasih bucket. Lu tanyain coba, dia sukanya apa?

Begitulah pesan yang masuk ke ponsel Fian. Dan dasarnya laki-laki, ia langsung bertanya begitu saja, "Kak Len, suka bunga apaan?"

Yang jelas membuat Helen menyipitkan matanya. "Gue mati masih lama, woi," balas Helen ketus. Lagian mau apa pakai tanya suka bunga apa segala? Pikir Helen.

"Seriusan, Kak," ucap Fian setengah merengek.

Sementara yang mendapat balasan itu hanya kebingungan sendiri. Ia jarang ditanya hal seperti ini. Dan bukan artinya ia tidak suka bunga tapi rasanya ... tidak ada yang khusus. Ia hampir menyukai bunga secara keseluruhan. Hanya saja ...

"Itu yang biasa dijual di pinggir jalan, apa ya namanya?" Helen tiba-tiba teringat dengan bunga berwarna kuning yang pernah ia beli untuk dirinya sendiri sekalian membeli bunga lain yang harus diberikannya saat ospek dulu. "Ah, krisan kuning!"

"Krisan kuning?" tanya Fian memastikan.

Helen mengangguk. "Enggak suka-suka amat tapi keinget aja terus. Sama tambahan bunga kecil-kecil putihnya sedikit. Tapi gue ga tau namanya," jelas Helen.

Terserah, deh, batin Fian pasrah sambil mengetik di ponselnya. Bunga yang dijual di pinggir jalan, katanya sih Krisan kuning. Sama bunga yang kecil-kecil warna putih sedikit. Tapi ga tau namanya apa.

Kemudian mengirimnya begitu saja.

Sementara yang mendapat balasan hanya bisa tersenyum mendapat balasan yang seperti itu. Ya, seperti dugaannya, itu memang Helen sekali.

"Krisan kuning, ya?" gumamnya sambil mencoba mencari di internet. Setidaknya, ia punya sedikit gambaran sebelum membeli nanti.

Begitu hasil pencarian keluar, munculah gambar bunga yang sangat ia kenali. Ya, benar-benar bunga yang biasa terlihat di penjual bunga pinggir jalan.

Hanya saja, jarinya terhenti saat sedang menggulir ke bagian bawah. Laki-laki itu menemukan sebuah tulisan dengan Krisan kuning-nya dicetak tebal.

, bermakna kegembiaraan, keceriaan dan optimisme. Namun beberapa juga memaknai bahwa krisan kuning memiliki makna cinta yang dipertanyakan.

Cukup lama ia memandangi tulisan tersebut—terutama kalimat terakhirnya—sampai pop-up pesan yang masuk menggantikan tulisan itu. Pesan dari Fian.

Kak Rendy jangan lama-lama, Bagas sama Adit udah datang, nih.

Pada akhirnya, Rendy hanya bisa menghela napas panjang. Kemudian mengukir senyumnya. Ingatannya terlempar pada hari-hari yang telah lalu. Hari di mana keberadaannya selalu ada.

Arti bunganya ... benar-benar cocok kalau dirinya yang memberikannya. Tapi karena ini kelulusan hari itu, anggap saja ia memberinya untuk mkna yang pertama. Setidaknya, sampai saat di mana Helen tak menyadari artinya.

"Ga usah terlalu dipikirin," gumam Rendy pada dirinya sendiri kemudian mulai membalas pesan itu.

Ini mau berangkat. Gak usah bilang-bilang Len, ya! Sent.

END

***

Bogor, 17 Juli 2020

Fated Rendezvous -  NPC's 30 Daily Writing Challenge 2020 [END]Where stories live. Discover now