13. Somehow

42 9 1
                                    

February, 2008.

[Dira]

"Hhhhhhaaaaa" gue menghirup lalu menghembuskan napas dalam-dalam pagi itu, menyambut hari terakhir gue liburan semester sebelum kembali ke kota rantau.

Selimut gue ditumpangi sepasang kaki yang melintang. Indrika, adik gue satu-satunya, tidur dengan posisi silat dan mulut setengah menganga di kasur gue setelah semalam tertidur saat kami bersama-sama menonton serial Supernatural, tanpa sempat pindah kembali ke kamarnya.

"Bangooon!" gue berteriak di telinganya, dan dia cuma mengerutkan alis sambil merem.

Suara dapur dan aroma masakan membuat gue langsung turun menemui ibu dan bapak.

"Udah gosok gigi belom?" tanya bapak saat gue mencomot tempe goreng yang masih panas.

"Nanti aja habis sarapan." gue menarik kursi dan duduk.

Sayur sop, tempe dan telur dadar, oseng tahu dan buncis menjadi pilihan sarapan hari ini. Ibu menuangkan minum untuk bapak dan menyajikan nasi yang mengepul panas untuk kami.

"Udah siap semua, Ra?" tanya ibu, merujuk pada barang bawaan gue untuk kembali ke Surabaya. Gue mengangguk.

"Ngapain sih keburu balik? Kan masih seminggu lagi mulai kuliah?" kata bapak yang sedari minggu lalu kurang ikhlas gue memutuskan balik minggu ini.

"Biar nggak jetlag. Kudu penyesuaian." canda gue.

"Halah, gegayaan aja! Kamu mau nemui pacarmu ya?" sergah bapak.

"Nggak punyaaa! Kan Dira sibuk belajar.."

"Bohooong! Ntar Indrika tanya Kak Bima ah!" Indrika dengan rambutnya yang awut-awutan menyahut sambil menuruni tangga.

"Tanya aja. Bleee!" gue menjulurkan lidah.

"Belajar serius boleh. Bergaul juga jangan lupa ya. Banyakin punya temen, main-main, ikut organisasi. Universitas nggak cuma buat kamu nyari nilai, tapi juga membangun social skill." nasihat bapak.

"Kak Dira boleh pacaran gitu?" tanya Indrika lagi.

"Ya masa nggak boleh?" dukung ibu.

Gue cuma nyengir-nyengir kuda.

"Social skill ya bu?" timpal gue.

"Emang ada yang mau sama kamu?" goda bapak.

"Yeh, menghina! Ada lah! Tapi Dira maunya temenan aja pak, ribet. Ntar aja sekalian kalo udah bisa ngatur ritme kuliah." jawab gue serius.

Ibu terseyum ke arah bapak.

"Indrika juga kudu ngasah social skill, dong, pak? Bu? Boleh dong?"

"Tidur lu tuh diatur dulu gayanya, baru mikir punya pacar!" cibir gue.

"Apa hubungannya coba? Kan gue nggak tidur ama pacar gue! Hishh!"

Gue kembali mengejeknya dengan menirukan gerakan bibirnya tanpa suara.

"Stooop! Nanti lagi berantem habis sarapan!" lerai ibu.

Gue berangkat dari Jakarta dengan penerbangan sore. Menurut kabar dari temen-temen gue, mereka masih pada menikmati hari-hari sama keluarganya dan baru akan kembali sehari atau dua hari sebelum kuliah dimulai.

Meskipun sama-sama tinggal di Jabodetabek, nggak sekalipun kami bertemu selama liburan sebulan ini. Semua terlalu sibuk catch-up dengan teman-teman SMA-nya yang juga sedang libur semester, atau beristirahat nggak ngapa-ngapain di rumah karena terlalu malas menembus macetnya Jakarta.

Our DaysWhere stories live. Discover now