4. Hunt

80 9 1
                                    

[BRIAN]

Gue terbangun dengan perut yang bergemuruh dan kepala cenut-cenut gara-gara terkuras diare semalam. Indira, that maddening prat!

Sejak diajak makan ayam bebek kampus sepulang orientasi dulu, Dira akhirnya mengetahui kalo makanan pedas adalah kelemahan gue. Bukannya menghindarkan gue dari cabe, momen-momen selanjutnya saat kita makan dia malah terus nyekokin gue pake segala macem sambel.

"Ah, cemen lu, Bri! Biar kebal ini tuh!"

"Ra, lu yang ada ngeracunin anak orang tau!" bela Bima.

"Apaan orang cuma cabe dua! Suwer gue tadi request cabe dua doang, Bri!"

Gue yang sudah kepedesan sampe berkeringat cuma bisa huh hah huh hah tanpa bisa menjawab.

"Cabenya dua, cobeknya bekas ngulek sambel dari pagi!" kata Bima menggeser es teh ke depan gue.

"Don't you dare, kasih gue sambel mangga! It's double jeopardy! Udah pedes, asem pula. Bisa radang usus gue besok!" gue marah-marah sambil masih menyeruput es.

"Hehehe.." Dira cuma cengar-cengir innocent. "Bu, es tehnya satu lagi!"

Mata gue memicing melihat sinar matahari masuk dari sela-sela tirai. Minggu. Finally, sudah hampir satu semester sejak gue jadi mahasiswa. In fact, the final exam was drawing nearer. Sejauh ini circle pertemanan gue masih diliputi Dira, Bima, dan sesekali Jevan karena dia beda kelas.

Calling Dira...

"Oi!" jawabnya diiringi suara bising mesin.

"Ngapain lu pagi-pagi?"

"Beberes kamar dong. Nih lagi ngevacuum."

"Pantes berisik! Hang out yuk? Pengen cincau station."

"Bima ada acara katanya." keluh Dira.

"Ha? Emang punya temen selain kita?"

"Ada temen SMA dulu yang anak teknik. Gimana trus?"

"Ya bertiga aja. Jevan gue ajak ya?"

"Okay, after 12 ya. Pick me up!" perintahnya.

Kami bertemu di sebuah mall yang sudah ramai karena weekend. Sebagai kota besar yang punya suhu di atas normal, masyarakat Surabaya selalu menjadikan pusat perbelanjaan sebagai best weekend escape karena emang nggak ada pilihan lain.

Jevan sudah menunggu di salah satu sudut foodcourt, dengan minuman pesanan gue yang sudah dibelikannya terlebih dahulu. My favorite orenji.

"Hai, Jev!" Dira menyapa sambil menarik kursi di hadapan Jevan.

"Thanks, man!" gue menggeser minuman jatah gue dan segera menusukkan sedotan.

"Bareng?" tanya Jevan.

"Iya, princess kalo diajak ya harus dijemput." gue menyindir Dira yang celingukan melihat-lihat pilihan makanan.

"Queen. I'm the queen, not a princess, Bri." dia mengibaskan rambut sebahunya dengan tangannya.

"Of course, you are. The Red Queen in Alice. Aaahh!" Dira smashed my nape.

"How's the band practices going?" tanya Dira.

"Good. Awesome, actually. It'd be better if only girls didn't keep on showing up to give him sweets or ask for his number." sindir Jevan sambil memandang gue yang sedang enak-enaknya menyedot orenji.

Gue dan Jevan bergabung di UKM musik dan membentuk sebuah band bersama beberapa mahasiswa fakultas lain belakangan ini— The Mess. The name was derived from how we always messed up practice schedules, yet still performed perfectly epic on stage.

Our DaysWhere stories live. Discover now