1. Hi, Hello

208 12 8
                                    

August, 2007

[INDIRA]

"Ini juga habis mandi lagi, bu. Udah empat kali Dira mandi. Gila kena kutuk apa sih bisa segininya panas!" gue nggak habis-habisnya merutuk suhu udara Surabaya yang hampir jam 11 malam masih membuat gue keringetan. Kipas angin sudah gue nyalakan maksimal tapi yang ada gue sendawa terus-menerus, bukannya merasakan sejuk.

"Tukang AC-nya emang nggak jadi dateng?" tanya ibu di seberang telepon.

"Dua hari lagi katanya. Masa mesti mandi pake es batu?"

"Ya makin masuk angin nanti! Ngawur! Udah tidurnya nggak usah pake baju, jendela sama korden ditutup ya, Ra." tukas ibu mengingatkan.

"Iya. Udah ya besok lagi Dira kabarin, mau nyiapin baju buat ospek dulu."

"Hati-hati ya, kalo beli makan juga jangan sembarangan. Bima jangan lupa diingetin juga kalo belum beli, diajak lho, Ra." pesan ibu lagi.

"Iyaaaa! dadaaah ibuuk!" gue menutup telepon.

Gue lagi-lagi memandang AC yang tidak berfungsi di dinding ruangan. Kecilnya kipas angin yang gue beli seolah tidak bisa menjangkau semua sudut kamar kost yang cukup luas ini. Diam-diam gue mempertanyakan keputusan gue untuk hengkang dari Jakarta dan memutuskan pindah ke Surabaya untuk kuliah.

For the sake of a new adventure. To hell.

Bahkan di malam hari, udara di Surabaya masih cukup hangat, seperti di dalam ruang sauna. Kalau yang gue liat di meme, posisi kota Surabaya selalu digambarkan berada di antara matahari dan planet Merkurius. It's literally hell on earth.

Baju yang akan gue kenakan untuk hari ospek kampus pertama gue besok sudah tergantung rapi di depan pintu lemari; kemeja dan rok selutut serba HITAM. I mean, with this kind of weather, we're wearing all-black, outdoor? Gue percaya panitia ospek sengaja menjerumuskan kami semua untuk merasakan sensasi berkegiatan di hadapan kompor raksasa. I HATE ORIENTATION!

ting!

Sebuah bunyi sms masuk ke hape Nokia 6500 gue yang tergeletak di atas tempat tidur.

Bima 11.05
Woy, besok gue jemput ya! jam 6.45!

Dira 11.05
Pagi banget, nggak sampe 15 menit kali perjalanan.
Bim gw blm ada helm :(

Bima 11.06
Ngapain pake helm jalan kaki? Mau demo?

Dira 11.07
Ha? Motor ninja lu bukannya udah nyampe?

Bima 11.10
Pemetaan dulu, Ra! Nggak tau dimana parkirnya. Jalan aja lah, kan deket.
Kalo udah ngerti denah kampus baru berani bawa motor, hehe.

Dira 11.13
BIM PANAS BANGET yakin mau jalan?

Bima 11.15
Yakin, masih pagi itu belom tinggi mataharinya.

Gue mendengus terpaksa mengiyakan. Bima adalah tetangga gue sekomplek di Cilandak dan sudah menjadi teman gue sejak SD. Karena sejak kecil sudah bersama, orang tua kami selalu memasrahkan anaknya kepada satu sama lain.

In this case, mama Bima jauh-jauh hari sudah menitipkan anaknya ke gue. Termasuk nyokap gue sendiri yang selalu ngingetin gue untuk memantau anak tetangganya, bukannya mikirin anaknya sendiri.

Bima yang kebetulan menjadikan ekonomi dan bisnis sebagai pilihan keduanya setelah hukum, terpaksa harus terjebak di jurusan yang sama dengan gue karena nggak lolos di pilihan pertamanya.

Kost Bima berjarak sekitar lima menit dari kost gue, dan kost kami sama-sama berada di komplek yang dekat dengan kampus plus pusat makanan, minimart, warnet, dan tempat berbagai macam jasa fotokopi dan penjilidan berjajar.

Our DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang