19|| Enigma

2.5K 277 130
                                    

Demi apa kesampaian update lagiii!!! Lanjut baca aja guys!!!

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

19. Enigma

Viola menatap pergelangan kakinya yang dilapisi perban sembari bersandar di kepala brankar UKS. Sakitnya masih terasa. Sepertinya, bengkaknya makin parah. Pemulihan juga pasti memakan waktu yang cukup lama.

Memang benar, penyesalan selalu berada di akhir. Seandainya saja dia mendengarkan saran sahabat-sahabatnya. Viola tak akan jadi seperti ini.

Cewek berjepit kupu-kupu itu menatap keluar jendela UKS yang langsung menghubungkan dengan lapangan. Di sana, praktek masih tetap berjalan tanpa adanya Viola. Dia menghela napas. Hanya karena keras kepalanya, Viola akan kesusahan berjalan selama beberapa hari ke depan. Ujung-ujungnya, dia juga menyusul praktek sepak bola.

Seandainya saja Viola sadar sejak awal.

“Viola!”

Viola menoleh ketika pintu dibuka kasar. Vian melangkah menghampiri kembarannya yang memasang wajah masam di atas brankar. Dia harus menyiapkan telinganya baik-baik, karena Vian pasti akan menceramahinya panjang kali lebar karena kondisinya ini.

“Siapa yang suruh lo praktek, hah?! Udah tau lagi sakit masih aja keras kepala! Lo, kan, bisa nyusul minggu depan barengan sama gue. Kemarin lo janji gak bakal bandel-bandel lagi, tapi apa buktinya? Jatuh juga lo sekarang, kan! Awas aja lo gue aduin Kakek. Sekalian lo teriak-teriak kayak orang kerasukan gara-gara diobati. Mau?!” cerocos Vian tanpa jeda.

Viola menelan salivanya susah ketika mendengar kata ‘diobati’. “Y-ya, jangan diaduin, lah. Tega bener lo sama gue. Gue, kan, lagi sakit,” bujuknya dengan wajah tertekan. Takut, takut sekali jika minyak urut itu kembali memoles pergelangan kakinya yang bengkak.

“Lo pikir gue jualan sembako pake ditawar-tawar?!” bentak Vian lagi yang membuat Viola kicep. Seorang Vian Abelano Dinata yang biasanya terlihat bodo amat bisa jadi menyeramkan bila sedang marah begini.

“Ya jangan diaduin, dong. Durhaka lo sama kakak lo sendiri,” bujuk Viola lagi.

“Durhaka lo jadi kakak karena buat adiknya panik kayak tadi! Lo gak mikir?! Sehabis tanding basket gue tiba-tiba dapet kabar dari Alvina kalau lo kayak gini? Panik tau, gak!” Vian memijit pangkal hidungnya. Dia langsung buru-buru ke sekolah sehabis tanding basket di SMA Langit. Tak peduli jika seharusnya dia dispen hari ini.

“Ya maaf, dong. Gue, kan, gak tau kalau bakal kayak gini jadinya.” Viola manyun.

“Tau, ah! Males gue!” Vian berjalan ke luar ruangan, membuat Viola makin dirundung rasa bersalah.

CAKRAWALA: I Found You, Violet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang