2|| Hiasan Rambut

7.9K 737 251
                                    

Happy Reading ❤❤❤

•••

2. Hiasan Rambut

Tepat tengah hari ketika eksekusi itu dilaksanakan, sang baskara menunjukkan cahayanya dari celah-celah awan. Untungnya, ramalan cuaca jitu ala Jun hampir tidak pernah meleset. Cowok itu meramalkan bahwa siang hari ini akan berawan.

Ah, jangan mudah percaya. Sebenarnya, dia hanya melihat prediksi cuaca lewat acara televisi. Keadaan langit memang sangat berpengaruh untuk Athala dan teman-temannya. Sebab, hukuman mereka tidak akan bertambah berat.

Pak Bambang—guru kesiswaan berkepala plontos itu—selalu menghukum muridnya dengan cara berjemur di lapangan, apapun kesalahannya. Matahari yang terik tentu menjadi salah satu tantangannya. Oleh karena itu, mereka harus meramal cuaca sebelum acara bolos-membolos dilaksanakan.

“Sudah kesekian, kesekian, kesekian kalinya kalian membolos. Bagus! Teruskan bakat kalian!” Guru itu mengetuk-ngetuk penggaris kayu keramat yang sudah banyak memakan tumbal di atas ubin lantai.

“Kalau perlu, asah bakat kalian itu sampai saya pun gak bisa tahu apakah kalian menghadiri kelas atau tidak!” Lagi-lagi guru itu berbicara dengan suara lantang.

“Tidak jera juga kalian mencari masalah dengan saya.”

Feri mendesis. “Gimana mau jera, Pak. Logika aja kali, hukumannya gini terus lama-lama juga bakal terbiasa kali.”

“SAYA BUKAN CENAYANG, FERI! NGOMONG DI DEPAN MUKA SAYA, JANGAN BISIK-BISIK KAYAK TETANGGA MAU GOSIP!” Feri langsung tercenung.

Mengubah orang lain memang tidak akan ada habisnya, jika kelima muridnya ini tidak ingin sadar mau bagaimana lagi. “Saya menyerah mengurus kalian!” ungkap Pak Bambang.

Athala menatapnya dengan raut wajah biasa saja, begitu juga Melvin. Leo mulai ingin bertobat dalam hati, Feri yang pura-pura menyesal karena dibentak oleh Pak Bambang, dan Jun yang sedang mengupil di barisan ujung.

Sungguh pemandangan menjengkelkan bagi Pak Bambang selama bertahun-tahun dirinya menjabat sebagai seorang guru.

“Mungkin saya yang terlalu baik karena tidak melakukan tindakan lebih lanjut bagi murid yang gemar membolos.” Pak Bambang intropeksi diri. “Hanya untuk kali ini saja, jika kedepannya kalian masih membolos, saya tidak akan memberi ampun. Silahkan, masuk kelas.”

Athala, Feri, Jun, Leo, dan Melvin bubar barisan. Pak Bambang sudah lebih dulu menuju ruang guru, sementara Athala masih ingin berada di luar ruangan.

“Eh, liat ciwi-ciwi lagi olahraga, kuy!” ajak Feri dengan tatapan berbinarnya.

Athala menoleh ke arah lapangan basket. Murid kelas 11 IPA 3 rupanya tengah melaksanakan jam olahraga.

Kedua netranya mengawasi seorang siswi yang sibuk men-dribble bola voli kemudian memasukannya ke dalam ring basket. Antusias serta ekspresi wajahnya yang begitu ceria itu direkam Athala dalam memorinya.

Cowok itu mengulas senyum kecil. “Lo tau nama cewek yang pake jepit kupu-kupu itu?” tanyanya memastikan bahwa dugaan di kepalanya tidak salah.

“Oh, yang dikuncir satu itu? Namanya Viola kalau enggak salah. Dia anggota ekskul mading, target gue selanjutnya.” Cengiran buaya berbulu domba dari Feri membuat Athala meliriknya sinis. “Bercanda-bercanda,” ralatnya.

CAKRAWALA: I Found You, Violet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang