Pricil adalah mahasiswi tingkat akhir yang saat ini sedang sibuk menyusun skripsi. Ia mengambil jurusan arsitektur mengingat menjadi seorang arsitek profesional adalah cita-citanya sejak dari kecil. 

Sejak kecil ia sudah mahir dalam menggambar. Bukan hanya menggambar saja yang menjadi hobinya, melainkan bernyanyi adalah hobinya juga.

Dikenal sebagai gadis yang cerdas, rajin dan jenius. Tidak menjadikan Pricil seorang yang tidak pernah berhenti untuk selalu berusaha, tekun belajar demi mengejar beasiswa agar bisa sedikit meringankan beban orang tuanya. Pricil menghabiskan waktunya untuk belajar, belajar dan belajar, alhasil  hal itu membuatnya tidak pandai bergaul dan tidak memiliki teman.  

Sampai tiba di bangku SMP gadis itu mendapat beasiswa untuk bersekolah di salah satu sekolah swasta yang ada di ibukota. Akan tetapi sayang sekali, orangtuanya kurang setuju akan hal itu. Namun berkat kegigihannya meyakinkan kedua orangtuanya, ia akhirnya berhasil mengantungi restu mereka untuk bisa bersekolah di Ibukota dengan catatan Pricil harus bisa 'menjaga' dirinya dengan baik.

Maka dari itu untuk mengurangi rasa khawatir orang tuanya, ia rela belajar silat dari sang ayah sebagai bekal baginya untuk menjalani kehidupan penuh waspada di daerah ibukota yang pastinya penuh dengan banyak tantangan.

Sebelum tinggal di apartemen yang ia tempati sekarang ini, dulunya ia tinggal disebuah kos kecil nan murah. Sebelum Ayah dan Ibunya benar-benar melepas putri mereka hidup mandiri, ibu Pricil tinggal bersamanya sampai gadis itu duduk di bangku SMA. 

Selama merantau di ibukota, tidak ingin bergantung pada keuangan orangtuanya, Pricil memutuskan mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhannya. 

Setelah mencari sana-sini akhirnya ia menemukan satu part time job di salah satu toko buku. Begitu di terima, gadis itu langsung bekerja disana sampai sekarang.

Tidak lupa, gaji yang ia dapatkan selama bekerja di toko buku akan dia sisipkan untuk kemudian dikirim pada orang tuanya dan kedua adik laki-lakinya yang ada di kampung. 

Suara ponsel seketika mengganggu aktivitas memasak Pricil.

Segera Pricil mengangkat sambungan telepon tersebut tanpa melihat siapa yang meleponnya.

"GOOD MORNINGGGGG!!!" suara cempreng seseorang dari di seberang sana membuatnya refleks menjauhkan ponsel itu dari telinganya.

"Ta! Kebiasaan banget sih lo! Lo mau gue budek dini huh??" keluh Pricil pada Brigitta, sahabatnya. Terdengar kikikan kecil dari sana membuat gadis berkacamata itu berdecak kesal.

"Ngapain telfon gue pagi-pagi?" tanya Pricil ketus.

"Eh buzet, dingin bener lu! Udah gak bales 'selamat pagi' dari gue, malah main judes aja sih lo, Sil?!" jawab Brigitta.

"Ya ya bawel, cepetan ngomong, gue lagi masak nih!" kata Pricil.

"wadawww! kebetulan banget! tau aja lo kalau pagi-pagi perut gue minta asupan makanan, gue langsung meluncur kesana yak? Byeee!!" kata Brigitta dengan cepat lalu langsung memutuskan sambungan secara sepihak.

"ck ck! dosa apa gue sampe dapet sahabat sinting kayak Brigitta?" gumam Pricil.
Gadis itu kembali melanjutkan aktivitas masaknya seraya menunggu kedatangan Brigitta, sahabat sintingnya tersebut.

Anehnya, sejak Pricil meninggalkan tempat kosnya yang lama dan tinggal di apartemen kecil yang ia tempati sekarang ini, setiap pagi Brigitta, sahabatnya itu akan datang ke apartemennya hanya untuk sarapan. Selain karena masakan Pricil yang nikmat melebihi chef, sekalian juga berangkat ke kampus bareng-bareng kata Brigitta waktu itu dengan santainya.

Mr Duren And Silent Girl - ENDWhere stories live. Discover now