duapuluhtiga

173 18 3
                                    

Bangunan yang ia lihat beberapa hari yang lalu amblas. Sebagian besar dinding bangunan itu masih berdiri, namun sisanya, sudah runtuh bersamaan dengan atap bangunan. Manusia memadati lokasi itu dengan penuh rasa penasaran, menjadi tontonan bagi penghuni kompleks. Mereka berbincang, mengira-ngira apa yang menyebabkan gedung taman kanak-kanan yang terlihat megah dan kokoh itu bisa runtuh dengan mudahnya.

Polisi juga sudah ikut mengisi hiruk pikuk itu, memasang garis pembatas agar warga tidak melewati area berbahaya karena di khawatirkan sisa bangunan yang masih ada dapat runtuh kembali. Tristan bisa melihat beberapa orang merekam dengan kamera ponsel, dan beberapa lagi ada yang merekam dengan kamera profesional. Mereka adalah wartawan yang mulai berdatangan karena berita menegangkan. Mereka bahkan mulai mewawancarai beberapa warga dan polisi. Tristan yakin jika identitasnya diketahui para wartawan itu pasti akan langsung mengejarnya.

"Ada korban, salah satunya anak yang sekolah di sini. Sudah dilarikan ke rumah sakit dan ditangani. Bangunan runtuh sebelum jam sekolah di mulai. Tapi, dia dan pengasuhnya datang terlalu cepat. Pengasuhnya juga sedang dirawat," jelas Dimas salah satu anak buahnya yang duluan sampai ke lokasi. Dia jugalah yang menelepon Tristan berkali-kali tadi pagi.

"Selain dari itu?" Tristan bertanya tanpa menatap Dimas. Matanya sibuk mengamati pola runtuhan gedung.

"Totalnya ada lima korban, sisanya luka ringan. Mereka semua sudah di bawa ke rumah sakit, Pak."

"Sial." Ia meremas rambutnya, "Sudah jelas aku minta mereka untuk tutup sementara waktu."

"Benar. Kami juga akan datang pagi ini untuk pemeriksaan, Pak. Tapi malah dapat kabar seperti ini," jawab Dimas frustrasi. "Kata kepala sekolah ada orang dari studio datang dan bilang mereka bisa buka karena sudah dipastikan aman. Dia tahu nama bapak dan..."

"Apa?!"

Dimas mengangguk meyakinkan. "Aku nggak tahu apakah ada orang luar yang ingin menyabotase kita, atau justru orang dalam,"

Mendengar itu Tristan langsung menebak satu nama. Apa lagi yang diinginkan oleh pria busuk itu. Kalau memang benar ini ulahnya lagi, Tristan tidak akan tinggal diam. Dia bahkan rela mengorbankan nyawa orang lain hanya demi keuntungannya sendiri. Memang benar kata Gama, selama ini dia hanya menghidupi parasit yang lama kelamaan akan membunuhnya dari dalam. Sejak awal Johan tidak pernah berniat ingin bekerja bersamanya.

"Minta yang di kantor selidiki siapa yang bertanggung jawab atas gedung ini, berikan seluruh rinciannya padaku secepatnya." Tristan menambahkan, "kumpulkan semua data bangunan yang dikerjakan Johan selama bekerja dengan kita."

Meski pun penasaran kenapa Tristan meminta pekerjaan Johan. Dimas tetap mengangguk patuh. Mungkin sudah bisa menebak bahwa Johan bisa jadi dalang dari semua masalah ini. Johan tidak pernah muncul setelah Tristan cuti selama hampir dua minggu. Bosnya itu juga tidak pernah menyinggung nama pria itu lagi setelahnya. Padahal dia pergi tanpa kabar dan beberapa hari kemudian terdengar berita jika ia sudah bekerja di perusahaan pesaing mereka.

"Ada tim kita yang di rumah sakit?"

"Ada, Irma di situ."

"Minta dia kabari ke aku segera mengenai keadaan korban! Kemudian kamu selidiki siapa yang mengaku datang dari studio kita. Dan lanjutkan inspeksi gedung segera. Kita perlu tahu apa yang bisa menyebabkan bangunan yang bisa bertahan puluhan tahun amblas dalam dua tahun!"

"Baik pak!"

Satu anak mengalami trauma di kepala, dan yang satu lagi patah tangan kanan. Penjaga sekolah mengalami patah kaki. Pengasuh gegar otak ringan dan satu guru menderita luka sobek dengan 20 jahitan di kakinya. Seperti itu laporan Irma padanya satu jam kemudian. Terlalu banyak orang yang terluka dan ia merasa itu adalah tanggung jawabnya. Tentu saja keluarga korban melaporkan ini pada polisi.

If Loving You is WrongWhere stories live. Discover now