Enam - Arrow

1.5K 126 36
                                    


Cinta itu seperti sebuah anak panah. Mereka hanya melesat pada satu target.
Tapi, sebuah target bisa saja diincar lebih dari satu anak panah.

***

Berdasarkan info yang seratus persen bisa dipertanggungjawabkan, bahwa Gama kemarin tidak sempat pulang ke rumah. Jadi, Kaia menyiapkan beberapa potong pakaian dan membuat makan siang yang sehat dan bergizi untuk Gama. Yah maklumlah, yang disukai Gama dari dirinya hanya masakan yang ia masak, setidaknya itu yang Kania tahu. Meski pun begitu, Kania tetap berusaha untuk membuat dirinya secantik mungkin siapa tahu Gama bisa kepincut melihat gincu berwarna oranye yang dia pakai.

Sayangnya Si sumber informasi, Bian, terlalu lambat memberitahunya sehingga ia tak sempat berangkat bersama Kaia dua jam yang lalu. Karenanya dengan sangat terpaksa Kania pergi menggunakan taksi dengan bawaan yang sangat banyak.

Butuh waktu satu jam untuk mencapai rumah sakit Cinta Sehat tempat dimana Gama - dan adiknya Kaia pernah - bekerja. Beberapa perawat sudah mengenalinya sebagai Kakak dari Kaia karena ia sudah sering berkunjung kesini. Dengan modal bertanya di stasiun perawat, ia mendapatkan informasi bahwa Gama sedang memeriksa salah satu pasien. Jadi, Kania memutuskan untuk menunggu di ruangan Gama.

Karena dokter biasanya selalu siaga dengan ponselnya. Kania mencoba untuk menghubungi Gama. Dan tanpa diduga, pria itu hanya dalam waktu hitungan detik saja langsung menerima teleponnya.

"Halo, kamu dimana? Aku di CS nih. Mau nganter pakaian buat kamu."

"Oh ya? Kamu taruh aja di ruanganku."

"Nggak bisa, kantongnya mau ku bawa lagi pulang. Dukung kampanye ramah lingkungan! Jadi, aku tunggu kamu." gerutu Kania berkeras hati.

"Aku lagi sama Tristan. Dia collapse. Kamu kesini aja."

***

Saat kesadaran Tristan kembali. Indera pertama yang bekerja adalah hidungnya. Bau khas rumah sakit langsung menusuk hidung. Ia membuka mata dan disambut warna putih langit-langit bangunan, ada infus tergantung dan terhubung oleh jarum infus ke tangannya, dan dihadapannya seorang pria sedang berpangku tangan menatap ke arahnya.

"Halo jagoan! Mau jadi Si Pitung ya? Main berantem-berantem. Kamu pikir kamu Chris John?" omel Gama ketika Tristan membuka matanya dengan sempurna.

Tristan mendengus, ia bergerak sedikit untuk mencari posisi yang lebih nyaman sembari berkata : "Berisik."

"Gimana jantungnya? Berdebar? Mungkin kamu jatuh cinta?!" lagi-lagi Gama berseloroh mengganggu ketentraman sahabatnya.

"Gamaliel!" Tristan berdesis, mengingatkan Gama untuk berhenti.

Gama berhenti memangku tangan di atas ranjang Tristan. Kini ia bersandar di kursi sembari melipat tangan di dada. Menatap Tristan dengan pandangan menyipit, menuntut penjelasan. "Makanya. Maksudku... aku tahu kamu marah, Tris. Tapi, harusnya kamu bisa ajak temen buat datengin Johan. Kamu sendirian kesitu sampai koleps, untung belum jadi bangke."

Lagi-lagi Tristan mendelik. Tapi ia menyerah untuk menghentikan sahabatnya dengan kata-kata. "Aku tahu, aku kebawa emosi..."

Gama memandang dengan tatapan menghakimi. Mencoba untuk terlihat tajam dan tegas. Meski seorang Gama tak akan pernah terlihat seram karena bibir yang bersudut dalam sehingga membuat dia terlihat selalu tersenyum.

"Ck. Kamu tahu obat yang mereka kasih bahaya buat jantung kamu. Mungkin itu sebabnya kamu jadi lemah kayak gini."

Tristan menghela nafasnya, ia mengangguk-angguk. "Sebenernya aku sempat dirawat tiga hari setelah hari itu," ucapnya dengan suara yang masih lemah.

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang