Sebelas

769 76 10
                                    


Semula tak ada yang menyadari benar ada yang baru memasuki hall pameran. Lagipula siapa yang sibuk memperhatikan yang masuk atau keluar dari sana. Itu sebelum dia datang. Hak sepatu yang terbuat dari kayu itu beradu dengan lantai marmer. Seakan memanggil orang-orang di sekitar untuk memperhatikan sosoknya yang menawan. Yah, itu memang bukan suatu hal yang berlebihan, yang pria langsung bersiul rendah sedangkan yang wanita langsung terkesiap, iri.

Bagaimana tidak, dia memang cantik. Wajahnya sangat kentara merupakan percampuran dari dua ras, negara barat setidaknya dan asia tenggara. Rahang itu terlalu bergaris keras, memiliki mata menjorok ke dalam khas orang kulit putih dan namun iris berwarna sehitam arang. Kemudian bibir itu diwarnai dengan lipstik merah marun, tebal dan begitu merindukan ciuman. Lalu ke bagian yang membuat para pria enggan berkedip, tubuh yang indah, bokong dan dada yang kencang serta kaki mulus dan jenjang. Sepertinya wanita itu tahu benar kelebihannya sehingga ia memakai pakaian yang sesuai. Dress bodycon  selutut berwarna mocca yang membungkus ketat tubuhnya, sekaligus memamerkan kulitnya yang kecokelatan terbakar sinar matahari.

Seakan tak menyadari satu pun mata yang penasaran akan dirinya. Wanita itu terus berjalan berlenggak-lenggok menuju satu orang yang memakai tanda khusus panitia yang tergantung di leher.

"Saya Lena Merytamun," tanyanya dengan warna suara yang agak serak sembari mengulurkan tangan. Ia menunggu sejenak agar diajaknya bicara membalas jabat tangan yang ia tawarkan. "Saya teman Tristan dan kesini mau ketemu dia."

"Ah ya. Pak Tristan sedang makan siang sama teman-temannya," ucap si panitia, salah satu dari wanita yang ternganga akan pesona Lena, secara harfiah sungguh membuatnya terlena. Dan meski pun ia pernah melihat Lena ini sebelumnya, jauh bertahun-tahun yang lalu, Lena justru semakin cantik.

"Oh, kalau begitu, saya tunggu dia sambil lihat-lihat." Lena memberikan senyum yang membuat gigi-giginya yang besar terlihat.

"I-ya Mbak."

"Panggil saya Lena aja..."

"Baik... L-Len—Oh itu, Pak Tristan udah balik!"

Si panitia menunjuk, dan entah mengapa merasa begitu ter-selamatkan oleh kehadiran bosnya disana. Tristan masih bersama kedua sahabatnya berjalan sambil berbincang tanpa sadar mantan pacarnya yang dulu sedang mencarinya. Yah, mantan pacar.

"Tristan!!" panggil Lena dengan nada riang dan bersemangat.

Tristan beserta Gama dan Kania menoleh bersamaan. Kecuali Tristan yang kaget, Gama dan Kania justru kebingungan akan sosok yang memanggil Tristan itu, cantik dan sexy. Mereka tak pernah tahu Tristan punya kenalan yang seperti ini selama mereka bersahabat. Yah kecuali saat dulu Tristan kuliah di Manhattan dan memulai karir rookienya disana.

"Apa kabar? Udah lama nggak ketemu, Tris!"

Lena langsung berlari kecil memeluk Tristan penuh kerinduan, yang membuat Gama mendelik dan Kania berdeham kasar.

Tristan melepaskan pelukan mereka segera, namun mengatur air mukanya tetap ramah seakan ia tidak keberatan dengan pelukan itu. "Baik, kamu sampai di Indo?"

"Dua hari yang lalu, sebenernya mau langsung nemuin kamu di kantor. Tapi setelah lihat brosur pameran kamu, aku putusin langsung kesini!"

"Aku tersanjung." Tristan melempar senyum bijak. "Kamu lama disini?"

Dalam sekejap mata Lena berubah berbinar, dengan semangat ia menceritakan tujuannya. Seperti seorang anak yang menceritakan kisah pertama mereka pada ibu. "Kemungkinan besar aku menetap! Aku sudah ketemu beberapa brand yang mau kerjasama denganku!"

If Loving You is WrongWhere stories live. Discover now