|04|Yogyakarta Itu Indah

15 3 0
                                    

Kemarin malam, gue dan Danu pulang sekitar jam setengah sembilan. Itu ditambah dengan perjalanannya. Lalu aku langsung berbaring di tempat tidur. Menikmati hawa dingin Yogyakarta yang tidak ada habisnya.

Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Tapi tadi sempat bude membangunkanku karena mau di ajak lari pagi. Tapi kujawab dengan mata terpejam, bahwa aku tidak mau. Dengan itu, bude tidak tanya lagi. Gue berjalan menuju dapur dan langsung disapa hangat oleh pakde, bude dan Sari anaknya bude.

Sarapan kali ini adalah sayur bayam dengan lauk tahu, tempe dan sambal. Gue terpaksa mengambil tahunya saja beserta sambal. Karena gue tidak suka tempe. Jangan menghujat dulu, bagiku tempe itu sedikit aneh. Entah kenapa gue gak suka tempe. Yang jelas saat gue menggigit tempe rasanya, hii ... Gak bisa di jelaskan.

"Loh nduk tempenya dimakan."

"Gak papa Bude, tahu aja," jawabku sungkan.

"Oh iya Bude lupa kalau kamu gak suka tempe. Nanti Bude masakin ayam ya buat makan malam?" tawar bude ramah.

"Eh? Terus anak Bude, Sari, suka gak sama ayam? Pakde?"

"Tenang wae Pakde sama Sari suka ayam juga. Sari, gelem ngancani Mbak Adel mlaku-mlaku ing njaba? Ing lapangan utawa ing ngendi wae."

"Nggeh Pak. Mengko, Sari arep ngerjakake pakaryan ndisik," jawab Sari di tengah-tengah makan.

"Ohh yawes, njalok tulong mbek Mbak Adel. Pinter iki Mbak Adel."

"Nggeh Pak. Bapak mengko arep nangdi?"

"Arep nandur nak sawah. Jogoen Ibumu ambek Adel yo."

Sari yang berada di depanku mengangguk menurut. Sungguh keluarga yang harmonis. Bahasanya benar-benar kalem. Apalagi dengan cuaca yang dingin seperti ini. Rasanya adem banget.

Setelah selesai makan dengan lauk sederhana tetapi enak. Aku berniat untuk mandi tapi setelah itu tidak tau harus berbuat apa. Mungkin saat di desa begini pakaiannya harus simpel saja, karena banyaknya tanah di pekarangan dan juga jika pergi ke sawah akan mudah. Aku berjalan kembali menuju kamar dan mengambil pakaian paling sederhana, yaitu sweeter hitam dengan corak putih dan merah dilengkapi dengan kaos dalam dan celana jogger hitam.

Selesai mandi aku menuju ke teras rumah untuk menghirup udara pagi yang sejuk ini. Langkah kaki terdengar dari belakang, sontak aku menoleh.

"Kenapa Sari?"

"Kakak mau jalan-jalan tidak?"

"Ke mana?"

"Ke saw–"

Belum sempat Sari melanjutkan kata-katanya. Terdapat suara serak basah lelaki yang segera menginjakkan kakinya di teras ini.

"Assalamualaikum!" salam lelaki itu.

Aku dan Sari sontak menoleh. Di pekarangan rumah, Doni dan Danu berjalan menghampiri kita berdua.

"Waalaikumsalam," ucapku bersama Sari.

"Mbak, Masku mau bicara, tuh." Setelah mengucapkan itu Doni langsung menuju ruang tamu dan duduk santai di sana.

"Sari tinggal dulu, Kak."

Sari melenggang pergi menuju ke dalam. Tinggalah aku dan Danu berdua di teras rumah ini.

"Eh, duduk dulu."

Kita berdua duduk di kursi bambu yang memanjang. Dilihat-lihat kursi itu sudah lumayan rapuh tapi masih tetap kokoh untuk menampung orang. Aku duduk manis agak berjauhan dari Danu. Menjaga jarak supaya tidak menimbulkan fitnah.

Nothing Is Impossible [SLOW UPDATE!]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz