31 - It's Okay not to be Okay

Start from the beginning
                                    

"Ah, kerja kalian lama!" Selesai mengucapkannya, Zaidan langsung berlari memasuki hutan. Seruan dari para senior yang menyuruhnya untuk kembali terus terdengar, tapi Zaidan tidak memedulikannya.

"Heh! Lo masuk ke hutan malah nambah masalah buat senior tau gak!" teriak Wawan murka.

"Tuh anak bikin gue naik darah, asu!" lanjutnya sambil berkacak pinggang.

"Udahlah, biarin aja. Gak ada diantara kita yang bisa melawan Zaidan. Lebih baik lo kumpulin para senior cowok dan suruh mereka kumpul," kata ketua.

Wawan mengangguk setelah mulai agak tenang. Ia pun menyuruh teman-temannya lewat walkie-talkie yang dia pegang untuk segera berkumpul di satu titik. Sepuluh senior cowok disuruh menyebar untuk mencari Ruwi dan Zaidan yang masih berada di dalam hutan.

👣👣👣

Zaidan memasuki hutan semakin dalam. Terbukti dari rimbunnya pepohonan dan tumbuhan liar. Sedari tadi ia terus-menerus meneriaki nama Ruwi hingga membuat pita suaranya terasa serak. Ia sama sekali tidak peduli jika harus kehilangan suaranya karena yang terpenting menurutnya adalah menemukan Ruwi.

"Ruwi! Lo di mana?!" teriakan Zaidan memecah heningnya malam di hutan itu.

Cowok itu terus melangkah tak tentu arah. Matanya harus bekerja dua kali untuk bisa melihat di lingkungan gelap itu. Meski belum membuahkan hasil, ia tidak akan menyerah untuk terus menelusuri setiap sudut kegelapan. Ia kembali meneriaki nama gadis itu dengan harapan mendapat jawaban.

Perjalanan Zaidan langsung terhenti saat melihat Ruwi dari kejauhan sedang berjalan membelakanginya. Gadis itu terlihat berjalan lunglai seraya memegangi kepalanya. Khawatir dengan yang terjadi, Zaidan segera berlari mendekat. Langkahnya kembali terhenti saat mendengar suara isak tangis dari Ruwi yang semakin lama semakin keras.

"Ayah!" seru Ruwi ditengah-tengah tangis kerasnya.

Zaidan dibuat diam membeku. Ia tak berani berjalan mendekat lagi. Sorot mata Zaidan sepenuhnya mengarah pada punggung Ruwi yang terlihat naik turun seirama dengan tangis yang terisak-isak. Meski tidak tahu penyebabnya, Zaidan dapat memahami betapa rapuhnya Ruwi saat ini. Tak ingin mengganggu, Zaidan memutuskan mundur beberapa langkah dan bersembunyi di balik pohon. Membiarkan Ruwi menangis sendirian mungkin keputusan yang tepat.

"Ayah ..., Kenapa Ayah tega meninggalkan Ruwi sendirian di hutan? Ruwi takut, Yah!"

Mendengarnya, Zaidan mulai paham bahwa yang sedang ditangisi oleh Ruwi sekarang adalah ayah. Zaidan tahu Ruwi menjadi yatim piatu sejak kecil, karenanya ia dapat menyimpulkan kalau Ruwi sedang mengingat masa lalunya. Masa lalu menyangkut 'ayah' yang telah memberikan goresan luka besar di hati anaknya.

Dalam situasi seperti ini, Zaidan sudah tidak tahan lagi melihat Ruwi menangis. Tangisan itu sungguh menghancurkan hatinya. Sampai pada satu titik, Zaidan memutuskan keluar dari persembunyian dan berjalan mendekati Ruwi.

"Ruwi."

Selang beberapa detik, pemilik nama itu menghentikan tangisnya. Ia mengangkat kepala dan mulai mencari sumber suara. Dengan sedikit perasaan takut, Ruwi mengarahkan pandangannya ke belakang dan mendapati seseorang --yang tak lain adalah Zaidan-- sudah berdiri di belakangnya.

"Ayah ...?" gumam Ruwi. Keadaan di sekitar lumayan gelap dan entah mengapa Ruwi langsung menyimpulkan kalau sosok pria jangkung itu adalah ayahnya. Mungkin saat ini ia sedang berhalusinasi tentang sosok ayah yang sangat ia rindukan.

Napas Ruwi terdengar kasar. Tanpa banyak bicara, dia langsung bangkit dan memeluk tubuh Zaidan yang dalam sudut pandangnya dia anggap sebagai sosok ayah. "Akhirnya Ayah datang menjemput Ruwi," bisik Ruwi seraya mempererat pelukannya.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now