J Z W

348 27 4
                                    

Aquila Jayawardhana kembali menatap bayangannya di cermin untuk yang terakhir kali, mengecek apakah penampilannya sudah terlihat sempurna dari berbagai sudut. Mulai dari gaun Versace yang Mama Jelita belikan hingga perhiasan bernilai ratusan juta rupiah hadiah dari Nenek Elisha yang melekat di badannya.

"Sempurna," gumam Aquila sembari tersenyum.

"Udah siap Quil?" suara laki-laki terdengar dari balik pintu kamar Aquila.

"Udah, masuk aja Sa. Pintunya enggak dikunci," jawab Aquila sembari memoleskan lipstik berwarna merah di bibirnya.

Laki-laki itu masuk ke kamar Aquila dengan sedikit menggerutu, "lama banget sih Quil, udah jam berapa se..." suara laki-laki itu berhenti saat dirinya melihat Aquila yang berdiri tepat di depannya, "wow," hanya satu kata itu yang terucap dari bibirnya saat melihat penampilan Aquila malam ini.

Bertahun-tahun mengenal Aquila Jayawardhana tidak membuat seorang Aqsa Wibisana menjadi kebal dengan pesona yang dimiliki oleh sahabatnya sedari SMA ini. Aqsa selalu berpikir kenapa bisa ada orang dengan aura semenarik dan memabukkan seperti Aquila?

"Earth to Aqsa Wibisana!" suara Aquila menyadarkan Aqsa dari rasa kagumnya setelah melihat penampilan Aquila.

Aquila terkekeh geli melihat muka Aqsa yang menurutnya sangat lucu kalau sedang seperti ini, "gimana? Cantik enggak? Ada yang kurang enggak? Antingnya kekecilan ya? Atau makeupnya bikin gue tua?"

Perempuan dengan segala kekhawatirannya. Walaupun dilihat dari segi mana pun Aquila seharusnya tidak perlu merasa insecure dengan fisik serta wajah yang diberikan Tuhan kepadanya, bahkan hanya dengan piama saja Aquila akan tetap terlihat cantik dan menarik.

"You look perfect, Quil," jawab Aqsa jujur. Dan jawaban Aqsa cukup untuk menenangkan Aquila. Karena untuk Aquila pendapat Aqsa adalah yang paling penting, karena Aqsa akan selalu jujur kepadanya. Selalu.

Aquila datang bersama Aqsa ke Charity Night malam ini. Seharusnya Tama - kekasih Aquila- yang mendampinginya malam ini, tapi Tama mendadak harus menghadiri meeting pemegang saham di Hongkong, membuat Aquila lagi-lagi harus mengalah.

"Have fun Quil, maaf aku enggak bisa nemenin kamu," adalah pesan terakhir Tama yang tidak Aquila balas, I'm going to have fun tonight without you, Tam. Janji Aquila ke dirinya sendirinya.

Sesampainya di main ballroom Jayawardhana Strategic Building, tempat berlangsungnya acara Charity Night, Aquila dan Aqsa langsung disuguhkan segelas champagne oleh seorang waiter. Mereka berdua melihat sekeliling untuk mencari wajah-wajah yang mereka kenal. Aquila tentu saja mencari para saudara laki-lakinya, tidak lain tidak bukan untuk memarahi mereka yang semakin jarang pulang ke rumah keluarga di Menteng.

Rumah keluarga yang dimaksud Aquila ini bukan Rumah Besar yang dihuni oleh Hendra dan Elisha Jayawardhana, melainkan rumah James dan Jelita Jayawardhana. Semua keluarga inti Jayawardhana itu tinggal di Menteng, hanya berbeda blok saja. Namun rumah keluarga tersebut jarang ditinggali oleh cucu-cucu Jayawardhana yang lebih memilih untuk tinggal di apartemen masing-masing, walaupun sebagian masih tinggal di Menteng.

Ponsel Aqsa berbunyi dan terlihat nama Ibunya, sepertinya orang tua Aqsa sudah sampai, pikir Aquila. Dan benar saja, setelah menutup telefon, Aqsa langsung izin meninggalkan Aquila untuk menjemput kedua orang tuanya di lobi.

"Quil, gue jemput Ibu sama Bapak dulu ya. Lo enggak apa-apa kan gue tinggal sendiri?" tanya Aqsa sembari melihat ke siluet seseorang yang sedang mendekat ke arah mereka berdua.

Aquila menatap wajah Aqsa dengan heran, "segelas champagne udah bikin lo mabuk ya? Ini kan acara keluarga gue, Sa. Ya gue enggak apa-apa lah lo tinggalin sementara. Emang kenapa sih?"

the jayawardhanas ; ensemble castsWhere stories live. Discover now