Nanti, Kalau Sudah Besar

85 14 1
                                    

"Nggak boleh ... nanti aja, ya, kalau kamu sudah besar ... Kita cari wahana lain aja, yuk?"

Kina menoleh pada gadis kecil di sebelahnya yang terhalangi pembatas antrean wahana bianglala. Sepenglihatan Kina, ibunya sedang berusaha membujuk gadis kecil yang sedang cemberut itu untuk tidak menaiki wahana bianglala. Antrean ini begitu panjang. Kina adalah salah satu di antara antrean panjang itu. Bersama Sam yang kelihatan sekali sudah bosannya.

"Kenapa? Kamu bosan, ya?"

Sam menghela napas berat, "Masih lama, Na?"

Ia mengubah posisi berdirinya, "Kalau tahu bakal selama ini, aku nggak bakal mau nurutin permintaan kamu," lanjutnya.

Kina cemberut, ia bersedekap. "Ah, kamu mah nggak ikhlas."

Ia melirik antrean di depannya, "Tinggal lima antrean lagi, kok, Sam ...," ucapnya memelas.

Sam diam. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku jeans berniat mengalihkan kebosanannya, terjun sebentar di sosial media. Keputusan yang salah, memang, mengunjungi taman hiburan ketika hari libur seperti sekarang ini. Hingga beberapa menit setelahnya suara Kina menginterupsinya untuk menyimpan kembali ponselnya.

"Udah. Yuk, Sam. Udah dapet tiketnya, nih." Kina melihatkan dua tiket yang sudah didapatnya pada petugas ke pada Sam.

Sam mengernyit heran, "Lho? Udah kamu bayar?"

Kina mengangguk. "Udah, ayo cepetan. Antrean di belakang masih panjang, tahu!"

Sam menoleh pada antrean yang mengular di belakangnya. Sempat-sempatnya laki-laki itu menoleh padahal wajah perempuan yang tepat mengantre di belakangnya sudah sangat tidak enak menurut Kina. Kina menarik lengan Sam menuju kubikel yang sudah dibukakan pintunya itu oleh petugas.

Sudah sepuluh menit berlalu sejak bianglala itu berputar. Dan sejak itu pula Kina tidak henti-hentinya berdecak kagum melihat pemandangan di bawahnya. Lautan manusia yang berserakan mengantre di wahananya masing-masing, anak kecil yang lari-larian seperti semut yang berkeliaran, ibukota Jakarta yang tampak lebih memesona dari atas.

"Oh iya, Sam, kamu denger nggak, tadi ada ibu-ibu yang ngelarang anaknya buat naik bianglala?"

Sam menoleh pada perempuan di depannya, "Nggak. Emang dia ngomong apa?"

"Dia bilang kalau naik bianglalanya waktu udah besar aja."

"Ya, wajar dong? Lagian kan, bahaya buat anak kecil, Na."

Kina meneguk minuman dingin yang telah disediakan. "Tapi bukan itu, sih, Sam, yang narik perhatian aku."

"Terus?"

"Kenapa, ya, orangtua tuh kalau ngelarang waktu kita masih kecil selalu dengan kalimat, nanti, ya, kalau sudah besar ..."

"Kan, waktu masih kecil kita belum bisa jaga diri, Na."

"Menurut kamu, aku udah besar belum, Sam?" Kina menopang dagu, menatap intens laki-laki berkaos putih di depannya.

"Kalau yang kamu maksud soal angka dan fisik, udah pasti udah, lah, Na. Tapi kalau yang kamu maksud gimana caranya menentukan sikap, aku nggak tahu jawabannya karena itu ada di diri kamu sendiri. Cuma kamu yang bisa ngejawabnya."

Kina mengangguk-angguk, kagum sekali mendengar jawaban Sam. Kubikel mereka sudah berada di tempat yang sama seperti pertama kali mereka naik tadi. Sebentar sekali, rasanya. Padahal, bianglala ini besar dan geraknya pun lumayan lambat. Ah, selalu ada yang beranjak tanpa disadari, ya?

---

-ars
Jun 16, 2020


The Deep TalkWhere stories live. Discover now