Agen Rahasia

185 36 6
                                    

Braga petang ini ramai, seperti biasanya. Dua orang manusia itu sedang menyelam di antara kerumunan untuk merasakan sendiri euforianya.

"Kayaknya aku besok pengen jadi agen rahasia, deh, Sam."

Pernyataan yang keluar dari mulut Kina berhasil membuat Sam terkejut, "Hah? Kamu mimpi, Na? Aneh banget tiba-tiba pengen jadi agen rahasia. Kita masih di Bandung, kamu ingat itu."

Kina terkekeh melihat respons laki-laki di sebelahnya. Gadis itu sesekali memotret sekelilingnya dengan kamera yang menggantung di leher. "Aku nggak mimpi, Sam. Kepikiran aja. Pasti seru tuh, nyamar jadi orang lain dan berusaha buat biasa-biasa aja padahal sebenarnya lagi ngejalani misi rahasia buat selamatin bumi. Keren, gitu. Aku suka lihatnya."

"Kamu lagi kenapa sih, Na?" Sam berhenti berjalan. Di depan mereka gedung-gedung bergaya klasik berdiri dengan megah.

Kina ikut berhenti, ia melihat sekitar dan menemukan seorang penjual es krim tidak jauh dari sana. "Ya ... Nggak kenapa-kenapa, Sam. Aku habis nonton Spy in Love tadi. Kepikiran, deh, sampai sekarang. Mau es krim dong, Sam ...."

Sam menoleh ke arah telunjuk gadis itu. Ia lalu menyuruh Kina untuk menunggu sebentar di sana sementara ia membeli es krim.

Kina yang ditinggal sendirian kembali sibuk dengan kameranya. Entah sudah berapa momen yang telah ia abadikan sejak dari Cikapundung. Waktu sudah pukul enam, semburat senja sangat menawan bila dilihat dari jalan ini.

"Pantesan kamu ngomongin agen rahasia dari tadi. Tapi aku setuju deh, sama apa yang kamu bilang. Agen rahasia tuh keren. Pake baju hitam-hitam. Apalagi pas megang senjata, tuh! Duh, jadi pengen jadi agen rahasia juga."

Sam sudah balik dengan dua cone es krim di masing-masing tangannya. Seolah sudah paham rasa apa yang Kina inginkan, ia memberikan es krim berperisa vanila itu pada gadis di sebelahnya.

Kina menerima es krim itu dengan senang hati. "Tuh, kan! Tadi malah bilang aku mimpi!"

Sam terkekeh, tanpa diperintah, tangannya mengacak-acak rambut Kina hingga gadis di sebelahnya itu kesal. "Kamunya aja yang nggak jelas tiba-tiba bilang pengen jadi agen rahasia. Mana aku ngerti, coba."

Kina makin cemberut, "Salahin aja aku terus. Tapi by the way, seriusan deh, aku pengen jadi agen rahasia, Sam."

"Alasan kamu selain biar kelihatan keren apa, Na?"

Mereka sudah berjalan kembali. Ada banyak penjual lukisan di jalan Braga ini. Sesekali Kina melirik siapa tahu ada yang mengena di hatinya.

"Aku suka yang kayak-kayak gitu, Sam. Mecahin kode rahasia, sembunyi di identitas orang lain, ngejalanin misi yang kayak petualangan, dibuat bingung, menerka-nerka alasan suatu kejadian, semua yang sifatnya rahasia, aku suka, Sam."

Mata gadis itu berbinar ketika mengatakan itu. Sam jadi tersenyum melihat betapa manisnya gadis di sebelahnya itu.

"Menarik. Buat orang misterius dan susah ditebak kayak kamu ini lumayan cocok jadi agen rahasia. Tapi beneran, Na? Kamu serius pengen jadi agent?"

Kina di sebelahnya terkekeh, tidak menyangka laki-laki itu menanggapi serius ucapannya.

"Ya ... digenggam aja dulu, Sam. Masalah nggak tercapainya itu urusan belakangan. Lagian aku juga udah punya bayangan kalau cuma kecil kemungkinan aku jadi agen rahasia. Jadi kalau misalnya nanti beneran nggak terwujud, aku nggak kecewa-kecewa amat."

Jalanan mulai ramai oleh kendaraan. Walaupun begitu, Braga kali ini terasa sangat menyenangkan bagi Sam. Entah karena gadis di sebelahnya atau karena Bandung memang indah, ia tidak tahu.

"Aku kadang kagum sekaligus heran sama kamu, tahu nggak? Ada ya, orang aneh kaya kamu ini."

Kina tersenyum, lalu menatap laki-laki itu, "Kenapa emangnya, Sam? Seaneh apa aku emangnya?"

"Kamu pikir aja sendiri, Na. Terlalu banyak pemikiran aneh yang udah kamu tunjukin ke aku sampai aku ngerasa udah jadi ikutan aneh, tahu nggak?"

"Ye! Kamunya aja yang nggak nyadar kalau kamu tuh emang udah aneh dari dulu. Pakai nyalahin aku segala lagi." Kina tidak terima.

"Nggak ada tuh, aku. Aku realistis. Nggak sama kayak kamu."

Kina memberengut. "Sam! Udah, deh."

"Canda, Na. Baper amat. Masa calon agent, gini, sih? Eh, tapi, Na ... jangan jadi agen rahasia, deh ...."

"Lho? Kenapa emang?" Kernyitan di dahi gadis itu kelihatan.

"Bahaya, Na. Kamu perempuan. Jangan deh."

"Ada kali, agen rahasia perempuan. Lebih keren, lagi. Liat aja tuh, di film Men in Black: Internasional. Dia perempuan, pemeran utama, lagi. Jadi agen rahasia juga."

Kali ini Sam bisa menyimpulkan kalau gadis di sampingnya itu benar-benar suka dengan petualangan misterius. "Agent M menakjubkan banget, ya, di sana?"

Kina membulatkan matanya. "Kamu juga nonton?!"

Sam terkekeh sembari mengangguk. "Tapi beneran deh, Na. Nggak usah jadi agen rahasia."

"Ya kenapa, Sam?"

"Ya jangan aja." Sam tidak lagi menatap gadis di sampingnya.

"Kamu khawatir sama aku, Sam?" goda Kina yang sayangnya tepat sasaran.

Sam menoleh, mendapati gadis itu ada di sana dengan sebelah alis yang naik, ia kembali fokus ke jalanan. Tawanya tidak dapat ia tahan, sebenarnya.

"Enggak. Aku cuma nggak mau aja kamu kenapa-kenapa."

Kina yang duluan terbahak, "Sama aja kali! Gengsi amat bilang khawatir. Lagipula aku cuma berandai-andai tadi."

Pipi Sam memerah. "Ah, udah ah! Cepetan jalannya, udah jam setengah tujuh." Ia lalu berjalan lebih cepat dari Kina.

Sedangkan gadis yang kameranya masih setia di lehernya itu terkekeh. "Ada, ya, orang gengsian kaya dia."

***

HAHA! Lucu deh, senyum-senyum sendiri gue nulis ini😆

Media: pinterest

—ars
0:10 AM, Apr 11th, 2020

The Deep TalkWhere stories live. Discover now