Harapan dan Ekspektasi

87 6 4
                                    

Hari ini Samudera ingin sekali mendengar suara itu. Suara yang tidak merdu, tapi cukup untuk membuatnya merasa aman. Semua hal tentang perempuan itu tanpa sadar sudah jadi hal yang menyenangkan baginya.

"Kina, lagi di mana?" tidak tahan, ia akhirnya menelepon perempuan itu.

"Aku lagi beli es cokelat. Ayo ke sini!" Riuh di sekitarnya cukup membuat suara Kina tenggelam.

Sam sudah tahu di mana tempat itu. Kedai kecil di dalam gang sempit yang selalu ramai. Anehnya, Kina suka sekali es cokelat di sana. Padahal, menurut Sam masih ada banyak es cokelat lain yang lebih enak daripada es cokelat di sana. Akses ke dalam pun juga tidak mudah. Satu-satunya cara untuk sampai di sana adalah dengan jalan kaki.

Hanya butuh lima belas menit bagi Sam untuk sampai di sana. Matanya langsung menangkap tubuh Kina yang sedang duduk di bangku yang disediakan pemilik kedai. Perempuan itu sedang asyik menikmati es cokelatnya dengan sepotong roti bantal. Sam buru-buru ikut memesan satu es cokelat lagi. Ia kemudian duduk di bangku seberang Kina.

"Kok cepet banget?" tanya perempuan itu setelah menyeruput es cokelatnya.

Sam mengelak, "Kamu aja yang ngerasa gitu."

Hening. Kina masih sibuk dengan es cokelatnya, sedangkan Sam sibuk memandanginya. Sepuluh menit kemudian, pesanan es cokelat Sam datang. Laki-laki itu kemudian segera membawa Kina keluar dari sana.

"Mau ke mana ..."

Sam tidak menjawab. Ia menggenggam tangan Kina dan membawanya berjalan keluar dari sesaknya kedai es cokelat itu.

"Ayo naik bus!" Ajak Sam tiba-tiba.

Kening Kina mengerut. "Jawab dulu mau ke mana ..."

Sam tersenyum. "Emang harus ada tujuannya?"

Kina akhirnya ikut saja. Di halte depan gang kedai es cokelat itu, Kina mengambil tempat untuk duduk sebentar sementara menunggu busnya datang. Sam segera memberikan es cokelat pesanannya tadi pada Kina. "Kenapa dipesan kalo nggak mau?" Kina bertanya.

"Emang buat kamu."

Kina tidak menjawab. Sam juga tidak melihatnya. Ia menyibukkan dirinya melihat jalanan di depannya. Mendung, hari ini. Matahari tertutupi oleh awan. Tipikal cuaca yang sangat disukai Kina.

Bus akhirnya datang. Sam mengode Kina untuk segera naik. Untungnya, masih ada tempat duduk yang kosong. Kina masih saja sibuk dengan es cokelatnya. Ia baru sadar bahwa perlahan rintik hujan menyapa kaca jendela di sampingnya. Waktu yang tepat sekali bagi mereka sehingga tidak perlu kehujanan menunggu bus di halte.

Kina menilik wajah Samudera yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu melamun. Pandangannya kosong. "Kenapa, Samudera?"

Lamunan Sam buyar. Namun, ia sengaja tidak menatap Kina. Ia kemudian menghela napas. "Kamu pernah nggak Na, nggak pengen jadi siapa-siapa? Maksudku, cuma jadi diri kamu sendiri, apa adanya."

Kina terdiam. Ia menepikan es cokelatnya. Tidak biasanya wajah teduh laki-laki itu penuh dengan gemuruh tidak terlihat. Ia memperbaiki duduknya menghadap Sam. "Pernah. Ini sekarang aku lagi kayak gitu," ucap Kina lembut.

Sam akhirnya memberanikan diri menatap wajah Kina, pemandangan favoritnya beberapa tahun ini. "Aku juga pengen Na, kayak gitu. Cuma makin aku berusaha buat nggak jadi apa-apa, makin banyak yang berharap sama aku buat harus jadi apapun itu namanya."

Kina tahu perasaan itu. Perasaan saat tekanan ada dimana-mana. Seolah di mana pun berada, akan ada saja panggung tidak kasat mata dengan ribuan penonton yang berharap bahwa pertunjukannya dapat memenuhi ekspektasi mereka semua. Perasaan yang membunuh dirimu sendiri. Perasaan yang mati-matian Kina tenggelamkan habis di dasar hatinya. Perasaan yang harus selalu ia pantau sambil diberi jarak.

"Emang nggak mudah, Sam. Tapi aku yakin kamu bisa. Pelan-pelan aja. Pelan-pelan timbun harapan orang lain itu di dasar paling dalam hati kamu. Gantiin sama suara yang pengen kamu denger. Suara hati kamu sendiri," ucap Kina dengan kalimat magisnya.

Sam tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya tersenyum lembut. Senyum yang melegakan. Senyum yang mengatakan bahwa sekarang sudah tidak apa-apa, semua baik-baik saja. Selama ada perempuan itu di sampingnya. Selama ada Kina.

Kina balas menatapnya dengan lembut dan tulus. "Just know that i'm always here, okay?"

Hujan makin deras. Tidak ada di antara mereka yang tahu sudah berapa halte yang mereka lewatkan. Lebih tepatnya, mereka sama sekali tidak peduli. Tujuan bukan masalah yang harus dipikirkan ketika berangkat. Perjalanan. Itu yang paling penting buat Kina dan Sam.

***

hi!!!
terima kasih udah selalu nungguin ceritanya Kina dan Sam.  maaf sekali sudah buat kalian menunggu. anyway, i wanna ask you guys, something. aku harus tetep lanjut ceritanya Kina dan Sam yang begini atau aku sebaiknya bikin cerita tentang mereka dengan tema dan jalan cerita yang saling berkaitan di antara tiap chapternya? tapi aku bakal butuh banyak banget waktu buat memulai menulisnya. lebih lama dari update cerita ini huhu i'm so sorry.

so... what do you guys, think?

July 4th, '23

love,
ars

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 05, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Deep TalkWhere stories live. Discover now