Perihal yang Jelas dan Tidak Jelas

109 15 2
                                    

"Sam, menurutmu status dalam sebuah hubungan itu penting, nggak?"

Samudera tersedak. Kina buru-buru menepuk punggung laki-laki itu pelan, tidak menyangka Samudera akan sebegitu terkejutnya.

"Kamu kebiasaan deh, kalau nanya langsung yang susah-susah," ucap Samudera ketika ia telah berhasil mengendalikan diri, kembali menikmati mie ayam di depannya.

Mereka ada di sebuah warung mie ayam di tengah-tengah pasar di tengah kota Jakarta. Suara bising berasal dari segala arah. Para pedagang yang bersorak menjajakan dagangannya bersahut-sahutan, suara khas pasar yang akan selalu ditemui di mana pun itu. Samudera sudah bertanya dua kali pada Kina untuk memastikan dan perempuan itu selalu menjawab dengan, "Aku mau ada di tengah keramaian, Sam."

Kina menundukkan kepalanya. "Pertanyaanku susah, ya, Sam? Maaf deh..."

Samudera terkekeh, ia menggelengkan kepalanya melihat betapa menggemaskannya perempuan di hadapannya itu. "Sebenarnya pertanyaanmu mudah, Kina. Jawabannya yang susah karena selalu ada banyak sudut pandang dan kita harus berusaha paham semuanya."

Kina mengangguk. "Jadi..."

"Ada yang bilang status itu penting, Kina. Penting buat orang-orang yang selalu butuh kejelasan, seakan hidupnya cuma buat menjelaskan yang sebenarnya sudah jelas. Aku nggak tahu sebenarnya gunanya untuk apa," sahut Samudera. Ia kembali menandaskan mie ayam di depannya hingga hanya tersisa kuah.

Kina terkekeh. "Mungkin mereka pikir status adalah hal yang harus disertifikatkan, Sam," ucapnya membuat Samudera membalas dengan kekehan pula.

"Kalau menurutmu, Kina? Seberapa penting status buatmu?" tanya Samudera balik.

Kina kelihatan berpikir, telunjuknya ia letakkan di dagu. Tidak sadar kalau wajahnya selalu menggemaskan kalau begitu. "Kamu tahu sendiri jawabannya, Sam. Aku selalu memilih hidup di antara ketidakjelasan. Orang-orang bilang aku aneh dan kuakui itu. Tapi mungkin mereka nggak pernah mau paham maksudku apa, Sam." Ia menatap laki-laki di depannya sekilas, lalu kembali melanjutkan. "Menurutku, selama kita merasa nyaman sama seseorang dan merasakan ada kedamaian waktu lagi sama dia, dinikmati aja. Dinikmati apa yang udah ada. Dinikmati kebingungannya. Karena nggak selamanya kejelasan itu membuat kita tenang."

"Mungkin orang lain bilang aku bodoh, Sam, tapi kamu pasti tahu maksudku apa. Seringkali kejelasan status membuat seseorang sulit buat bergerak bahkan hanya untuk membahagiakan dirinya sendiri. Mereka terkunci di sebuah ruang yang beratasnamakan status. Nggak enak, Sam. Seenggaknya buat aku yang nggak pernah mau dibatasi ruang geraknya."

Samudera mengangguk paham. Ia kemudian menyahut, "Sebagian orang bilang itu adalah pembuktian cinta, Kina. Tapi kita sendiri tahu kalau cinta itu cuma bisa dirasakan, nggak bisa dilihat seberapa banyak kadarnya. Mungkin di awal pembuktian itu bahagia seakan mengejar, tapi setelahnya cinta itu pasti nggak akan sebegitu besarnya, Kina. Terkikis bahkan hilang begitu saja."

Kina tersenyum. Ia kemudian mendapat sebuah kesimpulan. "Ada atau nggaknya sebuah status yang jelas, itu pilihan, Sam. Kita cuma bisa berpendapat dan nggak ada yang salah soal itu."

Samudera mengangguk. Ia beranjak dari tempat duduk diikuti oleh Kina. "Ayo, pulang."

Di tengah keramaian itu, selalu ada cara bagi mereka untuk berdiskusi. Mungkin sesepele status, tapi diam-diam berhasil membuka pikiran mereka bahwa ada tidaknya sebuah kejelasan, yang paling penting dari semua itu adalah kenyamanan dan kebahagiaan.

Seperti keduanya.

Siapa yang tahu apa sebenarnya jenis hubungan di antara mereka?

***

Memasuki lima bab terakhir sebelum kumpulan deep talk Kina dan Samudera selesai.

Selamat baca!

Ars,
Oct 1, 2020

The Deep TalkDär berättelser lever. Upptäck nu