BAB 49

72.3K 6K 1.2K
                                    

"Mia, mengapa pagi tadi Mr. George memanggilmu?" Ellena membuka pembicaraan, ketika ia dan Mia tengah menikmati makan siang di kafetaria.

Sembari mengunyah chicken steak miliknya, Mia menggeleng. "Hanya pembicaraan biasa."

Ellena mengangguk mengerti. Mengenal Mia selama beberapa bulan telah membuatnya memahami dengan baik tabiat wanita itu. Ucapan Mia barusan mengandung dua makna. Pertama, hal yang dibicarakan memang tidak penting. Kedua, topik tersebut bersifat pribadi dan Mia tidak ingin membicarakannya. Maka jika sudah demikian, Ellena memilih tidak bertanya lagi.

"Bagaimana dengan sakit kepalamu? Kau tidak berencana memeriksakannya?" Ellena mengganti topik pembicaraan.

"Hm, aku berencana untuk izin dari kantor dan pergi ke rumah sakit pada hari Senin nanti."

"Apakah rasanya begitu sakit?"

"Saat sedang kambuh, cukup menyakitkan. Terkadang rasa nyerinya menyebar ke bagian mata, bahkan hingga ke leher."

"Hm. Kedua matamu bahkan terlihat sayu," timpal Ellena. "Kalau begitu, segeralah periksa, jangan ditunda lagi."

Mia mengangguk. Tepat saat itu, pandangannya menangkap sosok Vanessa yang bergerak memasuki kafetaria. Perempuan tersebut tampak berjalan di belakang beberapa rekannya dari divisi pemasaran.

"Ms. Higgins terlihat tidak terlalu senang dengan divisi barunya." Ellena berkomentar seraya turut menatap Vanessa. Alih-alih bergabung dengan para rekannya, wanita berambut pirang itu terlihat memilih menikmati makan siang seorang diri.

Mia menghela napas, mencoba mengusir rasa bersalah yang kembali merayapi benak.

"Mia, kau tahu mengapa Ms. Higgins dipindahkan ke bagian pemasaran?" tanya Ellena.

Mia terdiam sebentar, kemudian menggeleng pelan. Vanessa sudah cukup menerima hukuman dalam bentuk penurunan jabatan, Mia tidak mungkin menambah dengan membuka aibnya.

***

Sementara itu, di barisan sebelah kanan, William tengah menikmati makan siang bersama Carlos yang duduk tepat di hadapannya.

"Kemarin dia melabrakku." Carlos membuka pembicaraan sembari menyantap chicken steak dengan lahap.

William mengangkat wajah, menatap Carlos dengan bingung. Seraya mengerutkan dahi ia bertanya, "Siapa?"

"Siapa lagi? Istrimu." Carlos menunjuk Mia yang berada jauh di belakang mereka dengan gerakan kepala. "Dia menuduhku mengadukan perihal Ethan dan Vanessa padamu."

"Benarkah?" William tersenyum kecil. Lantas ia mengangguk-anggukkan kepala seraya berkata, "Dia melakukan hal yang tepat."

Mendengar ucapan William, kedua mata Carlos seketika mendelik. "Tepat katamu?" tanyanya dengan nada tak percaya. Ia meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring, lalu menatap William dengan pandangan tidak terima. "Hei, kenapa kau jadi membelanya? Kau pikir, jika bukan karena aku, bagaimana kau akan tahu soal itu, hah?" protes Carlos. Lelaki itu mendesah dramatis. "Wah, tidak kusangka kau akan berubah menjadi pengkhianat seperti ini."

William hanya diam, tidak menyahuti kata-kata Carlos. Dan itu membuat lelaki di hadapannya menjadi sedikit berang.

"Oh Tuhanku, mengapa aku harus berteman dengan sepasang suami istri menyebalkan seperti mereka?" Carlos merutuk. Ia sengaja menggumamkan kalimat tersebut dengan sedikit keras, agar William dapat mendengarnya dengan jelas.

William mendengkus sebal. Lantas, ia menjejalkan sepotong kentang ke dalam mulut Carlos. "Tidak usah banyak bicara. Cepat habiskan makananmu."

***

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang