BAB 38

68K 6.1K 662
                                    

William menelusuri wajah Mia yang terlelap di sisinya. Menatap mata, hidung, bibir, serta sekujur wajah sang istri, lalu tersenyum dalam diam. Entah sejak kapan, memandang kecantikan Mia menjadi candu tersendiri untuk William. Bahkan belakangan, tanpa diketahui oleh wanita itu, William kerap menikmati wajah Mia yang tertidur lebih dulu.

Sebuah sentakan mendadak menyerang dada William, tatkala Mia yang tertidur menghadapnya tiba-tiba saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Membuat senyum bahagia perlahan terukir di wajah lelaki itu. Lalu dengan gerakan amat sangat pelan, William membawa tubuhnya kian mendekat, hingga nyaris tidak ada jarak di antara mereka. Sebelah tangan ia gunakan untuk menahan kepala Mia, sebelah lagi dilingkarkannya pada pinggang wanita itu.

Sejujurnya, hari ini, William menyadari bahwa ia tidak menjadi diri sendiri. Rasanya aneh memang. Dan sangat sulit. Sepanjang hari, ia harus menahan untuk tidak mengucapkan kalimat bernada sinis. Meski jauh dalam lubuk hati, William memang tidak pernah berniat menyakiti hati Mia—maupun orang lain. William hanya tidak mengerti bagaimana menunjukkan kejujuran dengan cara yang manis, itu sebabnya ia selalu bersikap blak-blakan.

Namun, hari ini, dengan berpegang pada saran-saran Carlos, William berhasil menahan diri dengan baik. Dan untuk pertama kali dalam hidup, ia tidak menyesal mengikuti tips sialan temannya yang bermulut besar itu.

***

Masa liburan sudah berakhir, pagi ini Mia telah kembali ke kantor. Dan sejak kedatangannya, Ellena sudah merongrong Mia dengan berbagai pertanyaan.

"Jadi, sebenarnya kalian pergi berbulan madu?"

"Apakah sekarang, kalian sudah berencana memiliki baby?"

"Kalian pergi berlibur ke mana? Ah, biar kutebak. Pasti ke tempat yang sangat romantis."

Mia tidak mampu menahan tawa mendapati kehebohan Ellena. Terlebih menangkap wajah kesal perempuan itu, saat Mia bersikeras tidak mau menjawab satu pun dari pertanyaan yang ia lontarkan.

"Nanti, aku akan menceritakannya padamu. Sekarang, kita harus fokus bekerja," sahut Mia sembari menyalakan komputer.

Ellena menyerah. Bibirnya tampak mengerucut sebentar. "Kau sudah berjanji, oke?" kata perempuan itu, lalu kembali ke kubikel miliknya.

"Ya, Ellena, yaaa ...," jawab Mia seraya tertawa. Tepat saat komputernya sudah menyala dan berfugsi dengan sempurna, sebuah pop up muncul di layar.

Mia, tolong ke ruanganku sekarang juga.

Mendapati nama pengirim yang tertera, Mia menghela napas. Ethan George. Entah apa lagi mau lelaki itu. Meski berurusan dengannya adalah suatu keharusan—mengingat Ethan adalah atasannya—tetap saja, setelah peristiwa-peristiwa kemarin, bertemu Ethan untuk saat ini bukan hal yang menyenangkan bagi Mia.

Dengan berat hati, Mia bangkit dari kursi. Gerakannya tersebut mengundang Ellena menoleh. "Kau mau ke mana?"

"Manajer memanggilku," sahut Mia, lalu beranjak keluar dari ruangan tersebut, berjalan menuju ruang milik Ethan. Begitu ia mengetuk pintu, perintah untuk masuk terdengar. Wajah maskulin Ethan yang dipenuhi cambang-cambang halus seketika memenuhi pandangan mata, begitu Mia berderap ke dalam.

"Duduklah, Mia." Ethan berkata santai, seraya menunjuk kursi di hadapannya. Mia lantas menurut. Mengambil posisi pada tempat tersebut.

Ethan memindai wajah Mia dengan kedua mata, lalu berdeham pelan. "Kau tentu tahu, sejak Addison mengundurkan diri, posisi asisten manajer keuangan menjadi kosong."

Mia mengangguk.

"Beberapa hari ini, aku berusaha memikirkan siapa kandidat yang pantas menduduki posisi tersebut. Dan setelah kupertimbangkan dengan sangat matang ... pilihanku jatuh padamu."

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang