BAB 27

80.8K 6.7K 414
                                    

Pagi-pagi sekali, William sudah menyiapkan sarapan di dapur. Melihat Mia yang tampak lesu, William ingin melakukan sesuatu untuknya. Paling tidak, agar wanita itu sedikit merasa lebih baik, serta tidak terlalu memikirkan masalah yang ada. William memandang puas pada hash brown berteman poached egg serta bacon di atas meja. Tak lupa, ia menyiapkan segelas susu untuk Mia, sesuai kebiasaan wanita itu setiap pagi.

"Kau sedang apa?" Mia terdengar menyapa William, membuat lelaki itu menoleh ke ambang pintu. Sejenak, ia terpana memandang sang istri. Pagi ini, Mia tampak kian cantik dalam balutan blouse biru muda bermotif bunga, dengan bawahan rok putih sebatas lutut. Memandang kaki jenjang wanita itu, William tanpa sadar meneguk ludah.

"Wah, kau menyiapkan sarapan?" Mia hampir memekik senang, memecah kebekuan lelaki itu.

"Duduklah." William menggeser seporsi hash brown ke hadapan Mia. Tidak sabar, Mia segera mencicipi panekuk kentang tersebut.

"Ini enak sekali ...," puji Mia dengan tulus. "Sepertinya, kau berbakat dalam hal memasak. Mengapa kau tidak jadi koki saja?" Ocehan Mia mengundang tawa kecil di bibir William. Lelaki itu bahkan tidak menyentuh sarapannya sama sekali, terlalu asyik memandangi Mia yang makan dengan lahap.

"Kau suka?" tanya William kemudian.

Mia mengangguk cepat. "Aku bahkan sangat iri, karena tidak pandai memasak sebaik dirimu."

William kembali tertawa. Tangannya tiba-tiba saja terulur, menyentuh sudut bibir Mia, mengambil remah makanan yang menempel. "Makanlah dengan pelan, Mia," katanya, dengan senyum yang tak kunjung hilang.

Perlakuan William yang begitu mendadak membuat Mia terperanjat, hingga wanita itu berhenti mengunyah untuk sebentar. Meski mereka sudah pernah melakukan sesuatu yang lebih dari ini, tetap saja, gerakan William barusan mampu melahirkan rona merah di pipi Mia. Perempuan itu cepat-cepat menunduk dan melahap suapan kedua.

"Aku akan membuatkanmu makanan-makanan yang lain nanti," kata William, sambil mulai melahap poached egg-nya.

"Aku akan memegang janjimu." Mia mengulas senyum.

Mia tampak ceria saat menikmati hidangan sarapan dengan William, dan lelaki itu mensyukuri hal tersebut. Namun, ternyata, kebahagiaan wanita itu tidak berlangsung lama. Sebab usai makan dan memutuskan berangkat ke kantor, Mia bungkam sepanjang jalan. Ia hanya membuang pandangan ke luar melalui kaca jendela, sedang William sesekali melirik padanya.

William tahu beban macam apa yang melingkupi benak Mia. Sebentar lagi mereka akan tiba di kantor, dan ia harus kembali menghadapi tatapan sinis para karyawan. Jelas, itu bukan hal yang menyenangkan. Bahkan ketika ban mobil William berhasil mendarat di pelataran parkir, Mia masih tidak membuka suara. Saat perempuan itu hendak bergerak turun, William menahan lengannya.

"Ada apa?" Mia menatap William dengan bingung.

"Aku selalu ada di belakangmu."

Kerutan di dahi Mia kian dalam. "Maksudmu?"

William diam sebentar, tatapannya menembus jauh ke dalam bola mata wanita itu. "Sekeras apa pun mereka mencoba menjatuhkanmu, percayalah, Mia, aku selalu ada di belakangmu. Jangan takut. Aku pastikan, semua akan baik-baik saja."

Mia terpana mendengar ucapan William. Terlebih, mendapati nada lembut dalam suaranya. Entah mengapa, kenyataan bahwa lelaki itu berupaya menguatkannya, membuat dada Mia dibanjiri rasa hangat. Dan tenang. Seraya tersenyum, ia kemudian berkata, "Terima kasih, William."

William mengangguk. Kedua matanya terus mengawasi Mia, tatkala perempuan itu bergerak turun dari mobil, dan berjalan memasuki gedung kantor. William membuang napas dengan keras. Melihat Mia yang berusaha untuk terlihat baik-baik saja, hatinya sungguh terasa sakit. Demi apa pun, ia ingin meringankan beban wanita itu.

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang