BAB 35

70.2K 6.2K 439
                                    

"Sepertinya, kalian cukup dekat." William berujar dengan nada menyindir, sepeninggal Jason Anthony dan Jake Sanders. Acara makan malam bertajuk kepentingan bisnis telah berakhir, kini William dan Mia tengah berjalan menuju parkiran.

"Tidak begitu," sanggah Mia. "Kami bahkan berada pada kelas yang berbeda.

William tersenyum sinis. "Tidak begitu," ucapnya, menirukan perkataan sang istri. "Tapi, dia bahkan menghapal minuman favoritmu."

Mia terkekeh pelan. "Hanya kebetulan. Mungkin dia mengingatnya, karena terakhir kali kami bertemu, aku memesan minuman yang sama."

Langkah kedua orang itu terhenti di sisi mobil William. Alih-alih bergerak masuk, William memutar tubuh, menghadap Mia yang sebelumnya berjalan di belakangnya. Lelaki itu menghela napas panjang, kedua matanya menatap lurus pada sang istri.

Dengan nada datar William berkata, "Ethan George dan Jason Anthony. Aku tidak suka kau tersenyum ramah pada mereka."

***

"Ethan George dan Jason Anthony. Aku tidak suka kau tersenyum ramah pada mereka."

Kalimat yang diucapkan William beberapa jam lalu kembali terngiang di telinga Mia. Perempuan itu juga masih belum dapat melupakan genggaman tangan William, sepanjang perjalanan mereka memasuki restoran. Bahkan ketika mengucapkan salam perpisahan pada kolega bisnisnya, William kembali menggenggam jemari Mia. Entah hanya agar terlihat sebagai pasangan yang harmonis, Mia tidak begitu tahu. Yang jelas, segala perlakuan lelaki itu sukses menyita pikirannya. Mungkinkah William serius dengan ungkapan perasaannya malam itu?

Mia mendesah panjang, benar-benar bingung. Akhir-akhir ini, kepalanya bahkan terasa sakit akibat terlalu banyak berpikir. Sebenarnya Mia tidak ingin mengambil pusing dengan pernyataan William, hanya saja tindakan lelaki itu juga terlihat berbeda di beberapa waktu. Meski masih bersikap ketus, Mia menyadari perhatian serta kepeduliannya yang tersembunyi.

"Kau kenapa?"

Tiba-tiba saja, William terdengar bertanya. Tatapannya mengarah pada Mia yang tampak menerawang. Waktu sudah hampir larut malam, tetapi wanita itu tidak kunjung tidur. Membuat William yang sejak tadi sibuk membaca buku, menoleh dengan heran.

Mia mendesah seraya bangkit dari tidur. Mengubah posisi menjadi duduk, bersandar pada headboard. "Kepalaku nyeri," ucap perempuan itu, sembari memijit dahi.

William seketika menutup buku di tangan, meletakkan benda itu di atas meja. Matanya mengamati wajah Mia. "Kau sakit?"

"Kau memiliki obat pereda nyeri?"

"Tunggulah, aku akan mengambilkannya," sahut William, lalu bergerak cepat menuruni ranjang, berjalan keluar dari kamar. Tidak sampai tujuh menit, lelaki itu sudah kembali dengan sebutir pil berwarna putih, serta segelas air. Ia mengangsurkan kedua benda itu pada sang istri.

"Kau sakit?" William bertanya lagi, mengabaikan ucapan terima kasih yang Mia lontarkan. Lelaki itu merasa heran, sebab seharian tadi, Mia tampak baik-baik saja.

Mia menggeleng. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa akhir-akhir ini, kepalanya sering terasa sakit memikirkan tingkah aneh William.

"Sungguh? Bagaimana jika besok kita pergi ke dokter?"

"Aku tidak apa-apa, Will." Mia menyela cepat. Tangannya meletakkan gelas di atas nakas. Dengan gerakan pelan, Mia kembali berbaring. Ia seketika mematung, ketika William membantu menutupi tubuhnya dengan selimut.

Mia memandangi William. Ia melihat jelas, wajah lelaki itu menyimpan cemas.

***

"Bagaimana kepalamu? Masih terasa sakit?" tanya William, keesokan paginya. Ia meraih secangkir kopi dari atas meja, lalu menyeruput dengan pelan. Kedua matanya mengawasi Mia yang tengah melahap roti selai.

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang