71 | kejutan tengah malam

179K 23K 2.2K
                                    




71 | kejutan tengah malam



SUARA bel membuat Zane yang memang belum lelap jadi terbangun lagi.

Aneh, karena sekarang pasti sudah malam sekali.

Dia jarang menerima tamu.

Selain Sabrina, paling hanya Rachel yang datang. Atau Gusti kalau ada maunya, tapi Gusti jelas nggak akan datang mendadak.

Lelaki itu menegakkan sedikit kepalanya untuk melirik jam di nakas.

Benar, sudah nyaris tengah malam.

Sabrina yang berada di pelukannya jelas jadi ikut menggeliat karena pergerakannya barusan.

Shit.

Tamu nggak tahu diri. Mentang-mentang Zane belum married, dikiranya dia kurang kerjaan kalau malam-malam begini! Seenak jidat, datang nggak pakai janji.

Perlahan-lahan dia tarik lengannya dari belakang kepala Sabrina, juga dia lepaskan lengan perempuan itu yang melingkari pinggangnya.

Sabrina menggeliat lagi.

Zane ekstra berhati-hati agar tidak sampai membangunkan pacarnya yang sudah rese sekali malam ini, karena dia sudah tidak punya energi untuk meladeninya. Kemudian dia keluar dengan langkah perlahan. Tak lupa mencomot celana dan kaos yang tadi dia sampirkan ke punggung sofa dan memakainya sambil berjalan menuju pintu.

Shit.

Shit.

Demi Tuhan.

SHIT!

Begitu daun pintu dia kuakkan, Gusti dan sekitar setengah lusin teman-temannya sudah berdiri di hadapannya.

Nampak semringah. Tanpa dosa.

Termasuk Ehsan, Mail, dan Bimo.

SHIT!

Kenapa bisa pas sekali?

Dia bahkan belum sempat membereskan jejak-jejak Sabrina dari rumahnya saking tidak kepikiran siapa tamunya!

Meski jelas teman-temannya tidak akan kepikiran Sabrina-lah yang sedang terlelap di kasurnya sekarang hanya dengan sekali melihat sepatunya di rak, mau tidak mau jantung Zane jadi bertalu-talu karena panik dan khawatir.

Meskipun dalam hal ini sebenarnya dia juga tidak bersalah karena tidak sedang merebut Sabrina dari siapa pun.

Tapi tetap saja, dia merasa tidak enak hati dan belum siap hubungannya terbongkar di depan Bimo. Di depan yang lain.

"Kita nggak disuruh masuk, Bos?" Gusti menyadarkan Zane dari lamunannya.

Sumpah, kalau nggak ada CCTV---dan nggak di depan teman-temannya yang lain---mungkin Zane sudah menonjok mukanya.

Zane lalu membuka pintunya lebar-lebar, tanpa sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.

"Pindah ke sini gak kabar-kabar, Bro. Tau gitu gue sering mampir, deh."

Endra menepuk bahunya sambil melepas sepatu, dan kontan saja mata pria itu terpaku pada stiletto Sabrina yang terpampang di depan mata.

"Ah, iya. Belum lama, soalnya." Zane sengaja mendorong punggungnya supaya segera berlalu dari belakang pintu.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang