70 | lambaikan tangan, zane!

Start from the beginning
                                    

Zane melengos, tidak menyahut. Merasa tertipu.

Perempuan itu ternyata sama sekali belum tidur.

"HP ke mana lagi? Dihubungin nggak bisa-bisa!" Perempuan itu bangkit duduk, melipat kedua tangan di dada.

Zane cuma bisa meringis.

Tadi seharian Gusti menyembunyikan ponselnya karena ketinggalan di warung makan saat mereka pergi sarapan.

Sabrina berdecak. "Gue pengen marah."

"Tapi?"

"Tapi nggak bisa. Udah terlanjur bucin."

Zane tertawa, mengulurkan tangan untuk memeluknya. "Ya udah, nggak usah. Marah-marah biar apa, coba?"

Sabrina menepis dan mencubit lengannya dengan sekuat tenaga. Sakit sih, tapi impas, lah. Zane bisa membayangkan betapa kesalnya dia menunggu tanpa kabar.

"Sorry, sorry. Abis lo juga mendadak, sih, datengnya. Kalau bilang dari semalam, kan, pasti gue langsung pulang.

"Emang tadi mampir ke mana dulu?"

Zane mingkem. Nggak mungkin dia bilang kalau dirinya sudah makan malam. Bisa ngamuk calon ibu negara.

"Ngopi dulu sama Bang Hotman." Akhirnya dia ngeles dikit. Dia memang ngopi juga tadi, setelah makan.

"Nggak laper? Betah amat ngobrol."

"Laper. Ini mau makan." Dan semoga nanti dia tidak muntah-muntah karena kekenyangan.

Perempuan itu mesem. Zane mesem juga, puas karena tidak dicurigai, dan puas karena tidak ada pertumpahan darah.

"Elo masih pakai baju kerja gini, pasti belum mandi seharian." Lelaki itu mengalihkan topik. Syukur-syukur dia disuruh makan sendiri, jadi kalau muntah tidak akan ketahuan, meski sejujurnya masakan Sabrina terlalu sayang untuk dimuntahkan.

Sabrina diam.

Zane mencubit pipinya.

Dan kalau diingat-ingat, ternyata akhir-akhir ini dia jadi sering sekali mengingatkan perempuan itu untuk mandi.

Padahal cewek di mana-mana kalau punya pacar jadi rajin dandan, nggak, sih?

"Sana mandi dulu, gih. Bau asem."

"Mandiin."

Zane melotot melihat perempuan itu malah eteng-entengan merentangan kedua lengan ke arahnya, dengan tampang pasrah pula.

"Ih, kalo gue yang mandiin, nanti jadinya bukan mandi doang."

"Terus ngapain?"

Zane berdecak.

Cewek satu ini jago banget flirting-nya. Bikin cowok yang dengar langsung merinding.

"Mulai, deh. Gue laundry juga otak lo ntar."

Sabrina meringis. "Ya udah. Nggak mau mandi."

"Ck. Nanti kasur gue jamuran kena bau badan lo."

"Sialan." Sabrina mencubit lengannya lagi.

Zane terkekeh, kemudian menariknya dengan paksa sampai berdiri. "Mau shower apa berendam? Kalau berendam gue siapin airnya. Kurang baik apa gue, coba?"

Sabrina mencebikkan bibir. "Siapin air."

Zane setuju, langsung berjalan duluan ke kamar mandi. Mengisi jacuzzi dengan air hangat, menuang essential oil ke dalamnya.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now