DUA PULUH TUJUH

850 64 12
                                    

"MAKAN BAKSO PAKE SASA, I LOVE YOU DISHA!!." Reno kini tengah menghebohkan seluruh kelas Kimia-2 dengan kedatangannya bersama Abram, Tegar, Fano dan Angga. Saat ini ia sedang berusaha merayu Disha untuk menjadi pasangan prom night nya nanti. Sedangkan gadis itu kini tengah dilanda rasa malu yang tak tertampung lagi. Wajah cantiknya sudah berubah menjadi merah padam.

"Disha, di jawab dong pertanyaan abang Reno yang tadi." Abram mencuil lengan Disha.

"I-iya ma-mau." ucap Disha terbata-bata. Ia tidak berani menatap Reno, kepalanya hanya tertunduk ke bawah.

"Bener nih mau?." tanya Reno meyakinkan. Disha menggangguk kecil, kini ia memberanikan diri untuk menatap Reno yang tengah duduk di depannya.

"YES!!." Reno bersorak kegirangan. Akhirnya ia memiliki pasangan prom night.

"Disha nanti pas prom night pake baju yang cantik ya, Reno ke kantin dulu." ucap Reno dengan nada dibuat selembut mungkin. Kemudian ia mengedipkan sebelah matanya ke arah Disha, membuat teman-temannya bersorak iri kepadanya. Siapapun pasti mendambakan posisi Disha saat ini. Walaupun kelakuan Reno terkadang memalukan, wajah tampannya tidak bisa dibohongi bahwa Reno juga seorang yang romantis.

Melihat kelas Kimia-2 menjadi ramai dengan sorakan para kaum hawa, keempat teman Reno hanya bergidik geli dengan tingkah sahabatnya itu. Reno memang yang paling jago dalam urusan cewek diantara mereka berlima. Meski ia terkenal dengan cap playboy, namun tidak menurunkan popularitas dirinya dikalangan anak perempuan.

"Mau lo pacarin tuh si Disha?." tanya Tegar penasaran dengan apa rencana Reno selanjutnya.

"Enggak kok, buat nemenin gue di prom night aja." jawab Reno santai, tangan kanannya masuk ke dalam saku celananya.

"Kacau lo Ren! Kalo si Disha udah baper sama lo gimana?." kini Fano yang bersuara.

"Kalo dia baper ya gue tanggung jawab." Reno terkekeh pelan.

"Bagus Ren! Jangan kayak tetangga sebelah ya, udah ngebaperin eh tau taunya—" ucapan Abram berhenti ketika ia merasa ada yang menatapnya sinis. Abram merasakan ada aura-aura negatif. Ternyata benar, Angga sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Setajam silet!

"Ampun bang." Abram menyatukan kedua telapak tangannya seraya tertawa kecil didepan Angga. Cowok itu malah memutar bola matanya malas.

"Mang, bakso lima ya, sama es teh manisnya lima, yang satu jangan terlalu banyak gulanya, buat Abram, soalnya Abram udah manis." ucap Abram panjang lebar ketika sampai di kios Mang Deden.

Lima cowok itu kini duduk di kantin yang belum terlalu ramai. Seperti biasa, mereka memilih tempat duduk di pojok kantin. Tempat paling pewe katanya.

"Lo semua udah ngeliat mading?." celetuk Tegar menatap teman-temannya satu persatu.

"Emang ada apaan?." tanya Fano penasaran.

"Ruangan buat Ujian Nasional." jawab Tegar santai.

"Nggak kerasa ya udah tinggal dua minggu lagi." Abram bersandar pada tembok. Ia tersenyum tipis.

"Bagus lah, biar gue bisa cepet-cepet pisah dari lo Bram." sahut Angga cuek.

"Kurang ajar lo!." Abram meninju pelan lengan Angga.

"Kalo udah sukses, jangan pada lupa sama gue!." Reno mengangkat kaki kirinya santai.

"Ngapain banget inget sama lo!." Angga tersenyum miring.

"Mulut lo emang paling akhlak-less Ngga!." Reno menatap tajam ke arah Angga. Sedangkan yang lain hanya tertawa melihat Angga yang tidak pernah berubah. Diantara mereka berlima, memang Angga lah yang terkesan sangat cuek dan ketus.

SERENDIPITY [END]Where stories live. Discover now