DELAPAN BELAS

1.3K 64 13
                                    

Seperti biasa, Tasya akan berangkat diantar oleh Putra. Setengah jam yang lalu, gadis ini sudah rapih dengan seragamnya. Sarapannya pun sudah habis disantap olehnya. Ia tinggal berangkat ke sekolah.

"Tumben nggak bawa bekel dua?." tanya Putra ketika melihat Tasya tidak sibuk seperti biasanya. Ia juga heran melihat hanya ada satu kotak bekal yang tergeletak di meja makan.

Tasya menghela nafas lemas. Ia seperti tidak bersemangat hari ini.

"Percuma, gue bawain bekel juga nggak pernah dimakan." ucap Tasya terang-terangan. Entah gadis itu sadar atau tidak, ucapan itu terlontar begitu saja dari bibirnya.

Putra terlihat menahan tawanya. Namun perlahan, bibirnya berubah menjadi senyuman tipis. Ia mengerti sekarang. Dugaannya benar saat itu. Bahwa Tasya menyukai Angga, dan bekal yang dibawakannya untuk Angga.

"Sya, mencintai itu nggak harus memiliki." ucap Putra serius, membuat Tasya menoleh ke arahnya.

"Apa lo nggak capek? Mencintai orang yang nggak cinta sama lo." lanjutnya.

Tasya tidak bergeming. Ia terdiam tidak bersuara. Memikirkan perkataan Putra barusan.

"Kalo perjuangan lo terus-terusan nggak dihargain, apa artinya kalo dia bukan nyuruh lo mundur?." ucap Putra lagi. Perkataannya terdengar sangat logis dan menusuk hati Tasya. Ucapannya benar-benar tepat sasaran.

"Stop perjuangin orang yang nggak mau diperjuangin Sya," Putra mengelus lembut puncak kepala Tasya. "Lo pantes bahagia." lanjutnya.

"Ayo berangkat." Putra meraih kunci motornya dan segera memakai jaket jeans kesayangannya. Ia kemudian pergi keluar rumah, meninggalkan Tasya yang masih duduk terpaku.

Apa gue harus nyerah Ngga?

Batin Tasya. Gadis itu kemudian mengusap wajahnya.

"Mau sampe kapan lo duduk di situ? Sampe doi peka?." Putra berteriak dari luar rumah, membuat lamunan Tasya buyar.

"Ck. Bawel banget sih lo!." Tasya akhirnya bangkit dari duduknya dan menghampiri Putra yang sudah duduk di atas motor.

***

Hari ini pelajaran olahraga. Tasya dan Rachel sudah berganti pakaian sejak lima belas menit yang lalu. Kini keduanya tengah duduk di tepi lapangan. Memperhatikan anak laki-laki yang sedang bermain bola.

"Lama banget Pak Barni." ucap Rachel dengan nada kesalnya. Namun, seketika rasa kesalnya bertambah saat Tasya tidak menyahuti ucapannya. Gadis itu malah bengong seraya menopang dagu dengan kedua tangannya.

"Sya, jangan bengong! Kesambet mampus lo!." Rachel menyikut pelan lengan Tasya, membuat gadis itu kembali tersadar. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Lo ngomong apaan tadi Ra?." tanya Tasya.

Rachel menghela nafas seraya mengusap wajahnya. Hari ini Tasya terlihat berbeda dari biasanya. Sejak pagi, gadis itu lebih banyak bengong. Rachel sendiri takut, ia seperti mayat hidup.

"Lo kenapa?." tanya Rachel, matanya menyorot ke arah Tasya.

Tasya hanya terdiam. Ekspresinya terlihat lesu dan tidak bersemangat.

SERENDIPITY [END]Where stories live. Discover now