Bagian 16

11.3K 902 119
                                    

Raysa kembali tersenyum cerah. Dia mendekati Regan dengan langkah gemulai lalu ketika sudah berhadapan, dia mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah tampan putra tirinya.

"Jika aku menjawab iya, apa kau cemburu?"

Regan menatap sinis wajah Raysa yang kini sudah ada tepat di hadapannya sedang menatapnya dengan sorot mata memuja, dengan segera Regan menepis jemari lentik wanita itu yang tengah membelai sisi wajahnya dengan gerakan menggoda.

"Jaga sikap mu, Raysa!" Regan menggeram di antara celah giginya.

Bukannya merasa malu, Raysa malah mengeluarkan kekehannya sembari melipat kedua lengannya di depan dadanya yang membusung.

"Kenapa, kau takut kalau sentuhanku akan membuatmu lupa diri lagi hmm?"

Regan memejamkan matanya sementara otot di rahangnya nampak menegang seperti menahan emosi.

"Kau gila!" Katanya sesaat ketika dia membuka matanya, menatap Raysa dengan permusuhan. "Jika tujuan mu datang kemari hanya untuk melontarkan omong kosongmu seperti biasa, lebih baik kau pulang karena aku tidak punya waktu untuk meladeni omong kosongmu."

Regan sudah berjalan ke arah mejanya, bermaksud mengabaikan Raysa seperti biasanya tapi wanita itu tidak mau menyerah, Raysa bahkan berani memeluknya untuk menahannya.

"Aku merindukanmu, Egan."

Regan mulai kesal, kepalan mulai terbentuk di tangannya. Dia meronta, menarik kasar lengan Raysa yang melingkari pinggangnya.

"Lepaskan, kau pikir apa yang sedang kau lakukan?"

Namun sepertinya pemberontakannya tidak berhasil karena kini Raysa malah semakin mengeratkan pelukannya, wanita itu bahkan tengah terisak-isak di balik punggung Regan.

"Ku mohon, beritahu aku apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkan kesalahanku?"

Regan tertegun, ucapan Raysa selalu saja berhasil mempengaruhi emosinya. Perlahan dia memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang sebelum akhirnya menjawab.

"Kau berselingkuh dengan kembaranku dan terburuk kau menikah dengan papaku. Sekarang beritahu aku, kesalahan mana yang kau ingin aku maafkan lebih dulu?"

Raysa seperti tertampar hatinya mendengar kalimat sindiran itu, ini pertama kalinya Regan menuturkan satu persatu kesalahannya setelah beberapa tahun berlalu, karena seingatnya sejak perpisahan mereka dulu Regan memilih bungkam dan selalu menghindarinya.

"Kau tidak bisa menjawabnya?" Tanya Regan setelah berhasil melepaskan diri, dia memutar tubuhnya dan memberikan tatapan dinginnya seperti biasa kepada wanita itu.

Raysa mendongak, menatap Regan dengan mata yang berair. "Aku menyesal, Egan. Aku benar-benar menyesalinya. Tapi kau harus tahu, hingga detik ini kau masih menjadi satu-satunya pria yang ada dihatiku."

Mendengar itu Regan malah tertawa. "Sebaiknya kau simpan saja omong kosongmu itu! Karena semua sudah terlambat, jadi nikmatilah pilihan mu saat ini."

Raysa menggenggam tangan Regan.
"Tidak ada yang terlambat, Egan. Kita hanya perlu menunggu sebentar lagi, hanya sampai papamu meninggal dan aku pasti akan kembali padamu."

"Apa kau sadar dengan yang kamu katakan barusan? Bukankah secara tidak langsung kau baru saja mendoakan papaku agar cepat meninggal?" Tanya Regan sinis

"Sudahlah Egan, kau jangan bersandiwara di hadapanku. Aku tahu hubungan kalian tidak pernah baik sejak dulu, karena itu kau tak perlu bersikap seakan kau akan merasa kehilangan jika si tua itu tiada."

"Tapi, faktanya yang kau sebut situa dan yang kau doakan agar cepat tiada itu adalah papaku, sialan!" Regan meraung murka.

Dia menyapu permukaan meja dengan kasar hingga benda-benda di atasnya berjatuhan ke lantai dan menimbulkan bunyi yang keras. Raysa yang melihat itu sontak terkejut, tubuhnya gemetaran saat melihat betapa menyeramkannya amarah Regan. Raysa melihat punggung Regan yang nampak menegang setelah sebelumnya pria itu melayangkan kepalan tinjunya pada permukaan meja yang di lapisi oleh kaca, darah segar mengucur dari buku-buku jemarinya.

Sang PenggantiWhere stories live. Discover now