Benar.1

23 1 0
                                    

Birunya langit sore ini tidak hadir, ia digantikan abu-abu yang beriringan dengan angin beralir semilir. Titik hujan turun satu persatu dan terpecah di kaca mobil. Manusia di luar sana mulai berlarian, tas maupun jas beralih fungsi menjadi payung. Dinginnya tidak terasa, tapi terlihat dari tempatku duduk ranting pohon bergoyang dan tak sedikit daun kuning yang terbang ke seberang jalan.

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi

Dibalik awan hitam

S'moga ada yang menerangi sisi gelap ini

Menanti seperti pelangi 

Setia menunggu hujan reda

KRATAK!!

BLARRR!!

Suaranya seperti memecah langit, aku khawatir kalau tiba-tiba saja langit retak. Di kejauhan kulihat kilatan cahaya membuat degup jantungku lebih cepat dalam sesaat. Untunglah langit tidak retak akibatnya. Lampu jalan masih menujukkan warna merahnya.

Sebentar lagi kami sampai di kantor kepolisian sesuai permintaan teman-teman Kyra. Dua mobil beriringan membelah jalanan di tengah hujan deras. Lima menit kemudian kami sampai di depan tujuan dan memarkirkan mobil di pelataran. Adam sudah menghubungi pihak polisi untuk kedatangan kami hari ini dan tentunya tidak mungkin untuk menghadap seseorang dengan enam orang sekaligus.

Kami keluar mobil dengan payung masing-masing lalu menuju tempat aman yang terindung dari hujan di terasan kantor. Dari mereka Naomi maju untuk masuk ke dalam karena bisa jadi petunjuk dari polisi akan berhubungan dengan pertemanan mereka selama ini. "Biar aku saja, Le," Radit menawarkan diri yang diangguki oleh kami semua. Naomi dan Radit masuk ke dalam, sedangkan kami menunggu di luar ruangan, lebih tepatnya kami masuk lagi ke dalam mobil.

Hujan masih saja deras, gemuruh tetap terdengar dari kejauhan tetapi tidak ada kilat yang menegangkan. Aku tidak sendiri di dalam mobil, Adam, Zoey dan Dara memilih untuk ikut masuk ke mobil Radit. Hening di antara kami tercipta, aku hanya menatap hujan di depanku. Jalanan yang lengang bermandikan air Tuhan sore ini terasa damai tapi membawa resah. Kyra tidak bersama kami sore ini, entah kemana dia sehari ini aku belum melihatnya.

Yang ...
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Di mana ada musim yang menunggu?

Telingaku menangkap nada di tengah lagu, suara mengalun. Ternyata mereka di belakang sedang sama-sama diam, Dara mengisi dengan lagu yang ia putar. Tak sadar aku menghela napas berat. Seiring waktu berjalan, lagu dari ponsel Dara terus berganti. Aku ikut menikmati tiap baitnya yang entah kenapa senada dengan hujan sore ini. Tiga puluh menit berlalu dengan tenang.

Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta?
Akan selalu ada tenang di sela-sela gelisah
Yang menunggu reda

Duk! Duk! Duk!

Kaca mobil sampingku diketuk, lagu yang terputar dihentikan. Tampak Radit dengan payungnya juga Naomi di sampingnya berbagi payung. Aku keluar, tiga yang lain ikut juga. "Kita ke rumahku, kita bicarakan di sana," ucap Radit setelah semua berhasil keluar. Kami semua setuju karena keadaan tidak mendukung. Naomi dan yang lain masuk ke mobil Adam, Radit membiarkan aku menyetir mobilnya. Kami melaju menerjang hujan dengan lamban berdampingan.

Ban mobil menciptakan cipratan tinggi saat mobil melintas di genangan air. Aku sengaja melakukannya karena itu seru. "Le?" aku menoleh sebentar ke Radit, ia sedang menatap genangan air di luar. Hujan sore ini cukup deras hingga berbuah banjir dalam kurun waktu kurang dari satu jam.

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن