Siapa Dia.2

31 3 0
                                    

Sambil menunggu Radit datang aku mendudukan diriku di lantai bersandar di dinding berwarna putih gading. Kuedarkan pandangan melihat sekeliling koridor yang kosong, angin juga seketika mendingin. Untung saja lampu masih berfungsi, kalau tidak mungkin aku sudah membenamkan wajahku di lutut.

"Le!"

Oh sial, suara Radit mengagetkanku. Aku menoleh cepat melihatnya yang sedang berjalan ke arahku seperti dikejar setan. "Tidak jadi kuis?" tanyanya saat sampai di depanku.

"Hehe, coba lihat grup chat kelas," aku hanya bisa menunjukkan deretan gigiku.

Dia mengikuti perkataanku dan sibuk menggulir chat grup. "Dibatalkan ya?"

Aku mengangguk sebagai jawaban, Radit merosot ikut duduk di sampingku. Jadilah kami berdua di lorong sepi yang dingin.

"Ingin ke perpustakaan tidak? Kelas lagi jam satu, ini masih jam sepuluh," tawar Radit padaku. Aku tahu niatnya pergi ke perpustakaan hanya untuk tidur. Aku menggeleng pelan, "Makan saja," Radit berbinar mendengar perkataanku, "Kamu yang traktir?" binar di matanya tak kunjung hilang.

"Kamu lebih kaya daripada aku, Dit. Sesekali mentraktirku tidak akan membuatmu jadi kere,"

"Ok. Tapi masih hujan,"

"Bagaimana dengan McD?" aku bertanya dengan semangat karena langka sekali ditraktir seorang Radit. Dia menggumam dan mengangguk sebagai jawaban. Kemudian kami larut dalam hening hanya suara hujan deras yang ganti berbicara di antara kami.

"Oh iya, aku tadi melihat Kyra," kalimatku memecah keheningan sekaligus mengejutkan seseorang di sampingku. Radit segera kembali normal dari keterkejutannya, tampak berusaha untuk terlihat biasa saja.

"Kenapa?" tanyaku karena Radit hanya diam.

"Kenapa, apanya?" dia balik menanyaiku dengan nada terputus, "Kenapa kaget begitu? Ada sesuatu yang salah?" Radit menggeleng pelan. Dia diam tak bersemangat tatap matanya sayu pada dinding kosong di hadapannya.

"Menurutmu bagaimana dengan kebun kemarin di belakang rumah Kyra?" kalimatnya terlontar pelan disusul helaan napas kasar. Radit terlihat gusar dengan apa yang baru saja diucapkannya.

"Aku lebih penasaran kenapa tidak dijaga, bisa saja ada pencuri masuk dan mencuri," sambungnya ketika aku diam saja tak menjawab.

"Entahlah, kurasa itu bisnis gelap. Bukan, itu memang bisnis gelap dan yang pasti terlarang. Bisa-bisanya keluarga Kyra punya kebun itu di belakang rumahnya," kami setuju untuk menyebut 'kebun itu' agar tidak membuat orang lain curiga saat mendengar obrolan kami.

"Tidak, tidak ada keluarga di rumah itu. Ada kabar burung atau lebih tepatnya gosip ala lelaki yang mengatakan kalau Kyra tinggal sendirian, beberapa teman kita bahkan pernah meminta untuk menginap di rumahnya atau sekadar mengantarnya pulang. Tapi katanya -lagi- Kyra menolak ajakan mereka dan pulang selalu larut sore, padahal yang kulihat selama dua kali tak sengaja di dekat Kyra, dia gadis yang supel," Radit bercerita dengan mata tertutup dan alis menyatu.

Aku diam, tak tahu harus berkata apa. Kami kembali hening, kali ini benar-benar hening karena sepertinya hujan sudah reda. Radit mengajakku keluar gedung, lebih tepatnya keluar kampus untuk mentraktir makan di McD. Kami memilih untuk jalan kaki karena tempatnya tak terlalu jauh dari kampus dan fakultas kami paling dekat dari gerbang utama.

"Le, aku sudah bilang 'kan kalau Kyra tinggal sendirian?" aku menggumam mengiyakan.

"Ibunya sudah meninggal,"

"Eh? Dia-" kalimatku tak sampai selesai, "Aku tak yakin dengan orang tua laki-lakinya, hanya ada nama wali di sana."

"Lalu? Kenapa?"

Radit diam, menundukkan kepalanya menatap jalanan yang sedang ia tapaki. "Nama walinya sama dengan nama papaku,"

"Lalu kamu berspekulasi kalau ayahmu menanggung biayanya untuk kuliah Kyra?"

"Tidak, kalau memang benar papaku sebagai penanggung biaya kuliah Kyra aku tak masalah, toh uang yang digunakan miliknya sendiri,"

"Lalu?" aku tetap mengarahkan pandanganku ke depan berjaga-jaga agar Radit yang sedang menunduk tak terpentok tiang listrik.

"I'm curious... soal hubungan Kyra dengan papa, setahuku papa tidak pernah membiayai untuk kuliah, hanya menyumbang sekolah dasar di sekitar rumah saja, atau mungkin panti asuhan," ada jeda di kalimatnya, Radit kembali menghela napas kasar.

"Apa kamu berpikir kalau Kyra adalah adikmu?" kami hendak menyebrang agar sampai di tempat yang kami tuju. Setelah menekan tombol lampu lalulintas, terdengar suara peringatan dan lampu menunjukkan warna merah. Kami berjalan, sambil memberi isyarat berhenti kepada pengendara kendaraan bermotor. 

Akhirnya kami sampai di depan McD. Kulirik jam tangan sudah pukul sepuluh tiga puluh menit. "Nama ibunya berbeda denganku dan tidak ada embel-embel wali  yang berarti itu nama ibu kandungnya."

Kami masuk kemudian memesan burger dan cola ukuran besar. Seperti perkataannya tadi, Radit mentraktirku. Kemudian mencari tempat duduk sambil membawa nampan berisi pesanan dan kami memilih meja dekat kaca. Radit makan dalam diam, aku tak tahu kenapa dia sangat memikirkan hal itu, tapi jika Radit sudah berpikir maka itu artinya adalah hal penting yang harus diselesaikan. 

Jadi kucoba untuk mencari-cari sesuatu dalam otakku yang sekiranya menjadi kemungkinan dari kekalutan Radit. "Mungkin orang tuamu mengadopsi seorang anak dan kebetulan anak itu adalah Kyra," seperti mendapat pencerahan mata Radit kembali berbinar.

"Mungkin saja ya, bisa jadi," sambil melahap burger ukuran besar dia menyeruput cola, rupanya pikirannya sempit juga. "Tapi kenapa mereka tidak memberitahuku?" bahunya kembali merosot, aku jadi kesal sendiri. Kuhabiskan dulu burger yang ada di mulutku, moodku jadi ikut merosot.

"Mungkin orang tuamu takut kamu tidak setuju dan baru akan mengenalkan kalian pada waktu yang tepat," lihat matanya berbinar lagi. Oh Tuhan, unik sekali umatmu satu ini. Lalu kami berbicara tentang banyak hal yang tentunya random, mulai dari aku yang lupa mengunci pintu, anak dosen yang sakit hingga pacar Radit yang juga sakit. Katanya dia akan mengunjungi pacarnya di rumah sakit saat pulang kuliah dan mengajakku untuk datang bersamanya. Kami tertawa saat membicarakan hal-hal konyol, ugh! kami seperti pasangan laki-laki yang bermesraan.

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang