Aku Leo.2

53 3 0
                                    

Kuis sore ini, berakhir dengan khidmat. Menunggu hari esok, ah, tidak! Aku harus menjalani hari ini kemudian menemui hari esok. Tapi setidaknya biarkan aku diam sebentar menikmati hujan. Jika kau melihat lelaki yang duduk di depan minimarket saat hujan, memakai sepatu convers putih dan hoodie navy ditemani segelas-kertas kopi susu, itu aku. Aku sedang mengamati apa yang terjadi pada orang-orang saat hujan.

Suara hujan, kecipak air akibat ban dan manusia yang berlalu lalang. Juga, tiang listrik di hari ini, Sabtu sore pukul tujuh lewat lima belas menit sepertinya sedang memperhatikanku yang letih sehabis kuis. Tapi ia diam, tak bersuara, walau kehujanan dia tidak berteduh, percaya bahwa hujan akan berhenti nanti.

Ting!

Pcc?

Ponselku berbunyi, itu pesan dari Radit menanyakan aku ada dimana. Dengan aksen anak muda lebay.

Bodo amat.

Drrtt.. drrtt..

Radit Buriq is calling..

"LE, DIMANA? DICHAT READ SAJA!!"

"..."

"Ingin dikenalkan sama gadis seksi tidak?"

"..."

"LE, DISITU BAIK-BAIK 'KAN? DIEM-DIEM BAE, NGOPI NGAPA!!"

"Bacot!"

Tuut..tuut..

Ting!

Serlok!

Sending Location!

Otw. Kasih kembalian.

Sepuluh menit kemudian petir menyambar keras disusul kedatangan Radit dengan motornya. Dia tak pakai jas hujan, mengingatkanku pada tiang listrik barusan. Bedanya, Radit bergerak dengan cepat ke arahku sambil basah kuyup untung tidak disambar petir.

"Ini," ia meletakkan dua lembar uang sepuluh ribuan di meja. Diam sebentar kemudian diambilnya lagi satu lembar.

Aku hanya menaikkan alis sebelah, malas bicara. Radit tidak peka rupanya, terlihat ia masuk minimarket dengan basah kuyup dan helmet masih di kepalanya. Dasar sinting.

Tak lama hujan reda, Radit keluar dengan dua mie cup di tangannya.

Asap yang mengepul, nikmat sekali. Satu mie cup dan kopi yang hampir dingin di saat hujan begini. Radit duduk, tak memberikan salah satunya padaku. Aku diam saja, "Aku lapar, kalau mau makan juga, uangmu sudah kukembalikan," katanya sambil mengangkat mie cup kedua.

"Oh ya, gemanwa tawahanku hama hahis hekhi?"

Mulutnya penuh mie, bicara sambil kepanasan. "Tidak,"

"Serius, yang ini berbeda dari sebelum sebelumnya. Yakin, Leo single dari lahir pasti jatuh hati," katanya sambil meletakkan cup mie, kosong.

"..."

"Besok ya, tenang, sudah dapat alamat rumahnya, dia asli orang sini. Sebentar, aku lupa namanya..."

"..." dia sibuk membuka ponselnya sepertinya sedang mencari nama.

"Kyra. Kyra Pratista," cetusnya dengan nada semangat.

"Lagian, kamu sudah punya pacar. Untuk apa gadis lagi, satu kurang? Minta berapa? Ratusan?"

"'Kan, untuk kamu, Le~"

"Apa?"

"Kamu ingin menikah denganku?" kukira dia menggoda, tapi saat kulihat, wajahnya datar. Sepertinya dia serius. Tapi aku malas.

"Ok."

"What? Tidak, menikah dengan laki-laki lain saja, aku angkat tangan,"

Sinting. "Ok, besok aku ikut."

"Anak pintar, sekarang kita pulang dan besok berangkat pagi. Motormu?" Radit beranjak dan berjalan ke arah motornya.

"Aku jalan,"

"Rumahmu dekat, ayo naik, ku antar,"

Aku naik boncengannya. Hujan sudah reda, meninggalkan genangan air di pinggiran jalan. Seperti senja yang menghilang dan digantikan malam. Kami menyusuri jalanan yang dingin setelah hujan reda. Aku tak memakai helmet, tapi bukan masalah, aku suka dinginnya menerpa dan menerbangkan rambutku. Sepertinya aku bisa tidur nyenyak malam ini.

Ah, aku lupa. Kopiku

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)Where stories live. Discover now