Eksternal.1

21 1 0
                                    

"Kalau memang kemungkinannya adalah koma, bisa cari di rumah sakit," ucap Radit setelah merubah posisinya jadi menghadap kami.

"Kurasa tidak mungkin. Tidak akan ada yang masuk ke rumahku kalau ada pun mungkin orang-orang yang biasanya membawa sekoper uang," Kyra berucap sambil memandang kearah Radit, itu percuma.

"Bisa jadi mereka membawamu, 'kan?" kubalas ucapannya yang tertuju untuk Radit.

"Mereka terlihat baik memang," Kyra mengangguk-anggukan kepalanya. Sedangkan Radit, menatapku seakan ada tanda tanya besar yang muncul di atas kepalanya.

"Ada kemungkinan Kyra dibawa orang yang sering berkunjung ke rumahnya untuk memberikan uang. Kita bisa mencari di rumah sakit," giliran Radit yang mengangguk-angguk sekarang.

"Kita mulai dari rumah sakit apa?" tanyaku yang seperti bermonolog.

"Hanya ada dua kemungkinan, rumah sakit terdekat dan rumah sakit paling mahal,"

"Jika dilihat dari uang yang mereka bawa, lumayan masuk akal."

Percakapan diisi kami berdua hingga Kyra bertanya, "Apa aku harus ikut?"

"Yang aku tahu tenaga sebuah roh yang keluar dari tubuh itu tidak besar. Bisa dibilang limited, kamu tidak apa-apa?"

"Kamu benar, tapi jika tidak ikut dengan kalian aku harus apa?" Kyra nampak lesu dan berpikir.

"Pulanglah, mungkin kamu bisa mengingat sesuatu yang bisa jadi petunjuk," ucap Radit seakan mengerti apa yang kami sedang bicarakan.

"Baiklah."

Kyra kemudian berjalan gontai, apa dia tidak mau terbang saja?

Kami memutuskan untuk segera bergerak karena di luar awan tampak menggelap. Radit dan aku mulai menyusuri rumah sakit yang lumayan mahal dengan kemungkinan Kyra dibawa kesana. Rumah sakit pertama yang kami kunjungi adalah tempat kekasih Radit di rawat. Perjalanan lumayan memakan waktu karena kami harus melewati jalan protokol.

Ada yang berubah dari Radit, walau tak kentara. Dia lebih pendiam ketimbang biasanya, tidak sebar-bar hari lain. Mungkin Radit sedang berpikir.

Kami sampai di rumah sakit dengan nuansa hijau dan putih. "Le,"

"Hm?"

"Menurutmu, yang kita lakukan benar?"

"Entahlah," kami masih berdiam di dalam mobil.

"Kamu juga percaya denganku walaupun Kyra tidak terlihat, bisa saja aku berbohong," Radit kemudian menatapku dengan senyum miring.

"Tugas dan kuis di kuliah sudah membuat pusing, Le. Apa masih mungkin kamu ingin bermain-main seperti ini?" Apa yang Rdit katakan memang benar.

"Sebenarnya tidak ada waktu untuk ini,"

"Alasan pun tidak ada, Le."

"Alasan?" aku teringat mimpiku, apa mungkin ini yang dimaksud wanita itu?

"Berbuat baik tidak ada salahnya," Radit kemudian keluar setelah menghela napas kasar.

Mendung masih menyelimuti kota, kami melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung dan langsung menuju ke bagian resepsionis. "Permisi, apa di sini ada pasien bernama Kyra?" wanita berbaju hijau mint di hadapan kami tersenyum ramah, "Saya cari dulu ya, mohon tunggu sebentar."

"Pasien dengan nama Kyra ada dua di sini, atas nama Kyra dan Kira Damayanti,"

"Kyra Pratista, lengkapnya. Kyra pakai y," Radit berusaha memperjelas orang yang kami cari.

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)Where stories live. Discover now