Eksternal.3

40 2 0
                                    

"Ssstt.. jika ada yang tidur tidak boleh diganggu!"

Angela menarik tanganku menjauh dari gubuk tua itu. "Siapa dia yang mendengkur tadi?" tanyaku lagi.

"Nanti kuberitahu, yang penting dia tidak terbangun karena suara kita. Kasihan, dia terlihat kelelahan," aku hanya diam menuruti perkataannya. Tangan dinginnya mulai menghangat. Ralat, tidak terasa apapun, tidak dingin dan tidak hangat. Dia menuntunku menuju pinggiran danau kemudian berjongkok di sana. Angela menepuk tanah disebelahnya mengisyaratkan aku untuk ikut berjongkok di sampingnya.

Sekarang kami dalam posisi, aku duduk dan Angela berjongkok -mungkin takut gaun putihnya kotor terkena lumpur-. Tangannya terjulur ke arah air di danau, kulihat telunjuknya lembut menekan air. Kemudian perlahan air berombak kecil. "Lihatlah," ucapnya padaku.

Terlihat bagian yang tadi disentuhnya mulai berwarna dan tampak seperti memantulkan bayangan. "Dia gadis yang muncul di hidupmu sebagai penyembuh atas alam mimpimu ini dan dia gadis yang sama dengan seseorang yang mendengkur tadi."

Aku berusaha mencerna kalimat Angela, semakin lama bayangan di air semakin jelas. Nampak seraut wajah yang tak asing. Itu Kyra. Memang benar Kyra. "Kau tahu apa yang terjadi dengannya?" tanyaku kemudian.

"Tentu, tapi itu rahasia." Aku menatap wanita disampingku dengan tatapan tak suka. Tanpa sadar aku menghela napas kasar. "Apa aku boleh bertanya?"

"Aku yang jawab," ucap Angela cepat. Ia masih sibuk bermain air.

"Kenapa gadis itu ada di sini? Apa memang benar kalau dia berada antara hidup dan mati?" aku tidak dapat menahan rasa ingin tahuku.

"Bisa jadi. Karena selain kau, kurasa semuanya dengan alasan yang sama. Berada di sini karena hidupnya tengah di ambang batas," angin berhembus tepat setelah kalimatnya selesai diucapkan.

"Jadi?" tanyaku lagi, berharap Angela berminat bercerita lebih panjang.

"Jadi? Kau harus membantunya. Aku tidak akan memberikan informasi lebih lanjut tentang dia."

"Satu saja, apapun itu. Siapa tahu bisa jadi petunjuk untukku," aku merayunya. Sungguh semuanya terlalu misteri untuk aku yang bukan detektif.

"Dia hanya tertidur. Itu saja, tidak ada lagi yang bisa kamu dapatkan dariku!" Lihat, dia merajuk.

"Tidur?" cicitku yang sedang berpikir keras.

"Sudahlah, kau kembali saja ke tidurmu di dunia aslimu! Gadis itu sudah bangun, kau tak boleh bertemu dengannya di sini," nada bicaranya terdengar lebih tegas daripada sebelumnya. Sepertinya dia benar-benar merajuk.

"Baiklah, bagaimana caranya?" tanyaku pada akhirnya.

"Tutuplah matamu!"

Mataku terbuka perlahan berharap sudah kembali dari alam mimpi. Syukurlah langit-langit kamar menyambutku dalam diam. Aku bangkit, terlihat jam di dinding yang jarumnya sedang menyatu, ternyata masih tengah malam. Tenggorokanku rasanya kering dan tidak bersahabat, kakiku turun menyentuh lantai yang dingin. Oh, ini sangat dingin. Terdengar suara gemericik hujan yang disertai gemuruh, kilat juga menyambar membentuk beberapa kali sinar yang mengejutkan. Semoga saja tidak ada pemadaman listrik. Aku melangkahkan kaki ke dapur, tidak ada siapapun di rumah ini. Wajar karena aku tinggal sendirian, malah akan menyeramkan jika saja tiba-tiba ada orang lain di sini.

"Sial!" ruangan menggelap, listriknya padam saat aku berhasil membuka pintu lemari es. Kuambil sembarang botol minuman lalu meraba bagian atas lemari es mencari keberadaan senter dan tanganku menemukannya. Syukurlah masih menyala, langkahku kembali ke kamar tak lupa dengan sebotol mineral yang ku ambil. Saat berhasil masuk kamar gelap menyambutku, kulirik jendela mungkin bisa membantu menerangi kamar karena terlihat lampu jalanan masih menyala. Kemudian kusibakkan tirai abu-abu ke dua sisi lalu kembali ke kasur.

"EH! KAGET!"

"ASTAGA!" mataku menangkap sesosok lain yang sekarang ada di kasurku. Tadi memang tidak terlihat apa-apa, sedangkan sekarang sudah sedikit cahaya yang masuk ditambah senterku. Aku mengarahkan senter pada sosok itu dan hasilnya cahaya senterku menembusnya. Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan. Punggungku sudah berhasil bertemu dengan dinding.

Sosok itu di depanku tapi membelakangiku, jadi aku hanya bisa melihat punggungnya yang putih dan rambutnya yang tak seberapa panjang. Oh tidak! Dia menoleh. Tubuhku sudah kaku sedangkan otakku tak memerintah apapun, hanya jantungku yang sepertinya sudah pindah tempat ke samping telinga.

Tatapan matanya yang kosong berhasil menemukan aku yang sedang bergidik ngeri. Tunggu. "Kyra?" suaraku kecil hampir tak terdengar. "Kamu yang tadi ya? Leo?" Kyra mengubah posisi duduknya jadi menghadapku. Entah kenapa debar di jantungku berangsur hilang, mungkin karena aku mengenalnya meskipun dia tidak berwujud.

Aku mengangguk, lalu kakiku melangkah mendekat ke tempat tidur dimana Kyra duduk. "Ternyata ini tempatmu, aku bingung ini kamar siapa tadinya. Untung saja aku mengenalmu," ucapnya setelah aku meletakkan senter yang masih menyala di nakas kemudian kududukkan diriku di sampingnya.

"Kamu kenapa bisa ada di sini?"

"Entahlah, tadi aku bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik saat kurasa terbangun dari tidur panjang. Kami bicara banyak, sangat banyak malah. Lalu tiba-tiba aku ada di sini, saat kami sedang membicarakan bagaimana caraku untuk kembali ke tubuhku."

"Apa saja yang kalian bicarakan?" tanyaku penasaran.

"Dia bilang tidak ada yang boleh tahu percakapan kami," dasar wanita licik.

"Oh ya, bagaimana dengan pencarian tadi apa ada petunjuk?" aku seketika paham dengan apa yang dia tanyakan.

"Belum, memang ada yang bernama Kyra tapi itu bukan tubuhmu, wajah dan rambutnya sangat berbeda."

SLAP!

CTAR!

Kilat yang disusul gemuruh muncul tidak bilang-bilang. Percakapan kami terputus, hanya terdengar suara hujan yang semakin deras. "Besok kami akan melanjutkan mencari," Kyra memandangku.

"Kamu tidak keberatan?" cicitnya sambil menampakkan ekspresi sedih. Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Baiklah, besok aku akan datang ke kampus menemuimu dan ikut mencari,"

"Baiklah, jika tidak jadi masalah untukmu," Kyra mengangguk antusias mendengar perkataanku.

"Apa rencana untuk besok?" tanyanya lagi.

"Hoaamm!! Besok aku akan bertemu dengan teman-temanmu," kantukku mulai datang. "Eh? Teman-temanku?" gadis di hadapanku sedikit tersentak.

"Bagaimana kamu bisa tahu?"

"Adam? Zoey? Dara? Naomi?"

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa dengan mereka?"

"Apa mereka yang membuatku seperti ini?"

"Tidak mungkin, 'kan?"

Pertanyaannya bertubi-tubi membuatku pening. "Diamlah, aku hanya tak sengaja bertemu dengan mereka kemudian ada kejadian yang membuatku curiga dan kebetulan kamu muncul setelahnya," Kyra diam tidak berkutik, tak lagi melihat ke arahku.

"Dimana biasanya mereka berkumpul?"

"Perpustakaan," jawabnya singkat kemudian berdiri dan duduk di sofa tak jauh dari tempat tidurku. "Tidurlah, besok kamu harus kuliah, aku akan tetap di sini. Tidak mungkin aku pulang, aku takut ini sudah malam."

Kulihat Kyra yang sudah diam dengan posisi berbaring di sofa. Biarlah, dia tidak akan pegal-pegal hanya karena berdiam diri di sofa. Toh, gadis itu tidak berwujud.

"Selamat malam," ucapku setelah berhasil menarik selimut hingga sebatas dada. Tak ada jawaban darinya, sedangkan kantuk sudah menguasaiku. Perlahan semuanya menjadi terasa nyaman.

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)Where stories live. Discover now