Temu.1

34 3 0
                                    

Angin berhembus kencang saat aku baru saja menutup pintu saat hendak pergi ke kampus. Hari ini tidak ada jemputan dari Radit yang berarti aku berangkat sendiri dan tidak menjemput siapa-siapa. Kemarin sepulang dari kuliah Radit mengantarku menjemput roda duaku yang sudah sembuh, kata dokter waktunya ganti accu. Alhasil aku membayar sejumlah uang yang harusnya untuk beberapa hari kedepan, nasib anak rantau yang tak leluasa menggunakan uang karena masih mengandalkan orang tua.

Suara gemuruh dan kilat di pagi hari membuatku resah. Disana terparkir motorku yang baru saja pulang dari bengkel dan sudah dimandikan, sayang sekali kalau digunakan lalu terkena hujan. Kulangkahkan kaki lebih dalam lagi untuk menyapa si hitam dengan model minimalis. Aku jadi teringat film balap mobil dari luar negeri yang sering kulihat di hari Sabtu pagi. Mereka sebelas-duabelas, tapi yang ini hitam dan bukan milikku, ini milik orang tua Radit.

Aku hidup disini tidak lepas dengan embel-embel Radit, berteman dengan Radit, tinggal di rumah Radit yang kubayar walau sedikit dan mobil mewah milik orang tua Radit. Sebenarnya aku menolak dipinjami mobil mahal karena kalau rusak aku yang disalahkan, tapi orang tua Radit mengatakan kalau tidak ingin meminjam maka mobil itu jadi milikku dan mereka memaksa karena aku telah menolak untuk hanya tinggal tanpa membayar di rumah mereka. Aku tidak paham apa yang membuat keluarga itu begitu baik padaku, toh tidak ada gunanya berbuat seperti itu kepadaku.

Aku mengeluarkan mobil dari tempat tidurnya lalu mengganti penghuninya dengan motorku. Belum sampai keluar dari pelataran rumah, hujan deras dengan angin kencang menyerbu mobil yang semula mengkilap. Pilihanku jatuh pada jalanan komplek yang berkelok-kelok tapi tidak macet, berharap sampai lebih awal karena hari ini adalah hari pertamaku menjadi asisten dosen. Semoga hari ini berjalan lancar untuk tugas pertamaku. Jam menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh lima menit saat aku berhasil memarkirkan mobil di halaman parkir fakultas kedokteran, sedangkan hujan sudah reda.

Rasanya jantungku tak seperti biasa, wajar karena hari ini aku harus berhadapan dengan mahasiswa lain yang sebelumnya tidak pernah mengenalku. Untungnya dosen sudah mengajariku tentang apa yang harus dilakukan, itu membuatku sedikit tenang. Aku melangkahkan kaki menuju lantai dua sambil menggendong tas dan laptop di tangan.

Seperti biasanya, pemandangan mahasiswa yang tak pernah berubah mulai dari duduk melingkar dan belajar bersama, ada yang memainkan game di ponsel dan ada yang sudah di dalam kelas. Aku duduk di bangku agak jauh dari kumpulan adik tingkat lalu menyibukkan diri dengan buku, ada kuis nanti siang jam pertama kuliahku.

"Gimana si Kyra?" mendengar nama orang yang tak asing di telinga, aku melihat asal suara itu. Empat orang yang mungkin adalah adik tingkat yang akan kuhadapi. Dua orang laki-laki dan sisanya perempuan, mereka baru saja sampai di lantai dua dan kemudian duduk berjajar di samping tangga.

"Aku tidak ikut-ikutan," kata seorang mahasiswa berbaju putih dengan rambut klimis. Ia mengangkat tangannya tanda tidak ingin ikut campur. Aku kembali pada buku bacaanku, berpura-pura sibuk tapi telingaku masih mengikuti mereka. Sayup-sayup kudengar mereka berbisik, sepertinya sedang membicarakan rahasia.

"Nanti kamu yang pura-pura jadi Kyra waktu diabsen dosen," ucap mahasiswa dengan potongan cepak dan kacamata bertengger di hidung mancungnya sambil menunjuk salah satu temannya.

"Kenapa aku? 'kan aku tidak mirip Kyra, Naomi lebih mirip Kyra," suara itu melengking tidak terima. Seakan sadar dengan satu hal tentang nama yang mereka sebut, aku mengeluarkan absensi dari dosen. Ternyata benar pemikiranku di awal, dia Kyra yang beberapa hari ini kubicarakan dengan Radit.

"Nama Naomi dan Kyra itu berdekatan, bisa bahaya kalau suaranya terdengar sama," mahasiswi yang sedari tadi diam kini menganggukkan kepalanya.

"Lalu bagaimana tugas Kyra? Sudah dibuat atau aku harus berpura-pura lagi?" ucap mahasiswi dengan rambut pendek Dora.

"Dar, pakai punyaku, aku membuat tugas dua kali tapi yang satu tidak ada namanya,"

"Adam baik sekali, aku terselamatkan!!" mahasiswi itu terdengar senang setelah salah satu temannya yang bernama Adam memberinya solusi.

"Ck, Dara Dara, awas kalau ketahuan sama dosen yang repot entar kita juga," mahasiswi bernama Dara itu berdecak kesal. Kemudian berlalu sambil menghentakkan kakinya masuk ke dalam kelas disusul tiga lainnya, Naomi, Adam dan entah siapa nama yang satu lagi.

Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Apa Kyra tidak datang kuliah atau hanya titip absen? Ataukah Kyra tidak berani kuliah karena belum menyelesaikan tugas? Ah sudahlah, itu tidak penting. Aku harus masuk ke kelas karena mahasiswa yang tadinya di luar sekarang beranjak untuk masuk.

Aku berjalan dalam diam menuju meja dosen, banyak pasang mata yang memandang ke arahku seakan bertanya siapa aku walaupun beberapa di antara mereka seakan tidak peduli. Mereka berbisik-bisik saat aku berhasil duduk dan mulai mengeluarkan barang-barang yang kubutuhkan dan kemudian menatap mereka setelah persiapanku selesai.

"Selamat pagi," ucapku setelah menghembuskan napas panjang.

Hening.

"Selamat pagi," kali ini lebih keras dan berhasil membawa mereka sadar dari pikirannya masing-masing.

"Pagi,"

"Saya Leo sebagai asisten dosen Bapak Dolan mulai hari ini, mohon kerja samanya,"

Kulihat mereka ber-oh-ria sambil menganggukkan kepala. Pertama-tama yang dilakukan adalah memeriksa kelengkapan hadir hari ini, "Saya ambil absen dulu ya, Adam!"

"Brian!"

"Carisa!"

"Dara!"

"Enggar!"

"Fauziyah!"

"Gita!"

"Herman!"

"Indra!"

"Jesika!"

"Kyra!

"Lintang!"

"Mail!"

"Naomi!"

Dan seterusnya sampai semua selesai dipanggil.

"Selanjutnya silakan kumpulkan tugas ke depan, Adam Syauqi!" mahasiswa klimis berbaju putih yang tadi kulihat maju dengan membawa tugasnya.

"Apa ada yang ditanyakan?" aku memeriksa hasil kerjanya lengkap atau tidak, "Ok, silakan kembali," Adam mengangguk lalu berbalik ke tempat duduknya, tugasnya lengkap.

Satu persatu dari mereka maju saat kupanggil. Kini giliran nama Kyra, aku penasaran dengan apa yang mereka rencanakan tadi. "Kyra Pratista!" mahasiswi bernama Dara benar-benar beranjak dari duduknya dan sekarang berjalan ke mejaku. "Ini Kak," dia menyodorkan tugas yang kutahu asalnya dari Adam. Kubuka satu persatu halamannya, "Bukannya kamu tadi sudah mengumpulkan atas nama Dara Anindita?"

Walau tidak terlihat langsung tapi gerakan tubuhnya menandakan dia terkejut dengan ucapakanku, "I- itu tugas saya," ucapnya terbata.

"Lalu?" tanyaku lagi.

"Eh?" kini aku menatapnya lekat dia sedang melirik ke kanan kiri, gugup.

"Tenanglah, saya hanya bertanya, kamu malu?"

Dia melotot ke arahku, "Jangan menggoda saya, itu tugas saya dan yang tadi tugas milik Dara, saya mengumpulkannya untuk Dara," aku mengangkat satu alis, siapa juga yang menggodanya dan dia malah mengotot? Dasar Dora!

"Apa kamu tidak ingin memperbaiki hasil tugasmu ini? Secara keseluruhan rapi hanya saja namanya ditulis tangan dan nomor mahasiswanya bukan milikmu Kyra," dia kaget dengan kalimatku barusan lalu mengangguk kecil. Kusodorkan tumpukan kertas yang telah dijilid kepada Dara yang sedang menjadi Kyra, kemudian dia berbalik setelah mengambilnya.

Aku selesai mengumpulkan tugas mereka di mejaku dengan beberapa yang diperbaiki, "Untuk yang dibawa pulang, pertemuan selanjutnya silakan dikumpulkan," kulihat Dara mengangguk dan satu orang lagi yang kutahu namanya Zoey, mahasiswa yang tadi kulihat bersama Dara, Naomi dan Adam. Lalu aku melanjutkan memberi tugas selanjutnya untuk minggu depan dikumpulkan. Empat puluh lima menit sudah terlewati, "Saya permisi, terimakasih untuk hari ini dan sampai jumpa di pertemuan berikutnya," aku melenggang keluar dari ruang kelas.

D' Eccentric Destiny (Pura-pura Bukan Manusia)Where stories live. Discover now