"Abrisam," panggilan pak Ilham sontak membuat Abrisam sedikit terlonjak kaget.

"Iya pak?"

"Silahkan dimulai."

Setelah pengambilan nilai UTS olahraga, akhirnya kelas dibubarkan. Cukup dibuat lelah, tapi untungnya fisik Adiba bisa dikatakan cukup baik. Ya seperti biasanya, jam istirahat Adiba akan sendirian. Tidak seperti biasanya, kali ini Adiba memilih makan diatas roftoop seraya memandang keindahan infrastruktur sekolahnya ini.

Mata Adiba jatuh disaat mengambil kotak makannya didalam kresek supermarket, ia melihat nasi bungkus yang seharusnya dia berikan kepada Fatimah tapi malah menjadi mubazir.

"Fatimah kamu dimana?" gumam Adiba.

"Cewek kayak lo suka juga ya duduk di roftoop?" Suara lelaki itu langsung membuat Adiba langsung berdiri kaget melihat siapa yang datang. Tapi akibat itu Adiba kehilangan keseimbangan...

Mata lelaki itu membulat dan langsung menangkap tangan Adiba cepat. Mereka sama-sama menghela napasnya dengan lega, kalau Abrisam tidak cepat meraih tangan Adiba, mungkin gadis ini benar akan jatuh dari atas sini.

Sadar kalau Abrisam sekarang memegang tangannya, dengan cepat Adiba menghentak tangannya hingga tangan mereka tidak bersentuhan lagi.

"Lo gila atau benar-benar mau mati ha?!" bentak Abrisam sejadinya, dadanya dibuat naik turun melihat bagaimana kalau tadi dia sempat terlambat

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

"Lo gila atau benar-benar mau mati ha?!" bentak Abrisam sejadinya, dadanya dibuat naik turun melihat bagaimana kalau tadi dia sempat terlambat.

"Abrisam.."

"Kalau tadi lo sampai jatuh gimana?!" Lagi-lagi Abrisam membentak dirinyalah, jujur dia bukanlah gadis yang hatinya akan tetap kokoh jika dibentak laki-laki. Seberapa kuatnya seorang wanita dari luar, tetap saja hatinya seperti kaca.

"Abrisam tidak bisakah kamu tidak membentakku?" Mata Adiba sudah mulai berkaca-kaca.

"Aku tidak akan bilang akan baik-baik saja jika ada lelaki yang membentakku seperti ini.  Hati seorang perempuan itu sama seperti cermin, dia bisa retak kapan saja jika ada yang memperlakukannya dengan kasar. Dan begitupun denganku Abrisam." Air mata Adiba perlahan jatuh." Aku sangat berterima kasih karena kamu sudah menolongku, tapi bisakah kamu sedikit menghormatiku sebagai perempuan? Sama seperti kamu menghormati bundamu sebagai seorang perempuan."

Sekilas Abrisam teringat dengan apa yang dikatakan bundanya sepulang mengantarkan Adiba kerumahnya. Jika kamu menyakiti mereka, kamu juga menyakiti hati bundamu yang juga seorang perenang.

"Gue," ujar Abrisam ragu,"gue minta maaf Adiba." Penuturan Abrisam barusan membuat Adiba masih tidak menyangka. Apa ini benar-benar Abrisam yang sangat keras kepala? Seorang Abrisam yang tidak bisa diatur sama sekali, dan sekarang dia mengucapkan kata maaf?

"Kamu tadi barusan bilang apa?" tanya Adiba memastikan pendengarannya.

"Gue paling nggak suka bicara untuk kedua kalinya." Angkuh Abrisam.

"Kalau begitu kamu harus belajar."

"Gue paling nggak suka untuk diatur."

" Berarti kamu harus belajar untuk bisa diatur. Karena seorang pemimpin, harus belajar diatur dulu baru bisa mengatur orang lain."

"Intinya lo maafin gue atau nggak?!"

Adiba menghela napasnya sejenak. "Aku udah maafin kamu dari dulu."

"Oh syukurlah," ungkap Abrisam mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Oh iya, kamu udah makan belum?" Tanya Adiba.

Abrisam mengangkat satu alisnya."Aku ada satu nasi bungkus."Adiba mengangkat kreseknya memperlihatkan kepada Abrisam.

"Maksud lo mau ngasih gue makanan yang kayak gini?"

"Nggak boleh bilang kayak gitu. Masih banyak orang diluar sana mati-matian mencari uang hanya demi seseuap nasi."

Adiba masih melanjutkan ucapannya, "lagian aku tadi cuman nawarin ke kamu. Kalau kamu udah makan, kamu bisa kasih ke teman-teman kamu. Soalnya aku takut ini mubazir."

"Lo pasti tau kan? Kalau Rasulullah itu mengajurkan kalau berhenti sebelum kenyang?" Abrisam melihat satu kotak bekal didalam sana."Lalu kenapa lo bawa makanan sebanyak ini?"

"Ini bukan buat aku, satunya lagi tadi pagi rencananya aku mau kasih ke salah satu anak kecil." Abrisam bisa melihat perubahan wajah Adiba yang terlihat sedih.

"Terus kenapa nggak lo kasih?"

"Aku nggak ketemu sama Fatimah." Abrisam mangguk.

"Sini, biar gue kasih ke Abimanyu."

Mata Adiba langsung berbinar senang. "Alhamdulillah, terima kasih ya."

"Hmmm,"jawab Abrisam menerima kresek itu.

"Jangan lupa sepulang sekolah lo harus ajarin gue. Bentar lagi mau ujian semester, dan lo yang harus bertanggung jawab atas nilai gue nanti," kata Abrisam mengalihkan pembicaraan kearah lain.

"Bagus atau tidaknya itu tergantung usaha kamu juga Abrisam. Kalau ingin membahagiakan bunda kamu, buat dia bangga."

Raut wajah Abrisam langsung berubah, matanya terlihat sendu. Dan Adiba bisa merasakan, kalau masih ada cahaya dihati Abrisam. Karena Abrisam yang dulu masih belum mati.

"Gue pergi," tutur langsung pergi.

Bunda, suatu saat Abrisam anak bunda pasti akan kembali. Batin Adiba menatap punggung Abrisam.

***

Sampai jumpa di part selanjutnya.


AdibaWhere stories live. Discover now