Pekerjaan Cafe

20.6K 3K 109
                                    

Assalamualaikum teman-teman, Adiba update lagi ya. Jangan lupa ramaikan setiap babnya.

Selamat membaca.

***

Pagi ini mulai dari awal masuk gerbang sampai berjalan menyusuri koridor diantara banyaknya murid yang masih sekedar mengobrola, Adiba tidak mengangkat kepalanya sedikitpun. Ya walaupun disepanjang perjalanan banyak yang menyapanya namun Adiba hanya menjawabnya dengan seadanya saja.

"Assalamualaikum Adiba." Dila mengucapkan salam yang sudah berdiri di depan Adiba.

"Waalaikumsalam Nadila," balas Adiba.

Mata Nadila yang awalnya menyipit berubah menjadi menyalang ketika melihat pipi Adiba sebelah kiri ada jejak ruam dan membengkak. "Adiba, wajah kenapa?" tanya Dila namun tidak dijawab oleh Adiba, dia malah menundukkan kepala menyembunyikan wajahnya. "Adiba! Kamu dipukul lagi sama mereka?"

"Dil, pelan-pelan ngomongnya." Suara Dila yang berisik membuat Adiba meraih tangan Dila dan membanya ke toilet. "Dila, aku mau minta bantuan sama kamu."

"Jawab dulu, kamu dipukul lagi sama paman kamu?"

Adiba menganggukkan kepala.

"Mereka keterlaluan banget sih?! Sekarang karena apa lagi?"

"Dil, itu udah nggak penting lagi. Aku sekarang butuh pekerjaan, kamu ada informasi buat perkerjaan freelance nggak?"

"Kamu mau kerja lagi?" tanya Dila dan Adiba mengangguk. 

"Aku sekarang sedang butuh pekerjaan, apa kamu tau tempat yang cocok denganku? Tempat yang bisa aku kerja setelah pulang sekolah."

Nadila benar-benar bingung dibuatnya kenapa Adiba tiba-tiba meminta pekerjaan seperti ini. Memang Adiba juga pernah bekerja paruh waktu, tapi Adiba tidak pernah meminta bantuan darinya.

"Aku pasti akan membantu kamu Adiba, tapi tolong ceritakan apa yang terjadi, kenapa mereka bisa mukul kamu lagi?" tanya Dila terus, tapi Adiba masih memilih diam. "Adiba, aku ini sahabatmu." Dila Meraih tangan Adiba.

"Paman mengambil semua isi atm aku Dil, katanya buat kursi rodanya Mbah Putri. Sekarang tabungan aku di atm udah nggak ada lagi." Adiba bahkan bercerita sampai menangis.

Mendengar apa yang dialami sahabatnya ini, membuat Dila tidak bisa membendung air matanya. Dila bisa rasakan, bagaimana Adiba selalu tertekan oleh paman dan tantenya itu. Ingin rasanya sekarang juga ia menghampiri mereka berdua dan memberi perhitungan, tapi Adiba pasti akan melarangnya.

"Walaupun di tabungan lain masih ada, tapi aku harus menutupinya lagi dan untuk biaya aku sama Mbah Putri juga."

" Adiba, kemarin aku  lihat di  Cafe  yang masih satu jalur dengan rumah kamu, ada lowongan kerja. Kata orang, pemiliknya juga baik, gimana? Kamu mau?"

Adiba tidak berpikir lagi, tentu saja dia mau. "Iya Dil, aku mau."

"Oke nanti pulang sekolah kita ke sana ya."

"Makasih Dila." Adiba langsung memeluk hangat sahabatnya.

***

"Nanti malm gue mau ke cafe, lo mau ikut Sam?" tanya Abimanyu.

"Boleh," jawab Abrisam.

"Lo nggak ngajak gue?" Velya yang mendengar mereka mau pergi, langsung menyambung.

"Oh lo mau pergi?" tanya Abimanyu terdengar sinis.

"Lo kok gitu sig Bi? biasanya ngajakin gue."

"Ya boleh aja, asal jangan bikin ulah aja," tutur Abimanyu.

"Ya nggak mungkin lah," protes Velya.

"Terserah, kalau mau ikut," kata Abimanyu.

"Sam, lo juga kenapa nggak ngajakl gue sih?" Velya jengkel.

Pertanyaan dari Velia tidak digubris Abrisam sama sekali, ia masih saja mengaduk jus buah tanpa minat dengan satu sedotan.

"Abrisam, lo kok diam aja sih?!" Velya mulai kesal karena Abrisam tidak mengacuhkannya.

"Vel lo bisa diam nggak?!" bentakan Abrisam langsung membuat seisi kantin kaget. Terlebih lagi Velia, yang tidak biasa dibentak Abrisam seperti ini.

"Sam gue cuman nanya, kenapa lo bisa semarah ini sama gue?" lirih Velia yang langsung pergi dari meja itu. Abrisam sedikit merasa bersalahsaat Velia pergi dari sana tapi tidak berniat untuk mengejarnya.

"Sam lo kenapa sih? sampai bentakin Velya kayak tadi?" ya walaupun Abimanyu masih jengkel dengan Velya, tapi dia kaget juga Abrisam bersikap kasar kayak tadi kepada Velya.

Sejak melihat kejadian kemarin entah kenapa ia sangat merasa kesal. Terlebih lagi dengan gadis bodoh yang mau saja diperlakukan seperti itu.

Flashback on.

Abrisam kembali memutar arah balik kerumah gadis itu, disaat semua majalah gadis itu tertinggal di mobilnya.

"Benar nyusahin aja." Walaupun terlihat tidak ikhlas Abrisam tetap saja mengantarkan majalah itu kerumah Adiba.

Saat Abrisam sudah mulai dekat ke pintu rumah Adiba sambil membawa semua majalah gadis itu, namun langkahnya seketika langsung berhenti saat mendengar suara laki-laki yang cukup keras terdengar keluar.

"Mana atm kamu?"

"Biar nanti Adiba aja yang ambil."

"Kamu nggak percaya ya sama saya?" 

"Bukan begitu paman." Adiba berharap pamannya dapat mengerti, tapi tidak.

"Sini!" bentak Wisnu.

Adiba terpaksa mengeluarkan atm dari tasnya dan memberikannya kepada pamannya.

"Lalu ke mana saja kamu? udah jam berapa ini? Firsa saja sudah pulang dari tadi," kata Lia.

" Adiba ada urusan di sekolah tante."

"Boong tu ma," hasut sepupunya Firsa.

"Firsa kamu jangan Fitnah aku."

"Eh lo pikir gue juga nggak sekolah apa? Selamanya pulang sekolah juga nggak bakal sesore ini kali."

"Firsa, aku tadi ada rapat OSIS."

"Alah alasan aja lo, bukannya jagain Mbah Putri malah pergi keluyuran."

"Kenapa kalian terus nyalahin aku atas kesalahan yang tidak aku perbuat? Padahal kalian juga keluarga mbah putri, tapi pernah tidak kalian memperhatikan bagaimana kondisi mbah putri walaupun sedikit. Adiba bukannya apa-apa, cuman Adiba ingin jagain Mbah Putri sama- sama, karena kita keluarga."

Plak!

Belum lagi Adiba selesai bicara satu tamparan keras terlebih mendarat dipipi Adiba, Ya Allah untuk kesekian kalinya pamannya menampar dirinya.

"Dasar anak kurang ajar! Semakin kamu sekolah, bukannya menjadi sopan malah semakin kurang ajar sama kami!" bentak Wisnu." Jadi kamu pikir kami tidak sayang sama Mbah Putri gitu> Anak haram yang nggak tau terima kasih."

Lagi-lagi Adiba tidak bisa membendung air matanya, bukan karena rasa perih dipipinya, tapi perkataan tajam itu yang membuat hatinya dirasa seperti ditusuk puluhan jarum.

"A-adiba nggak maksud seperti itu paman," ungkap Adiba dengan suara bergetar.

" Brengsek!" umpat Abrisam, dada kembali naik turun mengingat kejadian waktu itu.

"Siapa yang brengsek sih Sam?"

" Lo!" sentak Abrisam kemudia langsung berdiri pergi meninggalkan Abimanyu yang masih terlihat cengo.

"Gila tu anak. Tiba-tiba marah tanpa sebab."


***

Sampai jumpa di Part selanjutnya ya.....

AdibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang