Part 30 (END)

215 18 3
                                    

TING TONG! Bel rumah Andre berbunyi. TING TONG!

"Tidak ada jawaban," bisik Allie, "Siapkan pengepungan. Kita akan masuk secara paksa."

Jeff dan Eddy mengangguk. Mereka menyiapkan pasukan polisi mengepung rumah Andre.

Allie meraih pistolnya, "Ayo kita masuk!"

DUAK!! Jeff menendang pintu masuk rumah Andre.

"Polisi!!" seru Jeff, diikuti Allie dan Eddy.

Namun rumah itu tampak kosong. Tidak ada siapapun.

"Geledah rumah ini," perintah Allie pada pasukannya.

"Kelihatannya dia sudah tahu akan ditangkap sehingga ia kabur," bisik Eddy lemas, "Ah, seandainya kemarin aku lebih percaya padamu!"

"Kita bisa mengejarnya nanti," balas Allie, "Mari geledah rumah ini dulu, siapa tahu ada bukti-bukti lain."

"Benar kata Allie, istrinya juga bekerja sama dengannya. Mungkin mereka sekeluarga sedang menikmati kemenangan mereka sekarang," ujar Jeff sambil menggeledah lemari di ruang tamu.

"Sudah kuduga," bisik Allie.

OEEE... OEEE... Sebuah suara tangis bayi memecah konsentrasi mereka bertiga.

"Lapor! Ada seorang balita ditinggalkan di kamar atas!" seru seorang petugas.

Allie, Jeff, dan Eddy buru-buru naik ke kamar dan mendapati seorang balita perempuan sedang menangis.

"Sinting! Dia meninggalkan anaknya di sini begitu saja??" jerit Eddy marah.

"Jika demikian, di mana Bella?" tanya Jeff bingung. Jangan-jangan...

"Detektif, kami menemukan sesuatu di kulkas," lapor seorang petugas lagi.

Ketiga detektif itu langsung menuruni tangga menuju dapur, di mana kulkas berada.

Sebuah bungkusan hitam besar menanti mereka. Eddy menghela napas.

"Kau siap?" tanya Eddy. Allie mengangguk. Ia membuka plastik hitam yang tadinya disimpan dalam kulkas itu.

"Arrggghh!!!" serunya jijik.

Potongan tubuh manusia yang dingin dan membiru menyambut mereka. Di potongan tubuh itu masih tersisa pakaian yang menempel, dan pola baju itu dikenal oleh Allie dan Jeff. Pola baju yang mereka temui saat pertama kali menginjak rumah itu...

"Siaallll!!" jerit Jeff, "Ini Bella!"

"Psikopat sinting," bisik Eddy, "Benar-benar keji..."

"Ia membunuh istrinya sendiri, sekarang tidak ada lagi yang ia takutkan di dunia ini," ujar Allie, "Kejar dia. Kita harus memusnahkan monster biadab ini!"

***

Dua tahun kemudian...

"Selamat, Anda sudah menjalani masa tahanan ini dengan baik," ujar sipir penjara sambil menyerahkan barang-barang Vita yang ditahannya.

"Terimakasih," Vita tersenyum, "Akhirnya aku bisa keluar dari sini."

"Itu semua berkat kelakuan baikmu. Semoga di luar sana kau bisa memperbaiki kehidupanmu," nasihat si sipir lagi. Vita mengangguk, mengemasi barangnya, mengembalikan seragam narapidana kepada sipir itu, lalu melangkah keluar.

Ia menadahkan tangannya di atas kepala. Hari ini matahari bersinar terik. Ia tersenyum. Semua berjalan sesuai dengan rencana. Sampai hari ini, Andre Limawan sama sekali belum bisa tertangkap oleh polisi. Ia masih dalam pengejaran, namun ia seperti hilang ditelan bumi. Vita juga telah mendengar berita bahwa Andre membunuh istrinya sendiri, serta meninggalkan bayinya sendirian di rumah.

"Sudah kubilang, hanya aku orang yang bisa setia menemaninya," pikir Vita.

Orang seperti Bella, orang normal seperti Bella... Tidak mungkin bisa menerima psikopat seperti Andre. Hanya dirinyalah yang bisa. Ya, hanya dirinya. Dan hari ini ia akan membuktikannya.

Vita memesan sebuah taksi, menyebutkan sebuah alamat yang terletak di luar kota. Sang sopir mengiyakan untuk mengantar Vita ke tempat yang jauh itu, setelah Vita menawarkan uang yang lumayan banyak. Mobil melaju pelan, meninggalkan lapas yang selama dua tahun dihuni oleh Vita.

Ia mengingat Kembali pembicaraan terakhirnya dengan Andre, saat Andre mengunjunginya pertama sekaligus terakhir kalinya...

"Apa kabar, Vita Hererra?" tanya Andre sambil menyunggingkan senyum.

"Mengapa kau ada di sini?" tanya Vita lagi.

"Aku ingin mengunjungimu. Aku rindu padamu, meski hanya sedikit," jawab Andre.

"Jika kau rindu padaku, mengapa kau menjebakku," protes Vita, pelan agar sipir yang menjaga tidak dapat mendengar ucapannya.

"Apa kau marah padaku?" tanya Andre.

"Jika kau harap aku yang menggantikan hukumanmu, tolong biarkan aku melakukan ini dengan benar. Beri aku kesempatan untuk membuktikan cintaku padamu. Mungkin 5 tahun, ya... Tunggulah aku lima tahun, Ndre," ujar Vita.

"Kamu memang perempuan tidak waras," bisik Andre.

"Ya, mungkin. Tapi jika aku dapat membuktikan cintaku, aku tidak masalah," balas Vita.

"Sayangnya aku tidak melakukan ini demi kamu, ataupun demi aku," ujar Andre, "Aku pernah bilang kan, pada waktunya aku juga akan menyerahkan diri ke polisi..."

Vita terpekur, "Lalu untuk apa kamu melakukan ini?"

"Nanti kau akan tahu sendiri. Jalankan saja peranmu..." Andre tertawa, "Oh, dan maaf soal pisau itu... Saat kita berdua ada di rumah tua itu, saat kita bermesraan, aku menyelipkannya di dalam tasmu..." (Saat bicara, Andre memberikan penekanan pada kata "aku menyelipkannya.")

"Brengsek..." bisik Vita, "Apa lagi rencanamu, Ndre??" (Vita meraih tangan Andre yang diselipkan di bawah meja, dan menerima sebuah kertas, yang cepat-cepat ia selipkan di balik seragam narapidananya).

"Baik-baiklah di sini," bisik Andre, lalu berdiri dan meninggalkan Vita. Sebelumnya, Andre mengerlingkan sebelah matanya kepada Vita. Vita tersenyum tipis-tipis, agar sipir penjara tidak memperhatikannya.

Malam harinya setelah semua lampu dipadamkan, Vita membuka surat yang diselipkan Andre. Dengan bantuan sedikit cahaya dari luar, Vita membaca isi surat itu:

Aku akan membuktikan padamu bahwa Bella dapat menerimaku apa adanya. Aku akan buktikan bahwa aku bisa hidup normal.

Namun jika prediksiku salah, aku akan hidup bersamamu.
Akui ke polisi bahwa aku pembunuhnya.

Aku akan hidup dalam pelarian sambil menunggumu

Aku akan menemuimu di alamat ini: Mount Garden IIB.

Tapi kupastikan itu tidak akan terjadi. Bella pasti setia padaku. Pasti.

Vita tertawa sinis Ketika membaca surat itu.

"Jika kau yakin bahwa Bella akan setia, mengapa kau bahkan memberikan aku alamatmu," ujar Vita dalam hati. Ia tahu bahwa Andre pun sadar lambat laun istrinya tidak akan menerima kekurangannya.

"Hanya aku yang bisa menerimamu, Ndre," bisik Vita.

Taksi berhenti di depan alamat yang diberikan Vita. Ia turun sambil membawa tasnya. Rumah itu tampak kosong. Di mana Andre, pikirnya.

Tiba-tiba sebuah tangan menarik Vita ke balik pepohonan di depan rumah itu.

"Andre!!" seru Vita. Andre tidak menjawab. Ia mencium bibir Vita dengan penuh gairah. Vita membalas ciuman tersebut. Setelah puas bermesraan, dua psikopat itu bergandengan tangan menuju sebuah mobil yang sudah disiapkan Andre. Mereka akan terus menerus hidup dalam pelarian. Vita sama sekali tidak keberatan. Kali ini mereka bukan lagi dua, tetapi satu.

TAMAT

Yey akhirnya tamat juga...
Buat pembaca setiaku, silakan beralih ke cerita terbaruku "Kelas Malam" yaa... Cerita ttg guru biasa yang disuruh mengajar para arwah siswa yang sudah meninggal... Mohon dukungannya dengan votes ya! 😍

TWOWhere stories live. Discover now