Part 20

109 11 3
                                    

Selesai membereskan mayat itu, aku Kembali ke rumah tua tempat aku melakukan aksi. Aku terduduk di situ, kosong dan tanpa ekspresi. Mendadak aku tertawa. Aku tertawa sekeras-kerasnya. Hidup ini begitu lucu... seperti tragedi dan komedi yang digabungkan menjadi satu.

"HAHAHAHAHAHAHA!!!" aku tertawa, sampai airmataku mengalir keluar di pipiku, "HAHAHAHAHAHAHA!!!"

"Sudah kubilang kan, kau tidak akan bisa hidup normal," tiba-tiba aku melihat sosok Vita keluar dari balik dinding rumah.

"Kau!" ujarku kaget. Vita mengangguk.

"Aku terus ada di rumah ini untuk menunggumu," ujarnya, "Dan seperti tebakanku, kau datang."

"Sudah kubilang, jauhi aku," jawabku.

"Aku mencoba. Tetapi sepertimu, aku tidak bisa. Kita tidak bisa hidup normal, Ndre. Apa kau sadar itu?"

Aku terdiam, mengeluarkan rokok dari sakuku dan menyalakannya. Vita duduk di sebelahku. Kami terdiam cukup lama.

"Aku tahu soal masa kecilmu," tiba-tiba Vita memulai pembicaraan. Aku melotot, menyatakan bahwa aku sedang tidak ingin membahasnya.

"Aku hanya ingin bilang bahwa akupun memiliki neraka di masa kecilku. Kita sama," ujar Vita.

"Ngomong-ngomong... Aku selalu penasaran. Mengapa kau menguntitku? Maksudku, mengapa aku, di antara ribuan orang?" tanyaku.

"Aku juga tidak tahu. Pertama aku melihatmu, aku langsung merasa kaulah tujuan hidupku. Mungkin itulah yang disebut cinta pada pandangan pertama. Namun setelah itu, aku melakukan background checking, dan aku terkejut kita sama-sama memiliki masa kecil yang buruk. Tidak butuh waktu panjang, aku mempelajari juga bahwa kau memiliki antisocial disorder. Sama sepertiku," jelas Vita.

"Kenapa orang-orang seperti kita tidak bisa hidup normal?" aku mengisap rokokku, "Aku bosan hidup seperti ini. Namun aku depresi jika tidak melakukannya."

"Itulah sebabnya aku mengatakan padamu, kita tidak bisa hidup normal, Ndre. Oleh sebab itu, we belong to each other... Karena kita sama," Vita merangkak ke dekatku, lalu menciumku dengan bibirnya yang tebal. Aku membalas ciumannya. Aku tidak tahu apakah itu disebabkan karena aku merindukannya, atau hanya merindukan tubuhnya. Kami bermesraan beberapa saat, sebelum aku mendorong tubuhnya.

"Aku harus pergi," pamitku, "Aku akan menemuimu lagi di sini."

"Kapan?" tanya Vita berharap.

"Tidak lama lagi. Tunggu saja."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
TWOWhere stories live. Discover now