Part 10

128 15 1
                                    

NB: Untuk berkhayal wajah Vita, silakan lihat background yah :)

Matanya yang hitam dan tajam, rambut Panjang bergelombang, tubuh ramping dan seksi. Siapa yang tidak suka pada Vita?

Namun dia bukan siapa-siapa. Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya, dan dia tidak berarti apa-apa dalam hidupku. Tidak sedikitpun. Meski begitu, ia sudah ada dalam hidupku lebih lama dari Bella, dan aku tidak bisa mengusirnya sampai saat ini.

Vita adalah seorang psikopat. Aku sendiri juga, kuakui, namun kadang aku berpikir Vita jauh lebih psikopat daripada diriku. Meski ia tidak pernah membunuh siapapun, setahuku.

Sudah sejak 10 tahun lalu Vita masuk ke dalam kehidupanku sebagai bukan siapa-siapa. Ia hanyalah seorang penguntit psikopat. Dia muncul di sekolahku, dia muncul di kampusku, dan terakhir, ia muncul di tempat kerjaku. Tanpa kuminta. Dia selalu menunjukkan gelagat mengawasiku, suka padaku, dan bahkan tak jarang aku menemukannya memotretku diam-diam. Sebenarnya, aku sudah lama tahu bahwa ia menguntitku, namun selama ia tidak menyakitiku, aku tidak keberatan.

Namun aku pernah mendatanginya sekali, saat aku masih mahasiswa. Hal itu kulakukan karena pada saat itu aku sedang dekat dengan Bella, dan aku tidak mau ada kecurigaan dari Bella.

"Siapa kau?" tanyaku dingin, meremas pergelangan tangan Vita yang menggenggam kamera.

Vita terkekeh, "Mustahil kau tidak tahu siapa aku. Aku tahu kau tahu bahwa aku menguntitmu."

Aku melepaskan genggamanku, "Awalnya aku pikir kubiarkan saja, tetapi lama kelamaan tampaknya aku semakin merasa terganggu."

"Kenapa? Kenapa aku mengganggumu? Apakah Kau sudah mulai memperhatikanku?" tanya Vita, ia melemparkan tatapan nakal padaku, "Apakah akhirnya usaha kerasku selama ini tidak sia-sia?"

"Jangan mimpi," desisku, "Aku punya orang yang kusukai dan aku tidak ingin dia tahu kau menguntitku. Maka, mulai saat ini, jangan dekati aku lagi."

"Aku tidak peduli kau suka dengan siapa atau nanti kau menikah dengan siapa," balas Vita enteng, "Kamu adalah hidupku. Aku akan mengikutimu sampai salah satu dari kita mati."

Aku melotot, aku meraih leher Vita yang jenjang dan kucengkeram erat-erat. Vita mengerang kesakitan, ia tampak kehabisan napas.

"Aku yakin kau tau siapa aku, dari hasil menguntitku selama ini," bisikku, "bahwa aku tidak akan segan-segan melakukan apapun."

Vita mendorongku, tapi aku mencengkram lehernya semakin keras. Semakin keras, dan kemudian melemparkannya ke belakang. DUK! Punggung Vita menabrak tembok dan ia jatuh terduduk. Ia buru-buru memegangi lehernya dan mengambil banyak udara.

"Jangan muncul lagi di hadapanku, atau aku akan melakukan hal yang lebih buruk," bisikku, lalu pergi.

Apakah itu akhir kisahku dengan Vita? Ya, untuk sementara. Selama beberapa tahun Vita tidak pernah muncul lagi. Namun setelah aku menikah dengan Bella dan Lea lahir, ia muncul lagi di kantorku, sebagai karyawan.

"Mengapa kau muncul lagi?" geramku, "Kau sudah kuperingatkan!"

"Aku tidak bisa melupakanmu," jawab Vita, "Seperti yang kubilang, kau adalah hidupku."

Aku terdiam, menggeleng-geleng. Perempuan gila.

"Aku tahu kau sudah menikah, dan aku tahu kau baru punya anak," Vita menyambung, "Tidak masalah bagiku, tapi aku tidak bisa berhenti mengikutimu. Kumohon, aku janji tidak akan mengganggu keluargamu."

Aku menghela napas, pasrah.

"Terserah kau saja, tapi jika sampai kau mengganggu keluargaku, kau tau apa yang dapat kuperbuat, bukan?" ancamku. Vita mengangguk.

"Terimakasih. Aku janji, aku janji hanya akan diam dan mengamatimu," Ia mendekatiku dan meraih tanganku, "Aku rindu berdekatan denganmu."

Tiba-tiba ia memelukku dengan erat dan mesra. Aku mendorongnya.

"Ingat, kau bukan siapa-siapa dan tidak akan menjadi siapa-siapa dalam hidupku," geramku, "Aku bisa menghabisimu kapan saja."

TWOWhere stories live. Discover now