"Ya gitu, Juned ngelihat Zane lagi meluk-meluk Sabrina yang lagi tidur. Dan itu sebelum doi memutuskan mengurung dua makhluk laknat ini di kamar Zane, daripada jinnya nyebar ke seisi rumah dan dia ikutan jadi laknat." Karen ketawa jahat. "Awalnya dia pikir Sabrina nggak sadar lagi dipeluk-peluk. Tapi you know, lah, Sabrina kan jablay tukang modus. Modus ketemu modus. Jadi modus kuadrat!"

Sabrina hanya mendengus.

"Omongan Juned lo percaya." Dia masih saja berusaha meyakinkan meski kedua temannya jelas lebih memilih mendengar gosip murahan tapi seru dibanding fakta tapi garing.

"Itu belum sekamar berdua, ya." Timothy manggut-manggut. "Kalau udah kekunci berdua, bisa dibayangin sendiri lah, apa yang terjadi."

"Kagak ada apa-apa, taik!"

Timothy lalu berdehem. "Jadi ... gimana nih, kelanjutannya? Anti klimaks?"

Sabrina manyun, ogah menjawab.

"Sab! Woy! Pura-pura budek, gue sumpahin berjodoh ama Zane lo!"

Sabrina diam.

"Wait!" Karen berdiri dan melempar bekas kardus makannya ke tong sampah di depan kantor, kemudian segera duduk lagi, memandang Sabrina dengan kecemasan berlebihan. "Jangan bilang ini ada korelasinya sama kegalauan lo kemarin lusa, yang kita tebak lo abis ditolak cowok."

Timothy mencoba mencerna.

Sabrina makin malas menanggapi.

Karen ini punya bakat membaca otak orang. Serem punya teman seperti dia.

"Jangan bilang sekarang lo udah klepek-klepek, makanya disuruh ngapain aja ama si Bos mau, padahal biasanya lo suka ngelempar tanggung jawab ke Akmal kalau udah berurusan ama tu orang." Timothy mencoba berspekulasi. "Tapi sialnya Bos cuma berniat modusin lo doang, makanya lo galau. Perasaan lo bertepuk sebelah tangan."

Sabrina terdiam seribu bahasa.

"Bener tebakan gue." Timothy manggut-manggut lagi.

"Ralat." Karen membuat muka Sabrina makin kumel. Ingin segera pulang, tapi apa daya, dia menumpang mobil Timothy hari ini. "Kemaren si Bos bela-belain mampir ke kantor, terus nganter lo pulang. Si Bos juga mendadak suka nyari gara-gara sama lo, udah masuk kategori berlebihan untuk ukuran isengnya seorang Bos ke karyawan. Berarti sebenernya lo suka, si Bos juga suka, tapi doi brengsek, nggak bisa ambil sikap. Makanya kemarin lo galau."

"Ren, lo cenayang?" Timothy memandangnya dengan takjub. "Atau jangan-jangan lo sering nyerobot diem-diem ke kelasnya anak Psikologi?"

Karen ngakak, sementara Sabrina sudah pucat pasi karena tidak sanggup membantah.

"Kagak. Gue cuma menganalisa dari gerak-gerik Zane ama si Sab doang, plus ketambahan cerita dari Juned."

"Juned ceritanya gimana? Gue kepo."

"Nah ini tersangkanya ada di sini, kenapa pake kepo cerita Juned yang belum tentu valid?"

"Ayo Sab, cepet cerita!"

"Apaan? Nggak ada apa-apa." Sabrina hampir mewek.

"Lo diapain ama Zane selama dua minggu dikekep di kamarnya? Sampe-sampe lo jadi bucin begini?"

"Kagak diapa-apain!"

"Atau elo yang ngapa-ngapain dia?"

Sabrina mencebikkan bibir.

"Oke, paham." Timothy manggut-manggut seolah Sabrina sudah menjelaskan panjang lebar. "Ini gawat sih Sab. Otak lo harus diluruskan lagi."

"Lo bukannya kemarin mau ngegebet si Bimo ya?" Karen tiba-tiba teringat.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now