3.2 - WINONA

76 7 0
                                    

Hari ini akhirnya aku pergi camp. Setelah menanti-nantikan dari lama, ternyata hari ini tidak sesuai ekspektasi. Dari pagi cuacanya mendung, dan sepanjang perjalanan ke tempat camp mulai gerimis. Pihak sekolah berkata jika besok cuacanya masih jelek, maka camp terpaksa akan dilaksanakan satu malam saja. Benar-benar mengecewakan.

"Masih untung tidak hujan deras, kalau hujan deras bisa-bisa acara camp batal." Ujar Fio, salah satu kelompokku. "Eh ya Winona, kelompok kita belum mengambil air nih. Bisa tolong ambilkan?"

Aku tersenyum dan mengangguk padanya. Malam ini kami mengadakan acara makan bersama dan masing-masing kelompok wajib menyiapkan minimal satu menu makanan.

"Mau kutemani? Jalannya licin karena gerimis." Ujar Hiro.

"Oh, tidak usah kok."

"Kalau begitu aku memaksa. Lagian, kita butuh air cukup banyak. Pasti berat kalau kau membawanya sendiri."

"Hmm, oke."

Aku dan Hiro kemudian berjalan bersama ke tenda lain untuk mengambil air. Jalan yang kami telusuri sedikit menanjak dan licin. Aku sudah berusaha menyeimbangkan kakiku agar tidak jatuh, sialnya tetap saja aku tidak sengaja terpeleset. Hiro nampak kaget dan langsung membantuku berdiri, tapi entah kenapa pergelangan kakiku rasanya sakit sekali jika digerakkan.

"Kurasa kakimu terkilir." Hiro berkata dengan nada panik. "Aduh, seharusnya aku lebih sigap tadi!"

Belum sempat aku berkata apapun, Hiro tiba-tiba berjongkok di depanku. "Naik." Ujarnya.

"A-apa?" Aku tidak mengerti maksudnya.

"Naik ke punggungku, kita kembali ke base camp."

Aku ragu-ragu untuk sesaat, tapi Hiro langsung membantuku naik ke atas punggungnya.

"Berat tidak?" Tanyaku khawatir.

"Berat tidak?" Tanyaku khawatir

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Berat."

"Oh ya!? Turunkan aku saja deh, akan kucoba jalan lagi!"

Hiro tertawa. "Bercanda kok."

"Maaf ya, jadi merepotkan."

"Tidak apa-apa, aku juga lengah. Kalau tadi aku lebih sigap kan kakimu jadi tidak harus sampai terkilir seperti ini. Kalau kakakmu tahu, aku bisa-bisa dibunuh. Tadi dia titip pesan padaku agar menjagamu."

Aku menggigit bibir. "Kau takut pada kakakku ya?"

"Tidak juga, menurutku kakakmu cukup logis kok. Kalau aku jadi dia juga aku pasti akan melindungimu. Kalian kan hidup berdua saja."

Entah kenapa aku agak baper dengan perkataannya barusan. Apalagi Hiro tersenyum saat mengatakannya. Ada untungnya juga aku tidak bisa melihat wajahnya secara langsung dari depan, kalau dia mengatakannya di depanku sepertinya aku bisa meleleh.

Sesampainya ke tenda asal kami, Hiro buru-buru lapor ke guru yang bertugas dan situasi jadi agak ricuh. Aku jadi merasa serba salah. Hiro mengumpulkan es batu yang dibungkusnya dengan kain, kemudian dikompreskannya ke pergelangan kakiku.

Under the Same SkyWhere stories live. Discover now