4.3 - WINONA

29 1 0
                                    

"Terima kasih kak!" Aku memeluk Edward dengan erat. Edward memberiku ponsel. Sudah lama aku menginginkan benda itu. Maksudku, di jaman sekarang ini semua orang perlu ponsel bukan? Masa aku harus numpang Sian terus.

Edward mencubit kedua pipiku dengan gemas. "Dengan ini kau bisa menghubungiku kapanpun, kita jadi bisa lebih gampang berkomunikasi."

Aku mengangguk.

"Dan tentu saja aku bisa memantaumu setiap saat hehehe.." Edward cengengesan sambil mencubit pipiku dengan lebih keras.

"Aw! Sakit!"

"Sudah kumasukan nomorku, jaga ponselmu baik-baik."

"Iya-iya. Ngomong-ngomong, kau sedang tidak ada jadwal?"

"Aku sedang kosong, tapi setelah ini aku ada latihan lagi. Lalu malamnya aku akan pergi minum-minum dengan timku dan trainee yang lain."

"Jangan minum terlalu banyak."

"Iya, bawel."

Setelah itu, kami berpisah. Aku pun bergegas pulang. Di tengah jalan, aku merasa diikuti seseorang. Namun setiap kali aku menoleh ke belakang, aku tidak mendapati siapapun. Aku jadi ngeri dan mempercepat langkahku. Apa hanya perasaanku saja?

Sekitar jam sembilan malam, Edward belum pulang. Aku tidak berniat menunggunya, tetapi karena PR-ku belum selesai, jadi sekalian saja aku menunggunya pulang. Aku sempat mengiriminya pesan menanyakan kapan dia pulang, tapi tidak dibalas. Dasar, lalu apa gunanya dia menyuruhku menghubunginya. Apa dia minum terlalu banyak? Tak urung aku jadi khawatir.

Tepat pukul sebelas malam, aku mendengar suara pintu dibuka. Edward pulang dengan keadaan mabuk. Begitu dia melihatku, dia langsung memelukku.

"Adikku sayang!" Teriaknya.

"Aduh! Pelankan suaramu! Lagipula kau minum berapa banyak sampai mabuk begini!?"

"Bahkan omelanmu pun membuatku tambah sayang.." Edward mulai ambruk dan aku memapahnya dengan susah payah ke matras.

"Kakak pulang sendiri?" Tanyaku.

Edward menggeleng. "Regine yang mengantarku. Regine itu sempurna sekali.. dia baik, cantik, dan sukses."

Aku memutar bola mata. Entah sudah berapa kali Edward memuji-muji Regine. "Kau suka padanya ya?"

Edward tertawa. "Membayangkannya saja aku tidak berani. Mana mungkin Regine yang sempurna itu mau berpacaran dengan rakyat jelata sepertiku? Tapi kalau dia mau, aku tidak menolak sih, hehe."

Aku berdecak dan lalu mengambil handuk yang sudah kubasahi dengan air dan mulai membasuh wajah Edward. Ditengah-tengah aku membasuh wajahnya, Edward menghentikan tanganku dan memegangnya sangat erat. Edward lalu menatapku lekat-lekat.

"Kenapa?" Tanyaku.

Edward tersenyum. "Di kehidupan selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya lagi, aku harap kita terus bersama."

Perasaanku campur aduk ketika mendengar Edward mengatakannya. Aku senang, terharu, dan.. tersipu? Perasaan aneh apa ini? Apa lagi dia mengatakannya dengan wajah polosnya begitu.

 tersipu? Perasaan aneh apa ini? Apa lagi dia mengatakannya dengan wajah polosnya begitu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Under the Same SkyWhere stories live. Discover now