27 :: For Areum (END)

42 18 0
                                    

Perlahan tapi pasti, kondisi Areum membaik. Kecelakaan itu cukup fatal. Mobil hijau terang yang dikemudikan Chenle tahu-tahu lepas kendali dan berbelok tajam mencium tiang listrik. Chenle sendiri nyaris tidak mengalami cedera apa-apa. Hanya luka-luka di tangan dan memar di beberapa tempat. Areum sebaliknya.

Kaki kanannya patah, dua tulang rusaknya retak, juga gegar otak. Tapi setelah dua hari nggak sadarkan diri, dia akhirnya membuka matanya juga. Dan melihat wajah tua dan waswas milik Appa.

”Areum. Kamu benar-benar bikin Appa jantungan kali ini,” suara Appa patau. Matanya berkaca-kaca. Areum mencoba tersenyum, tapi kemudian kegelapan seperti mengisapnya lagi dan membawanya entah ke mana.

Sorenya dia membuka mata lagi. Bapak masih di sana. Menungguinya. Mengusap pipinya. Tersenyum dengan mata berkaca-kaca penuh syukur.

Areum balas tersenyum. Ada sebentuk wajah di dekat Appa.

Renjun?

Ada yang aneh di wajah itu. Sesuatu yang biru. Tapi wajah itu mengangguk dan ikut tersenyum. Senyum penyesalan? Lalu gelap lagi.

Pada hari berikutnya Areum mendapati beberapa wajah lain. Seoyun.Yura. Jaemin. Dia mengulurkan tangan dan satu persatu mereka mendekat dan bergantian menggenggam tangannya sebentar.

Yura menangis sedikit. Seoyun mencoba tersenyum, meskipun senyumnya kaku dan asing. Renjun terus berdiri di dekat tempat tidur Areum. Wajahnya yang aneh itu kelihatan tegang.

”Chenle... mana?”

Renjun menatap tajam sosok yang terbaring di depannya. Kaki kanan Areum digips. Bibirnya bengkak. Ada lebam biru di sepanjang tangan kirinya. Juga di sebagian besar wajah sebelah kiri. Dan perban di sekeliling kepala.

Dan tak satu hari pun cowok yang menyebabkan semua ini muncul untuk melihat keadaannya. Tapi justru nama cowok itulah yang pertama kali diucapkan Areum saat dia sadarkan diri.

”Ssstt, Areum... Dia baik-baik saja. Kamu nggak perlu lagi mikirin dia. Dia tidak baik untukmu,” ujar Appa. Areum menelan ludah. Jadi, Chenle baik-baik aja.

Oke.

Oke. Syukurlah.

Meskipun Areum nggak ngerti kenapa cowok itu nggak datang untuk melihat keadaannya.

Karena merasa bersalahkah? Karena...

Ah, dia capek.

Dia ingin memejamkan mata. Sebentar saja.

”Wajah lo kenapa, Jun?”

Renjun tersentak oleh pertanyaan itu. Saat itu dia tinggal sendirian untuk menjaga Areum. Appa Areum sedang pergi ke kafeteria untuk makan.

Refleks Renjun menyentuh wajahnya. Terus nyengir.

”Eh... nggak pa-pa,” ujarnya, suaranya tercekat.

Areum menghela napas. Lama dia diam seperti itu. Memperhatikan Renjun lekat-lekat. Mencoba menyusun kepingan-kepingan kesadarannya.

”Lo udah ketemu Chenle?” dia bertanya pelan.

Renjun mengangguk singkat, lalu melengos, nggak kepingin menatap Areum.

”Lo habis berantem sama Chenle? Muka lo..” Areum tidak menyelesaikan kalimatnya.

Renjun menunduk.

Lama mereka terdiam.

Areum mencoba menilik emosinya.

Ah. Dia hanya merasa lelah. Dan lemah. Dia mencoba memejamkan mata.

”Areum, maafin gue. Gue...” Renjun menatap wajah yang berbaring diam itu dengan sedih.

Bagaimana caranya mengatakan bahwa dia menyesal Areum terperangkap di antara dirinya dan Chenle?

Bahwa dia menyesal Chenle memilih Areum untuk melampiaskan dendamnya kepada Renjun?

Bahwa dia menyesal tidak lebih keras lagi berusaha menceritakan semuanya kepada Areum? Bahwa dia tidak menyangka Chenle bakal nekat mengambil tindakan sebodoh ini? Sefatal ini hingga nyaris...

Ah, Renjun tidak ingin meneruskannya. Dia ngeri.

Areum membuka mata. ”Eh. Kenapa jadi lo yang minta maaf?” Dia terdiam sebentar, mengatur napas. ”Lo udah mencoba ingetin gue. Lo bahkan minta Yura ngomong ke gue. Tapi...”

Areum mencoba tersenyum. Perlahan, meski sebentar sebentar berhenti di tengah ucapannya, Areum menceritakan kejadian sebelum kecelakaan itu.

”Gue nggak ngerti apa yang terjadi sama dia, Jun... Kemarahannya...”

Tapi Renjun mengerti. Pada akhirnya, dia harus menceritakan semuanya. Semua yang ada di antara dirinya dan Chenle. Bukan untuk membuka aib Chenle, tapi supaya Areum mengerti.

Maka perlahan, dia menceritakan masa kecil sepupunya itu, kesibukan orangtuanya, rasa persaingan dan permusuhan terhadap Renjun karena Chenle melulu dibanding bandingkan dengannya, kebencian yang muncul di antara mereka.

Dendam Chenle padanya, Dia menceritakan bagaimana dia menghajar Chenle dulu dan akibatnya, dia juga menceritakan percakapan di tepi kolam renang itu, ucapannya kepada Chenle untuk menyayangi Areum dan membuatnya bahagia.

Areum mendengarkan dalam diam, sementara air matanya mengalir tanpa suara, menangisi Chenle untuk terakhir kali, sebelum dia menutup lembaran itu untuk selamanya. Ya, Areum harus melepaskan Chenle.

Bukan karena perbuatan cowok itu padanya-kalau itu, Areum nggak bisa menyalahkannya. Dia hanya ingin mengerti. Dia melepaskan cowok itu karena seperti kata Appa, Chenle tidak baik untuknya. Dan mungkin, Areum juga tidak baik untuk Chenle.

Ah. Areum mengusap pergi air matanya. Diam-diam, di dalam hati, dia mendoakan Chenle.

”Makasih udah cerita semuanya ya, Jun,” bisik Areum, seraya mengulurkan tangannya dan meraih tangan Renjun.

Renjun tersentak oleh sentuhan itu. Ditatapnya wajah yang menatapnya lemah itu. Ingin rasanya dia menyatakan, betapa sayangnya dia pada cewek mungil ini. Ingin rasanya dia memeluk Areum erat-erat dan mengenyahkan setiap lukanya. Tapi Renjun tahu, dia harus bersabar. Bukan itu yang dibutuhkan Areum sekarang.

”Lo... mau jadi temen gue lagi, kan?” suara Areum begitu tipis, nyaris tak terdengar.

Renjun mengangguk.

”Gambarin sketsa gue lagi?”

Renjun mengangguk, hatinya perlahan menghangat.

”Ngobrol tiap malam lagi?”

Sekali lagi Renjun mengangguk, Areum tersenyum lemah.

”Bikinin gue puisi, Jun. Kayak yang lo kirim ke Yura. Oke?”

Ah.

Renjun tercekat. Areum tahu surat-surat puisinya.

Ditatapnya cewek itu lekat-lekat.

"Gue pengen denger lo nyanyi lagi..."

Lalu sekali lagi dia mengangguk. Kali ini dengan sekulum senyum di bibirnya.

  Renjun menyanyikan nya dengan pelan. Di pinggir Areum berharap ia merasakan arti dari lagu ini.

  Renjun ingin Areum menjadi Puzzle yang hilang nya. Mengisi kekosongan hati nya. Dan menjadi pelengkap dirinya.

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now