14 :: Jealous

52 34 2
                                    


”HWANG RENJUNNNN!!” terdengar dari tengah tengah lapangan.

Tapi Renjun bebalik, ia tau siapa yang memanggilnya. Ia  menganggap hal itu memalukan, meski ara berteriak di depan orang banyak. Dia hanya melambai.

Cewek mungil itu balas melambai-lambai, lalu berlari lari kecil ke tempat Renjun berdiri. Tampangnya sungguh ceria. Senyumnya lebar dan puas diri. Tapi tahu'tahu di tengah jalan ke arahnya, cewek itu berhenti dan menoleh ke kiri. Sepertinya ada memanggil cewek itu.

Renjun memperhatikan. Chenle. Dan sekarang cowok itu berjalan menghampiri Areum. Beberapa saat keduanya tampak bercakap-cakap. Lalu Areum menunjuk Renjun. Melambai sebentar ke cowok itu. Kemudian Areum berpaling, meneruskan jalan menuju Renjun.

Chenle tampak berdiri di belakang Areum. Diam, tapi jelas matanya terarah pada Renjun. Meskipun jarak antara keduanya lumayan jauh dan Renjun nggak bisa nangkep arti tatapan cowok itu, dia balas menatap. Terus. Menusuk. Sampai Areum merebut kembali perhatiannya.

”Pulang kita?” Itu kalimat yang paling Renjun suka dari Areum

Di sebelahnya, Renjun mengiringi langkah-langkah kecil itu dengan tenang.

”Gue mandi di rumah lo aja ya!” ujar Areum setibanya di lapangan parkir.

Renjun mengangguk. ”Chenle tadi bilang apa?” tanyanya dengan acuh tak acuh, seolah-olah itu bukan masalah penting.

”Oh... yang tadi itu? Katanya dia sama teman-temannya mau hangout gitu, terus ngajak gue ikutan. Tapi gue bilang mau ke rumah lo,” sahut Areum.

”Oh. Sini kunci motornya. Gue aja yang bawa,” ujar Renjun. Lalu melajulah mereka menuju Halmeoni, Renjun di depan, bersama sesosok cewek mungil dan rada dekil berpegangan kuat-kuat di belakangnya.

****

Chenle berbalik dengan kecewa. Dadanya bergemuruh panas, seolah nyaris pecah rasanya. Dia nggak suka di tolak, apalagi kalau alasan penolakan itu orang yang di bencinya. Renjun.

”Yah, lagi nggak bisa nih, Le. Gue udah janji sama Renjun mau ke rumahnya. Itu dia udah nunggu,” begitu tadi Areum menjawab.

”Nggak bosen lo tiap hari ke rumah Renjun? Nggak seru amat!” ujar Chenle setengah mengejek. Tapi ketika di dapatinya wajah mungil di hadapannya menatapnya dengan dahi mengernyit, Chenle bergegas menahan diri dan pura'pura ketawa seolah tadi itu cuma bercanda.

”Oh, ya udah. Lain kali kalau begitu, Areum,” ujarnya.

Areum tersenyum, mengangguk sedikit, melambai, lalu berpaling. Menuju Renjun.

Sial! Sejak mereka nonton bareng beberapa hari lalu, Chenle udah berulang kali mencoba mendekati Areum. Tapi susahnya minta ampun!

Chenle menghampiri teman temannya yang udah nunggu di lapangan parkir, langsung aja disambut pertanyaan, ”Mana cewek lo? Katanya mau diajak.”

Chenle mengangkat bahu.

”Katanya udah telanjur janjian sama temennya yang Udik,” tukasnya jutek. ”Tenang, nih gue cari gantinya. Dua sekaligus!” ucapnya lagi seraya mulai membuka hpnya dan menghubungi beberapa nomor.

Chenle mengenakkan rahang kuat-kuat. Sepanjang jalan dia terdiam, pikirannya dipenuhi amukan kebencian lama yang ternyata belum pupus juga dimakan waktu. Kebencian yang mulai ada sejak dia dan Renjun masih umur sepuluh tahun.

Kini chenle masih terjerat dalam dendam yang diciptakannya sendiri.

Dia benar-benar hilang selera untuk nongkrong dan berhahahihi. Pikiran dan hatinya dikuasai kebencian. Dan satu tekad: menundukkan cewek bernama Areum.

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now