18 :: Other Side

36 22 2
                                    



Dari surat pertama bersampul hijau pupus itu pun Renjun sudah tahu tawaran yang disodorkan padanya hanya bayangan cinta, yang ragu-ragu, meraba-raba, dan jauh sekali dari yang selama ini diisyaratkan Areum.

Bahwa temannya naksir Renjun habis habisan! Awalnya, bunyi surat-surat yang diterimanya malah hanya sebaris kalimat aneh yang nggak nyambung, atau kutipan dari kata-kata bagus entah dari mana, yang tidak benar benat mengisyaratkan. Namun surat terakhir yang diterima Renjun agak beda. Surat itu masih singkat, Renjun bahkan sampai hafal bunyi nya:

Cinta itu tidak datang setiap hari. Hidup itu tidak abadi. Itu sebabnya cinta tidak baik hanya disimpan di dalam hati.

Hmmm... apakah surat-surat Renjun selama ini keliru diartikan sehingga menerbitkan sesuatu dalam hati cewek itu? Ah.

”jun! Ini surat cinta buat lo.” Hari itu Areum muncul di rumah, tersenyum sambil menyodorkan sepucuk amplop. Seperti biasa, warnanya hijau pupus.

”Eits, tunggu dulu, main sambar aja. Udah ngebet pengin baca, ya?! Nah, denger dulu pengumuman dari gue. Ini terakhir kalinya gue mau jadi tukang pos gratisan buat kalian! Habis ini harus ketemu langsung. Ngomong langsung.  Nggak pake surat-suratan kayak zaman kodok pake rok! Okeh?” cerocos Areum.

Renjun tersenyum melihatnya. Lalu mengulurkan tangan menerima surat itu sementara Areum langsung aja melenggang masuk manggil'manggil Helmeoni.

”Helmeoni nggak ada, lagi nginep di rumah Chenle,” seru Renjun.

Diletakkannya surat tadi di meja, tanpa membukanya Iebih dulu. Surat-menyurat ini mulai mengusik hati kecilnya. Renjun tidak ingin melanjutkannya. Dia tidak mau menerbitkan harapan yang tidak bisa dipenuhinya.

”Yaaaah, padahal gue lagi pengin ngajak Nenek makan es krim. Kirain Halmeoni ada!” Areum muncul di belakang nya.

”Udah janjian belum?” tanya Renjun.

Areum menggeleng. Terdiam. Raut kecewa menghiasi Wajahnya. Memangnya perlu janjian dulu, ya? Dulu setiap Rabu begini Halmeoni selalu ada di rumah, dan mereka bertiga akan pergi jalan-jalan entah ke mana. Tapi terus... terus... ah.

Akhirnya Areum tersadar. Beberapa minggu terakhir ini kemunculannya nyaris nggak ketebak. Chenle selalu berhasil membujuknya hingga dia urung datang menjenguk Halmeoni. Hhhh. Areum payah, omelnya pada diri sendiri.

”Udah ah, jangan sedih begitu...” ujar Renjun, mengulurkan tangan ingin mengusap kepala Areum, tapi langsung ditariknya lagi.

Setengah jam kemudian mereka sudah duduk ber selonjor di beranda belakang, keringetan, sambil menjilat' jilat es krim yang dibeli dari abang yang lewat di depan rumah.

”Chenle mana?” tanya Renjun tanpa berpaling memandang cewek di sebelahnya. Sebenarnya dia nggak suka menanyakan ini. Tapi rasa ingin tahu toh akhirnya mengalahkan rasa tidak suka.

”Harusnya sih hangout sama gengnya. Temen-temen lamanya. Tapi udah beberapa hari gue nggak ketemu dia.” Suara itu sepertinya kehilangan semangat.

”Tumben nggak ikut?” Renjun memandang Areum.

Cewek itu mengangkat bahu. ”Gue kangen sama Halmeoni.”

Renjun tersenyum. Kecut. Tentu saja Areum cuma kangen sama Halmeoni.

”Lo sama Chenle...” Renjun tidak melanjutkan kalimatnya.

Areum menggeleng, teringat peristiwa di pantai pas bolos beberapa hari lalu. Keesokan harinya dia mencari Chenle ke semua tempat, tapi cowok itu nggak kelihatan di mana mana. HP-nya mati, Chat nggak dijawab.

Puzzle Love | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang