16.4 :: (Remember) Renjun

35 27 3
                                    



Beginilah Renjun mengingat masa-masa itu...

Lenyap sudah hari-hari penuh kedamaian Renjun, Areum, dan Halmeoni. Chenle. bisa tahu-tahu muncul dan mengobrakabrik kebiasaan yang baru berumur beberapa bulan itu dengan kehadirannya.

Gaya Chenle yang enteng dan seenaknya selalu berhasil memikat hati Areum, dan mereka akan berseloroh hingga terpingkal-pingkal, membuat Renjun merasa tertinggal.

Renjun berubah hanya menjadi pengamat dan pendengar seperti dulu, sebelum dia mengenal Areum.

Renjun akan terus memandangi Areum, mengamati kilatan matanya, kedua lesung pipinya yang bekerlap-kerlip datang dan pergi, mendengar tawanya berderai mengisi ruangan namun tidak tertuju padanya.

Ah. Renjun menghela napas dalam-dalam. Sama seperti dulu, tapi toh teramat berbeda.

Namun di waktu malam, hampir otomatis Renjun selalu menunggu telepon Areum. Cewek itu biasanya menelepon pukul sepuluh, meskipun sekarang tidak sesering dulu sebelum Chenle hadir. Terkadang teleponnya singkat saja, tapi nggak jarang juga panjang hingga telinga panas.

Saat-saat seperti itu membuat Renjun senang, karena sepertinya di dunia ini hanya ada mereka berdua. Suara Areum sangat dekat di telinganya, kehadirannya terasa nyata dan memenuhi segenap kesadarannya. Rasanya mereka berdua saja, berbungkus keheningan malam yang semakin larut.

Pada saat-saat seperti itu dia masih Renjun yang mendengarkan dan mengamati, dan Areum masih si pencerita yang seolah berjinjit menari-nari di antara ucapan-ucapan' nya, tertuju pada Renjun.

Dan cewek itu akan menceritakan hal-hal lucu dan konyol, atau hal-hal sedih yang membuatnya galau. Lalu Renjun akan menghibur dengan celetukan celetukan singkat, atau sekadar sahutanrsahutan yang menenangkan kegalauan hati Areum

Seperti sekarang. Deringan khusus untuk Areum berbunyi  sambil menekan tombol hijau Renjun melirik jam dinding, tahu dengan tepat saat itu pukul sepuluh.

”Ya?”

”Jun! Tahu nggak apa yang gue kerjain barusan?”

Wahhh. Rasanya itu salah satu kalimat paling indah yang pernah Renjun dengar.

”Apa? Akhirnya lo bisa ketemu sama bias lo?” celetuk Renjun. Dia masih geli dengan segala haluan nya tanteng bias nya.

Gw pengen banget ketemu sama bias. Fanmeting gitu, bukan konseran.  itu jawaban Areum dulu.

”Bukaaaannnn! Ayo, tebak lagi! Yang pinter nebaknya! Jangan kayak orang kurang gizi gitu!”

Dan teruslah mereka tebak-tebakan sampai Areum ketawa geli banget dan Renjun tertular tawanya. Itu, bagi Renjun, adalah saat-saat paling membahagiakan.

”Jadi, apa dong?” akhirnya Renjun bertanya serius.

”Gue sama appa akhirnya ngobrol, jun! Atau kalo mau jujur sih gue yang ngomong terus dan Bapak senyamsenyum sambil mengangguk atau ngomong satu-dua patah kata…”

Renjun terdiam di ujung sana. Tawa telah lenyap dari ujung ucapan Areum

”Junn... rasanya...rasanya… gue seneeeeng banget! Seneng seneng seneng...” suara itu tercekat.

Lalu diam yang lama. Rasa lega dan bahagia itu memang kadang aneh, karena bersamanya kerap terseret, serta juga segenap kegundahan yang sudah tahunan berkarat karena kelamaan dipendam. Renjun tahu, Areum butuh menangis. Untuk mengobati tahunan penuh diam antara dia dan appa.

”Gue ke situ, Areum. Tunggu gue,” bisik Renjun.

Lalu tanpa menanti jawaban, Renjun langsung ngebut di atas kereta anginnya. Dan lima belas menit kemudian dia udah duduk di hadapan Areum, yang terus dan terus mencurahkan semua isi hatinya, kelegaannya, kebahagiaannya.

Pada saat-saat seperti ini, Renjun sulit untuk nggak percaya bahwa ada sesuatu yang istimewa di antara dirinya dan Areum, sesuatu yang lebih daripada sekadar sepasang teman.

Dan karena itulah dia sering bertanya-tanya: apakah Areum merasakan hal itu juga? Atau... tidak?

Karena Renjun, Areum memendam perasaan yang sama pada Renjun, nggak mungkin kan dia mendorong-dorong Renjun untuk membalas surat dari ”pengagum” tanpa nama itu? Menjadi makcomblangnya? Menjodohkannya dengan cewek lain? Meskipun surat si cewek sangat aneh dan nggak bernada naksir atau apa?

Dan nggak mungkin juga kan Areum mau aja diajak Chenle ke mana-mana? Memilih menghabiskan waktunya bersama cowok itu, dan bukan Renjun?

Ah, jika saja Renjun punya nyali untuk mencari tahu, untuk bertanya, atau bahkan untuk mengungkapkan perasaannya... Tapi bagaimana kalau jawabnya tidak, lalu dia kehilangan Areum sepenuhnya? Nah, itu risiko yang tak sanggup ditanggungnya.

Puzzle Love | ENDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon